JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay menilai, masalah biaya politik pemilihan kepala daerah juga terjadi saat sistem pemilihan melalui DPRD. Dia tidak setuju dengan wacana pemilihan kepala daerah kembali dipilih DPRD.
"Bahwa pemilihan DPRD yang juga banyak masalah salah satu aspek diangkat menteri yaitu biaya politik tinggi. Dari DPRD bukan tidak ada biaya politik. Persoalan uang juga besar," kata Hadar dalam diskusi di kawasan Matraman, Jakarta, Minggu (24/11).
Hadar mengatakan, masyarakat berpotensi melakukan protes tanpa henti jika kepala daerah yang dipilih DPRD tidak dikehendaki. Lebih parah lagi, dengan sistem pemilihan kepala daerah melalui DPRD, maka pertanggungjawaban kepala daerah kepada DPRD.
Sehingga, ada potensi permainan uang agar kepala daerah tersebut tidak dimakzulkan.
"Itu terjadi setiap tahun di mana kepala daerah harus lapor hasil kerja, jadi karena permainan politik permainan uang kalau tidak mereka bisa dijatuhkan," ujar pendiri Netgrit ini.
Hadar menilai, perdebatan terkait sistem pemilihan kepala daerah sudah selesai saat pada 2004 disahkan dalam UU Pilkada di mana kepala daerah dipilih langsung. Menurutnya, persoalan sistem pemilihan langsung berada dalam politik uang yang marak.
Hadar menyarankan perlu ada undang-undang yang mengatur penggunaan uang dalam Pilkada. Dia mengatakan, saat ini belum ada aturan ketat yang mengatur penggunaan uang dan sumbernya dalam pemilihan kepala daerah.
"Kami setuju evaluasi mendalam berdasar kajian dan data tapi jangan lompat karena ini sistem pemilihan," tukas Hadar.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal
JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay menilai, masalah biaya politik pemilihan kepala daerah juga terjadi saat sistem pemilihan melalui DPRD. Dia tidak setuju dengan wacana pemilihan kepala daerah kembali dipilih DPRD.
"Bahwa pemilihan DPRD yang juga banyak masalah salah satu aspek diangkat menteri yaitu biaya politik tinggi. Dari DPRD bukan tidak ada biaya politik. Persoalan uang juga besar," kata Hadar dalam diskusi di kawasan Matraman, Jakarta, Minggu (24/11).
- Advertisement -
Hadar mengatakan, masyarakat berpotensi melakukan protes tanpa henti jika kepala daerah yang dipilih DPRD tidak dikehendaki. Lebih parah lagi, dengan sistem pemilihan kepala daerah melalui DPRD, maka pertanggungjawaban kepala daerah kepada DPRD.
Sehingga, ada potensi permainan uang agar kepala daerah tersebut tidak dimakzulkan.
- Advertisement -
"Itu terjadi setiap tahun di mana kepala daerah harus lapor hasil kerja, jadi karena permainan politik permainan uang kalau tidak mereka bisa dijatuhkan," ujar pendiri Netgrit ini.
Hadar menilai, perdebatan terkait sistem pemilihan kepala daerah sudah selesai saat pada 2004 disahkan dalam UU Pilkada di mana kepala daerah dipilih langsung. Menurutnya, persoalan sistem pemilihan langsung berada dalam politik uang yang marak.
Hadar menyarankan perlu ada undang-undang yang mengatur penggunaan uang dalam Pilkada. Dia mengatakan, saat ini belum ada aturan ketat yang mengatur penggunaan uang dan sumbernya dalam pemilihan kepala daerah.
"Kami setuju evaluasi mendalam berdasar kajian dan data tapi jangan lompat karena ini sistem pemilihan," tukas Hadar.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal