JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Terpilihannya Komjen Pol Firli Bahuri sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 dikhawatirkan akan rangkap jabatan. Sebab sebagaimana diketahui, dia sampai saat ini tercatat masih menjadi anggota polri aktif. Bahkan baru saja mendapat promosi jabatan sebagai Kabarhakam Polri.
Menanggapi itu, Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengatakan, Firli tak perlu mundur sebagai anggota Polri ketika dilantik sebagai Ketua KPK. Hal itu sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Disitu disebutkan ada beberapa jabatan di lembaga negara yang boleh diduduki oleh anggota polri aktif.
"Jadi kadang-kadang kecintaan kita kepada lembaga tertentu itu tak rasional dan diskriminatif terhadap cara berfikirnya," kata Arsul di komplek DPR RI Senayan Jakarta, Kamis (21/11).
Sebagai contoh, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) yang dijabat oleh Komjen Pol Heru Winarko, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang dijabat oleh Komjen Pol Suhardi Alius, dan sejumlah jabatan lainnya.
Menurut Arsul, penempatan anggota polri aktif di sebuah lembaga penegak hukum tidak ada yang salah. Sebab, basis kerjanya pun masih serupa dengan polri.
"Jadi cara pandang kita itu harus cara pandang bukan karena cinta mati sebuah lembaga, bukan cara pandang itu. Cara pandangnya harus cara pandang yuridis," jelasnya.
Sementara terkait kekhawatiran adanya kepentingan sektoral antara Ketua KPK dan Anggota Polri, Arsul menilai itu sebagai hal yang tak mendasar. Karena ketika menjadi Ketua KPK, Firli tak lagi berstatus anak buah Kapolri. Sehingga secara kepemimpinan tidak saling berkaitan.
"Kalau cara berfikirnya seperti itu, seluruh penyidik KPK yang dari polri disuruh mundur aja, karena mereka kan bawahannya polisi juga," tegas Arsul.
"Jadi jangan demikian kita berasumsi suudzon dengan prasangka tak baik. Kita lihatlah setahun dulu bagaimana KPK di bawah komisioner yang baru dibawah pak Firli berjalan," pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal