BENGKALIS (RIAUPOS.CO) – Perseteruan anggota DPRD Bengkalis Askori vs Morrison B Sihite tak cukup hanya viral di media sosial (medsos). Perseteruan ini memanas hingga berujung pemecatan staf ahli di Fraksi Suara Rakyat DPRD Kabupaten Bengkalis. Fraksi tersebut akhirnya juga pecah setelah Morrison dikeluarkan.
Kedua anggota DPRD Bengkalis ini berbeda partai politik (parpol), sempat ribut menyoal anggaran pokok pikiran (Pokir) DPRD Bengkalis saat dibagikan kepada masyarakat di Kecamatan Bantan, Bengkalis.
Perseteruan itu muncul setelah belakangan Askori yang juga Ketua DPC Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Kabupaten Bengkalis, memposting melalui akun Facebook. Dalam postingan itu, Askori membahas soal pokir 22 unit penampungan air hujan (PAH) di Desa Teluk Papal, Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis. Askori merasa Pokirnya direbut oleh rekan satu fraksinya di DPRD Bengkalis tersebut.
Dalam postingan itu Askori menyebut langsung jika pokirnya direbut oleh oknum anggota DPRD Bengkalis dari Partai Demokrat. Hal itu membuat suasana emanas karena keluhan Askori itu ditanggapi oleh sejumlah netizen. Selain itu, video postingan Askori juga sempat viral di medsos.
Terkait masalah tersebut, Askori yang juga Ketua Fraksi Suara Rakyat DPRD Kabupaten Bengkalis, Ahad (31/10/2021) kepada media, membenarkan kondisi tersebut. Dia juga mengaku telah memecat staf ahli berinisial LA. Pemecatan LA dipicu permasalahan saling klaim anggaran pokir yang tertuang di APBD Bengkalis dan dialokasikan melalui Dinas Sosial (Dinsos) Bengkalis.
"Ya benar, staf ahli berinisial LA dari Partai Demokrat sudah tidak lagi di Fraksi Suara Rakyat DPRD Bengkalis," tegas Askori.
Kemudian Askori secara resmi mengajukan surat perubahan keanggotaan Fraksi Suara Rakyat kepada Ketua DPRD Bengkalis dan mendepak Partai Demokrat dari fraksi.
"Langkah ini saya lakukan semata memperjuangkan marwah partai yang sudah dipercayakan kepada saya sebagai Ketua DPD Nasdem Kabupaten Bengkalis," ujar Askori.
Menurut pria asal Desa Bantan Tengah ini, jika berbicara koalisi fraksi di DPRD, staf ahli Fraksi Suara Rakyat berinisial LA adalah utusan dari Partai Demokrat yang diajukan, maka dengan keluarnya Demokrat dari fraksi secara otomatis LA juga keluar.
"Staf ahli diajukan kepada saya setelah pelantikan DPRD September 2019 lalu, dan saat ini juga dengan terpaksa dan dengan berat hati, juga dengan segala macam pertimbangan yang berkaitan dengan Demokrat saya mohon maaf, harus keluar dari kegiatan fraksi saat ini. Sekali lagi ini menyangkut marwah partai saya, Nasdem," terang Askori.
Ia juga mengutarakan, bergulirnya permasalahan diakuinya tidak adanya itikat baik dari partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono tersebut untuk menyelesaikan permasalah itu secara arif dan bijaksana.
"Karena tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan masalah ini dan malah sebaliknya menantang saya, bahkan hal ini juga sudah menimbulkan kegaduhan di masyarakat," ujar Askori lagi.
Bahkan sebelum permasalahan ini memanas dan berujung keretakan di dalam Fraksi Suara Rakyat DPRD Bengkalis, pihaknya sudah merendahkan hati untuk berkomunikasi kepada Ketua Partai Demokrat.
"Sebelumnya pernah juga saya telpon ketua Partai Demokrat untuk bicarakan hal ini. Seingat saya pada tanggal 17 Oktober ke Pak Azmi, tapi tidak diangkatnya, mungkin waktu itu dia lagi sibuk. Ya selanjutnya saya selesaikan dengan cara saya sendiri karena dalam hal ini kami yang dirugikan," ujar Askori.
Terhadap persoalan itu, Morrison B Sihite anggota DPRD Bengkalis dari Partai Demokrat yang dikonfirmasi Ahad malam (31/10/2021), mengatakan, dirinya tidak masalah dikeluarkan dari Fraksi Suara Rakyat DPRD Bengkalis, karena dirinya menilai Askori mengedepankan aksi premanisme dalam menyelesaikan masalah.
‘’Masak dia pukul-pukul meja di hadapan masayarakat. Ini adalah prilaku yang kurang terhormat sebagai anggota dewan terhormat,’’ ujarnya.
Menurutnya, kalaupun dikeluarkan atau keluar dari Fraksi Suara Rakyat, sangat bagus bagi dirinya. Karena dirinya juga tidak nyaman berada bersama anggota dewan yang dianggapnya lebih mengutamakan gaya premanisme. Apalagi bahasa yang digunakan juga tidak hormat.
Di Fraksi Suara Rakyat DPRD Bengkalis terdiri dari 1 kursi dari Partai Demokrat, 3 kursdi dari Partai Nasdem (partainya Askori) dan 1 kursi dari Partai PPP, sehingga terbentuklah satu fraksi gabungan.
‘’Beripsah itu hal yang umum dan biasa dan kami juga tidak cukup untuk membuat satu fraksi dan bisa bergabung ke partai lain. Saya juga bisa ke fraksi yang lain,’’ ungkapnya.
Morris juga mengatakan, dirinya sudah melaporkan ke Dewan Kehormatan (BK) DPRD Bengkalis tiga hari yang lalu. Ini bukan terkait dirinya dikeluarkan dari fraksi dan juga dikeluarkannya staf ahli, karena ini otomatis kalau sudah dikeluarkan dari fraksi tentu staf ahlinya keluar.
"Yang saya laporkan ke BK bahwa Askori tanpa dasar dan tanpa konfirmasi ke saya terlebih dahulu, langsung menuduh saya mengklaim pokir dia melalui media sosial dan menunjukkan kekerasan seperti seorang preman di hadapan masyarakat umum," ujarnya.
Kata Morrison lagi, hal tersebut memperlihatkan yang bersangkutan tak punya etika sebagai anggota dewan. Dijelaskannya, kalau gelar yang terhormat aturannya diselesaikan dengan cara yang terhormat bukan premanisme yang di tonjolkan. Morrison juga mengatakan, Askori tidak punya hak untuk mengeluarkan Demokrat karena Partai Nasdem hanya tiga kursi dan tidak cukup satu fraksi.
Artinya, terang Morris, Partai Nasdem juga harus bergabung dengan partai lain untuk mencukupi minimal 4 kursi, baru bisa terbentuk satu fraksi.
"Saya tidak nyaman bergabung dengan Partai Nasdem karena yang ditonjolkan premanismenya bukan yang kehormatan sebagai anggota DPRD," ujar Morrison mengakhiri.
Laporan: Abu Kasim (Bengkalis)
Editor: Hary B Koriun