JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus menggeber proses rekapitulasi suara tingkat nasional. Dengan capaian hingga hari ke-16, kemarin (14/3), proses rekapitulasi diprediksi selesai lebih cepat. Hingga tadi malam, KPU menuntaskan empat provinsi baru. Yakni, Bengkulu, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Barat. Sehingga total ada 25 provinsi yang rekapitulasinya sudah dibacakan.
Sebelumnya 21 provinsi tuntas direkap. Yakni, Jogjakarta, Gorontalo, Kalimantan Tengah, Bali, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Lampung, dan Jawa Tengah. Kemudian Kalimantan Utara, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur, Banten, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Riau, dan Papua Barat.
Dengan demikian, rekapitulasi tinggal menyisakan 13 provinsi. Komisioner KPU RI August Mellaz mengatakan, pihaknya berharap bisa menuntaskan rekapitulasi lebih cepat dari batas akhir. Jika melihat progres dan dinamika yang terjadi, peluang itu terbuka. ’’Kita berharap sebelum tanggal 20 (Maret) bisa selesai,’’ ujarnya kemarin.
Dari 25 provinsi itu, pasangan Prabowo-Gibran masih mendominasi. Satu-satunya provinsi yang tidak dimenangkan adalah Sumatera Barat. Di tanah Minang, Anies-Muhaimin yang unggul.
Jubir Timnas Pemenangan Amin Iwan Tarigan menuding kemenangan paslon 02 diperoleh dengan cara curang yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Misalnya, indikasi melalui putusan Mahkamah Konstitusi maupun keterlibatan aparat negara. ’’Cara-cara yang dilakukan untuk meraih kemenangan di Pilpres 2024 ini adalah cara pemenangan terburuk sejak reformasi 98,’’ kata Iwan kepada Jawa Pos kemarin (14/3).
Iwan menegaskan, hal itu tidak bisa dibiarkan. Sebab, bisa dilakukan kembali oleh penguasa berikutnya. Iwan pun memastikan pihaknya akan mengajukan sengketa hasil pemilu ke MK dan mendorong pengguliran hak angket di DPR.
Di sisi lain, anggota Komisi II DPR Fraksi PAN Guspardi Gaus menilai langkah politik untuk penyelidikan hak angket Pemilu 2024 tidak akan berjalan mulus. ’’Menurut pandangan saya, hak angket tidak akan terjadi atau terwujud,’’ jelasnya di gedung DPR RI, Senayan, kemarin (14/3).
Guspardi mengatakan, tidak mudah untuk menggalang dukungan panitia angket. Apalagi, hingga kini, sejumlah elite dari partai besar menyebut hak angket belum diperlukan.
KPU Diminta Tolak
Permintaan Nasdem
Kasus mundurnya caleg Nasdem dapil Nusa Tenggara Timur Ratu Ngadu Bonu Wulla terus menjadi sorotan. Spekulasi mundurnya caleg peraih suara terbanyak partai untuk meloloskan politikus lain dinilai bisa mencederai proses demokrasi.
Pengamat politik Citra Institute Efriza mengatakan, kasus mundurnya caleg terpilih tidak sejalan dengan sistem pemilu proporsional terbuka. Terlebih jika spekulasi soal adanya perintah partai benar terjadi. ’’Partai ini telah mengabaikan mekanisme pemilihan anggota legislatif dengan daftar calon terbuka,’’ ujarnya kemarin.
Dalam sistem terbuka, caleg terpilih bergantung pada suara rakyat, bukan pilihan elite partai. Karena itu, jika ada upaya partai mengeliminasi calon terpilih, sama saja mengabaikan suara rakyat.
Untuk itu, Efriza meminta KPU tidak menerima begitu saja permintaan Nasdem. Sebab, kasus itu bisa menjadi preseden buruk yang akan diikuti oleh partai lain. ’’Sehingga terjadinya pengabaian suara rakyat hanya untuk kepentingan orang berpengaruh dari partai,’’ terangnya.
Komisioner KPU RI August Mellaz menegaskan, KPU tidak serta-merta menuruti permintaan surat pemunduran diri. ’’Kami harus pelajari dulu,’’ kata pria asal Surabaya itu. (jpg)
Laporan JPG, Jakarta