Kamis, 19 September 2024

PDIP Pertahankan PT 20 Persen, Hasto Bandingkan Masa Jokowi dan SBY

JAKARTA (RIAUPOS.CO) –  Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan pihaknya justru mendukung dipertahankannya klausul itu dalam UU Pemilu.

Hasto mengajak semua pihak belajar dari pengalaman Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahwa sistem presidensial yang dipakai Indonesia memerlukan basis dukungan dari Parlemen.

“Pak Jokowi pada periode pertama kepemimpinannya, dipilih dengan suara yang kuat dari rakyat. Tetapi dengan dukungan parlemen yang hanya 20 persen saat itu, membutuhkan waktu satu tahun setengah untuk konsolidasi saja,” kata Hasto Kristiyanto menjawab wartawan usai penutupan pelatihan Baguna PDIP se-Jabodetabek, di Jakarta, Rabu (22/12/2021).

Saking pentingnya dukungan parlemen terhadap pemerintahan itu, bahkan saat itu ada sejak awal mengganjal kebijakan Pemerintahan Jokowi lewat pemilihan pimpinan alat kelengkapan dewan.

- Advertisement -
Baca Juga:  Soal Capres 2024, Pengamat: Kans Besar Airlangga Direstui Jokowi

“Oleh karena itulah, maka syarat 20 persen itu demi efektifitas kerja pemerintahan, itu adalah sistem yang kita bangun. Berpolitik itu dengan teori politik. Juga belajar praktik-praktik pemerintahan negara. Kerena minimum 20 persen itu untuk memastikan efektivitas kerja pemerintahan yang dipilih rakyat,” katanya.

“Tapi kalau presidential threshold 20 persen, dikritisi calonnya yang muncul itu lagi itu lagi?” tanya wartawan.

- Advertisement -

Menjawab itu, Hasto mengatakan bahwa setiap parpol memang harus menjalankan kaderisasinya dengan baik supaya mendapatkan kepercayaan rakyat dengan turun ke bawah. Seperti yang dilakukan oleh Baguna PDIP, melatih diri untuk kemudian turun ke bawah.

“Jadi kontestasi yang liberal itu tidak linier dengan kualitas kepemimpinan. Sebab kualitas kepemimpinan itu ditentukan oleh proses kaderisasi secara sistemik,” katanya.

Baca Juga:  Usai Muswil, PKS Riau Umumkan Nama Pengurus Baru Tingkat Daerah

Bagi PDIP, Pemilu adalah ajang menyampaikan  seluruh konsepsi tentang jalannya pemerintahan negara kepada rakyat. Tidak ditentukan oleh banyak sedikitnya calon. Sehingga jawabannya bukanlah dengan menurunkan syarat presidential threshold, namun memastikan parpol bergerak ke rakyat agar mendapatkan kepercayaan.

“Cara untuk mendapatkan dukungan lebih dari 20 persen, hanya bisa kalau melakukan kerja kerja kerakyatan, turun ke tengah-tengah rakyat. Bukan dengan cara mengubah undang-undang,” pungkasnya.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor : Erwan Sani

JAKARTA (RIAUPOS.CO) –  Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan pihaknya justru mendukung dipertahankannya klausul itu dalam UU Pemilu.

Hasto mengajak semua pihak belajar dari pengalaman Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahwa sistem presidensial yang dipakai Indonesia memerlukan basis dukungan dari Parlemen.

“Pak Jokowi pada periode pertama kepemimpinannya, dipilih dengan suara yang kuat dari rakyat. Tetapi dengan dukungan parlemen yang hanya 20 persen saat itu, membutuhkan waktu satu tahun setengah untuk konsolidasi saja,” kata Hasto Kristiyanto menjawab wartawan usai penutupan pelatihan Baguna PDIP se-Jabodetabek, di Jakarta, Rabu (22/12/2021).

Saking pentingnya dukungan parlemen terhadap pemerintahan itu, bahkan saat itu ada sejak awal mengganjal kebijakan Pemerintahan Jokowi lewat pemilihan pimpinan alat kelengkapan dewan.

Baca Juga:  Dewan Kawasan Aglomerasi Ditunjuk Langsung Presiden

“Oleh karena itulah, maka syarat 20 persen itu demi efektifitas kerja pemerintahan, itu adalah sistem yang kita bangun. Berpolitik itu dengan teori politik. Juga belajar praktik-praktik pemerintahan negara. Kerena minimum 20 persen itu untuk memastikan efektivitas kerja pemerintahan yang dipilih rakyat,” katanya.

“Tapi kalau presidential threshold 20 persen, dikritisi calonnya yang muncul itu lagi itu lagi?” tanya wartawan.

Menjawab itu, Hasto mengatakan bahwa setiap parpol memang harus menjalankan kaderisasinya dengan baik supaya mendapatkan kepercayaan rakyat dengan turun ke bawah. Seperti yang dilakukan oleh Baguna PDIP, melatih diri untuk kemudian turun ke bawah.

“Jadi kontestasi yang liberal itu tidak linier dengan kualitas kepemimpinan. Sebab kualitas kepemimpinan itu ditentukan oleh proses kaderisasi secara sistemik,” katanya.

Baca Juga:  Soal Capres 2024, Pengamat: Kans Besar Airlangga Direstui Jokowi

Bagi PDIP, Pemilu adalah ajang menyampaikan  seluruh konsepsi tentang jalannya pemerintahan negara kepada rakyat. Tidak ditentukan oleh banyak sedikitnya calon. Sehingga jawabannya bukanlah dengan menurunkan syarat presidential threshold, namun memastikan parpol bergerak ke rakyat agar mendapatkan kepercayaan.

“Cara untuk mendapatkan dukungan lebih dari 20 persen, hanya bisa kalau melakukan kerja kerja kerakyatan, turun ke tengah-tengah rakyat. Bukan dengan cara mengubah undang-undang,” pungkasnya.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor : Erwan Sani

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari