(RIAUPOS.CO) — Sidang kode etik lima komisioner KPU Kabupaten Kuantan Singingi selesai digelar. Saat ini, Dewan Kehormatan Penyelengara Pemilu (DKPP) berencana menggelar pleno untuk menentukan apakah lima komisioner KPU Kuansing bersalah atau tidak. Paling lambat, DKPP akan mengumumkan putusan pada 28 Juni 2019 bersamaan dengan pengumuman hasil sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK).
Demikian diungkapkan Anggota DKPP Dr Alfitra Salam usai sidang akhir pekan lalu. â€Kami akan sampaikan fakta-fakta yang didapatkan dalam persidangan ke rapat pleno DKPP RI di Jakarta. DKPP akan putuskan bersamaan untuk pileg dan pilpres tanggal 28 Juni, kita pararellah dengan putusan MK,†sebut Alfitra, akhir pekan lalu.
Diketahui sebelumnya, DKPP telah menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Jumat 14 Juni 2019 lalu. Sidang pemerikasaan dipimpin Anggota DKPP Dr H Alfitra Salam didampingi oleh 3 orang anggota majelis, Firdaus dari unsur KPU Provinsi Riau, Sri Rukmini dari unsur tokoh masyarakat dan Gema Wahyu Adinata dari unsur Bawaslu Provinsi Riau.
Sidang Pemeriksaan digelar di Aula Bawaslu Riau, Jalan Adi Sucipto, Komplek Transito, Pekanbaru. Sidang dimulai sekitar pukul 09.00 WIB. Terlihat hadir pelapor Drs H Suhardiman Amby MM yang merupakan caleg DPRD Provinsi Dapil 8 dengan nomor urut 1 dari partai Hanura.
Suhardiman melaporkan Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) ke DKPP dengan jumlah aduan sebanyak 10 aduan. Suhardiman membacakan sendiri aduannya, Pertama, KPU Kabupaten Kuansing menurutnya telah melakukan perubahan DPTHP 3 secara sepihak dalam rapat pleno tertutup tanpa dihadiri oleh partai politik peserta pemilu dan Bawaslu Kuansing.
Aduan kedua, menurut Pelapor, KPU Kabupaten Kuansing tidak cermat dalam menetapkan daftar pemilih tambahan (DPTb) karena ditemukan perbedaan angka pemilih dalam kategori DPTb. Ketiga, KPU Kabupaten Kuansing melakukan kesalahan prosedur dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan. Keempat, KPU Kuansing tidak cermat dalam melakukan pengesetan terhadap logistik pemilu yang berakibat banyaknya TPS yang kekurangan surat suara.
Kelima, KPU Kuansing melakukan pembiaran dan tidak memerintahkan PPK di tingkat Kecamatan untuk menyerahkan formulir model DAA1 kepada saksi dan Bawaslu Kabupaten Kuansing. Keenam, KPU Kuansing tidak memberikan waktu dan ruang kepada saksi dalam menyampaikan keberatannya pada rapat pleno tingkat Kabupaten.
Ketujuh, salah satu anggota KPU tertidur saat pleno kabupaten berlangsung. Kedelapan, KPU Kuansing tidak memberikan hak bicara kepada saksi partai politik peserta pemilu, bahkan saksi yang telah diberi mandat dipinta menunjukkan KTP, diusir keluar hanya karena terlambat hadir. Kesembilan, salah satu anggota KPU Kuansing memiliki hubungan kekerabatan kakak adik dengan pengurus partai politik.
Dan pengaduan yang terakhir (kesepuluh), KPU Kabupaten Kuansing tidak bersedia mengakomodir permintaan saksi untuk membuka kotak suara padahal terdapat perbedaan/selisih penghitungan suara dalam formulir C1, DAA1 dan DA1.
Sementara itu pihak teradu yaitu ketua dan anggota KPU Kabupaten Kuansing hadir dan menyampaikan jawaban dengan membawa bukti-bukti versi mereka. Selain teradu, Majelis Pemeriksa juga menghadirkan Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Kuansing sebagai pihak terkait
Sidang sempat diskors dari pukul 11.30 WIB untuk melaksanakan Salat Jumat dan dilanjutkan kembali pukul 13.30 WIB. Usai Jumatan, agenda sidang adalah mendengarkan keterangan saksi-saksi dari pihak pengadu. Rencananya delapan saksi yang akan dihadirkan Suhardiman, namun sampai dengan sidang dimulai saksi yang dapat dihadirkan Suhardiman sebanyak empat orang.(das)
Laporan AFIAT ANANDA, Pekanbaru