JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Koalisi Masyarakat Sipil mengkritik keputusan penyelenggara untuk menghentikan tahapan rekapitulasi suara hasil Pemilu 2024 di tingkat kecamatan hingga 20 Februari. Langkah itu dinilai tidak memiliki dasar hukum.
Sebelumnya, informasi tersebut mengemuka seusai tersebarnya surat KPU Kota Tangerang Nomor 316/PL.01-SD/3671/2024 tertanggal 18 Februari 2024. Surat itu ditujukan kepada jajaran panitia pemilihan kecamatan (PPK). Kemudian, ada kesaksian dari politikus PDIP dan Partai Buruh.
Anggota koalisi yang juga peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Fadli Ramadhanil mengatakan, surat pemberitahuan tersebut jelas bertentangan dengan prinsip kepastian tahapan pelaksanaan pemilu. Apalagi, alasan penghentian tahapan itu dikaitkan dengan akurasi data di Sirekap yang notabene bukan hasil penghitungan resmi.
’’Bahwa ada masalah di dalam Sirekap yang memang tidak disiapkan secara serius dan baik oleh KPU RI tidak boleh menjadi hambatan untuk melanjutkan tahapan rekapitulasi suara di tingkat kecamatan,’’ ujarnya kemarin (19/2).
Dia mengingatkan, hasil resmi justru didasarkan pada tahap rekapitulasi suara dengan penghitungan manual secara berjenjang. Semestinya, proses itu yang harus dipercepat. ’’Hasil pemilu yang harus segera diketahui masyarakat menjadi pendekatan yang mesti dipegang KPU RI,’’ imbuhnya.
Atas dasar itu, koalisi mengecam tindakan KPU RI yang mengeluarkan arahan dan perintah untuk menghentikan proses rekapitulasi suara. Tindakan tersebut berpotensi akan menjadi praktik curang. Koalisi pun mendesak rekapitulasi untuk tetap dilanjutkan.
Sementara itu, KPU RI mengklaim tidak ada instruksi pemberhentian rekapitulasi. Meski ada dokumen yang beredar dan kesaksian sejumlah partai, Komisioner KPU Idham Holik menepis isu tersebut. Idham menegaskan, proses penghitungan di kecamatan terus berjalan.
’’Kemarin itu ada 33 PPK yang telah menyelesaikan proses rekapitulasinya dan ada ratusan PPK yang melangsungkan rapat rekapitulasi, termasuk di daerah DKI Jakarta,’’ ujarnya kemarin (19/2).
Lantas, kenapa dari tujuh ribuan PPK, hanya 33 yang melaksanakan pleno? Idham menyebut tidak ada alasan khusus. Dia berdalih, instruksi yang disampaikan KPU RI bukanlah penghentian proses rekapitulasi suara. Melainkan fokus melakukan akurasi data. Yakni, sinkronisasi antara data yang ditampilkan Sirekap dan data otentik asli yang terdapat di dalam formulir model C hasil.
Idham menerangkan, sinkronisasi data tersebut sangat penting. Sebab, saat dilakukan pembacaan dokumen formulir model C hasil di setiap TPS, pada saat yang sama PPK memperlihatkan data Sirekap pada layar proyektor.(far/c7/bay/jpg)
Laporan JPG, Jakarta