JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Keterlambatan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Pilkada akan menyulitkan penyelenggara untuk mempersiapkan ketentuan teknis. Apalagi jika Pilkada diputuskan tetap digelar pada 9 Desember 2020.
Ketua KPU RI Arief Budiman mengatakan, jika hanya terlambat satu dua hari memang tidak terlalu berdampak signifikan pada persiapan lembaganya. Namun jika terlembat hingga hitungan pekan, maka bisa berdampak serius.
“Kalau perppu mundur, cara kami susun PKPU juga mundur. Mestinya 30 Mei sudah mulai jalan tahapan (jika Pilkada 9 Desember 2020),” ujarnya kepada JPG.
Berdasarkan perkiraannya, waktu yang dimiliki KPU menyusun PKPU tidaklah banyak. Apalagi, penerbitan PKPU tidak hanya bergantung ke pihaknya. Namun juga ada fase tanggapan publik hingga kewajiban konsultasi dengan pemerintah dan DPR. “Padahal pertengahan Mei DPR masuk masa reses. Termasuk pengundangan di Kemenkumham juga butuh waktu,” imbuhnya.
Lantas, apakah tahapan tidak bisa dimulai pada 30 Mei? Arief menjawab diplomatis. Menurutnya, KPU harus menggelar rapat pleno dahulu sebelum mengambil keputusan. Namun dia berharap, Perppu bisa segera keluar dalam waktu dekat. “Kita bicara gini siapa tahu sore (kemarin) perppu keluar, atau besok pagi (hari ini, red) keluar,” tuturnya.
Soal berapa PKPU yang akan diubah, Pria asal Surabaya itu belum dapat memastikan. Yang pasti baru PKPU tentang Tahapan dan Jadwal. Sementara PKPU lainnya akan bergantung pada isi Perppu-nya. Sebab, sebagian besar teknis tahapan banyak diatur di level undang-undang.
Sementara itu, Ketua Bawaslu RI Abhan berharap ada pasal “sapu jagat” dalam Perppu Pilkada. Yakni pasal yang memberi petunjuk pada KPU untuk menyusun Peraturan KPU (PKPU) lebih fleksibel dalam menjalankan tahapan pilkada sesuai situasi Covid.
Dengan pasal “sapu jagat”, PKPU yang disesuaikan tidak melanggar norma-norma dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota atau biasa disebut UU Pilkada.”Mudah-mudahan dalam Perppu nanti ada pasal-pasal sapu jagat. Yang artinya KPU dapat melakukan perubahan PKPU dengan tidak melampaui UU Pilkada,” kata Abhan dalam rilisnya.
Abhan menjelaskaan, saat ini tidak dimungkinkan penyelenggara, Kementerian Dalam Negeri, dan juga Komisi II DPR melakukan revisi UU Pilkada di tengah pandemi. Padahal, ada banyak aturan teknis di UU Pilkada yang tidak sesuai kondisi lapangan. Sehingga opsinya hanya diatur di PKPU.(far/jrr)