Minggu, 8 September 2024

­­­­Pengajaran Daring Selama Wabah Corona Kurang Efektif?

Efek dari wabah corona (Covid-19) memang menyajikan
panggung sandiwara, rupa-rupa cerita dan peristiwa mengiringi hari-hari kita. Berbagai
media cetak, online, dan elektronik silih berganti setiap hari selalu memberikan
updates terbaru tentang perkembangan
penyebaran wabah corona.

Belum lagi kita dengar cerita memilukan dari para
pengemudi Ojol (Ojek Online), para pedagang kecil yang penghasilannya dari hari
ke hari makin menipis, serta kisah para medis yang wafat dikarenakan terserang
virus mematikan tersebut di saat bertugas.

Di dunia pendidikan ada juga berbagai kisah yang
tak kunjung usai di tengah wabah corona ini. Salah satunya adalah pengajaran Daring
(Dalam Jaringan) yang sarat akan berbagai kritikan dan saran. Setiap sesuatu hal
yang baru dan terkesan mendadak untuk diaplikasikan, beberapa hal memang selalu
memiliki kelebihan dan kelemahan tertentu yang menjadi alas an mengapa
pengajaran daring belum dapat dilakukan sepenuhnya sebagaimana yang diharapkan.


Pendayagunaan
Aplikasi Digital yang Kurang Optimal

Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa sebagian besar
masyarakat di dunia termasuk di Indonesia dalam menyikapi perkembangan
teknologi hanya memanfaatkan perangkat dan fasilitas digital untuk hal-hal yang
bersifat entertainment dan hanya
sebatas dapat saling bertegur sapa dan bercanda di dunia maya. Kita lihat saja begitu
masifnya pemilik akun FB, WhatsApp,
Tweeter, Instagram, line
, dan sebagainya. Dilain pihak, mereka tidak
menyadari, karena mungkin tidak diberi kesadaran untuk sadar, bahwa sebenarnya
ada berbagai aplikasi yang disediakan oleh berbagai provider digital raksasa seperti google yang menyajikan variasi fitur
aplikasi dalam kehidupan sehari-hari kita: google
classroom, ,google drive, google meet and chat
, juga yang viral sekarang
penggunaan aplikasi zoom, yang
digagas oleh milioner Amerika, Eric Yuan.

Bagi mereka yang bergelut di sektor bisnis, pendidikan
dan sebagainya, aplikasi ini memberikan banyak manfaat. Google classroom contohnya, memberikan bantuan bagi para guru untuk
memberikan pengajaran daring. Nah, yang menjadi masalah sekarang, mengapa salah
satu pemegang kendali stakeholder
pendidikan, yaitu pemerintah, dalam hal ini kementrian pendidikan dan
kebudayaan belum optimal memasyaratkan berbagai aplikasi digital ini, termasuk Google Classroom bagi para guru kita? padahal
peluncuran berbagai aplikasi, khususnya dari google sudah dilakukan sejak
periode 2014 – 2017. Alhasil, ketika kita dihadapkan dengan masa kritis seperti
wabah corona ini, sebagian besar guru sangat terkejut, dan terkesan belum siap
dalam melakukan pengajaran daring.

- Advertisement -

Banyak kisah lucu kita lihat dan dengar dalam
pembelajaran daring ini. Ada yang menaja ceramah online, ada yang tetap mengajar di kelas seperti biasa tetapi
divideokan. Yang menggelikan di sini, guru hanya mengajar bangku-bangku kosong yang
kemudian dikirim ke aplikasi Whatsapp
siswa, ada juga yang memanfaatkan konten-konten gratis dari berbagai sumber dan
berbagai kisah sandiwara pengajaran daring lainnya.

Satu hal lain lagi yang mesti diingat bahwa masalah
keakraban dengan berbagai variasi aplikasi virtual sebenarnya tidak bisa
dikatakan tergantung kepada pribadi dan hobi seseorang. Jika dia merasa
memerlukan, seharusnya dia sendiri yang harus belajar. Persepsi ini tidak
sepenuhya dapat dibenarkan karena jika kita berpikir demikian, kemajuan dan
perkembangan teknologi informasi di negara ini akan tetap stagnant alias tidak dinamis. Pemerintah harus mengambil peran bagaimana
caranya agar perangkat dan aplikasi IT harus menjadi keperluan dan bagian dari
kehidupan sehari-hari masyarakat kita khususnya mereka yang terlibat di sektor
pendidikan.

- Advertisement -

Harus ada himbauan dan kebijaksanaan yang bersifat masif dan sistematis dari pemerintah,
sehingga literasi  dan equalitas di
bidang IT  akan dapat diwujudkan. Bukan
seperti sekarang, penguasaan berbagai aplikasi internet hanya dikuasai oleh
kalangan tertentu saja. Masyarakat, khususnya stakeholders dunia pendidikan: siswa, guru, orang tua harus
diakrabkan dengan IT.

Semestinya, pemerintah dalam hal ini, yakni Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan  berkoordinasi
dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi, Kota dan Kabupaten  sejak dini sudah mengantisipasi hal ini dengan
penyediaan tenaga IT, terutama dalam membantu para guru yang masih belum
familiar dengan penggunaan aplikasi-aplikasi ini.

Baca Juga:  Mengimplementasikan Nilai Sumpah Pemuda Dalam Membentuk Karakter Pemuda

Seiring dengan percepatan perkembangan teknologi di
era industri 4.0 dan society 5.0 ini, sudah semestinya hal ini sangat urgent dilakukan. Kerahkan para tenaga
IT yang ada sekarang di tiap sekolah di seluruh Indonesia, Beri mereka
pelatihan tambahan, untuk memfasilitasi para guru dalam memanfaatkan beragam aplikasi
virtual tersebut. Agar pemanfaatan para tenaga IT ini efektif. Perlu juga dibuat
sebuah kesepakatan antar orang tua, guru, pihak dinas dikbud dan tenaga IT yang
terampil di tiap sekolah untuk membuat pojok daring, yaitu suatu ruang yang
memberikan kesempatan kepada guru, siswa dan orang tua untuk bertanya setiap
saat, Tanpa batas waktu melalui telepon biasa, video call atau pesan WhatsApp.
Mereka bias sharing tentang berbagai
kendala yang mereka hadapi saat mengaplikasikan aplikasi virtual tersebut.
Tentu hal ini harus diikuti  kebijakan  menambah intensif dan bonus tertentu bagi para
tenaga IT di tiap sekolah.

Hal ini telah dilakukan di banyak negara, tidak
hanya di negara-negara maju tetapi juga di negara-negara berkembang dan bahkan di
negara miskin sekalipun. Beberapa  contoh
seperti  Vietnam dan Thailand telah lama
menyiapkan para tenaga IT di tiap sekolah yang dapat dihubungi setiap saat
dalam mensikapi pemanfaatan teknologi, khususnya pengajaran daring.

Di samping keberadaan tenaga IT yang dapat
dihubungi setiap saat, juga harus diiringi oleh kegiatan pelatihan dan berbagai
program upgrading lainnya tentang
strategi dan metode cara pengajaran daring sehingga guru tidak hanya terampil
dalam menggunakan aplikasi virtual,  tetapi juga akan memiliki wawasan dan skill
tambahan tentang berbagai tips dan inovasi cara mengajar dalam daring.

Sebagai follow
up
dari pelatihan dan bimbingan teknis ini, setiap sekolah harus memiliki
konsultan professional tetap, baik dari perguruan tinggi maupun para praktisi
yang memiliki pengalaman dibidang metoda dan strategi pengajaran daring. Jika
hal ini dilakukan secara intens, kita
berharap pembelajaran daring ini akan menjadi bagian dari ruitinitas bagi setiap
guru, dan siswa. Dengan harapan nantinya dapat menjadi suatu hal yang lumrah
dan harus dilakukan saat terjadi kondisi force
majeur
, seperti wabah corona saat sekarang ini.

Pemberian
PR bagi Siswa Kurang Variatif dan Innovatif.

Satu hal yang sangat kita sayangkan, sebagian besar
guru kita masih mengandalkan latihan-latihan dan aktivitas-akvitias di buku
ajar saat memberikan PR (Pekerjaan Rumah) kepada siswa. Seharusnya, bapak dan
ibu guru  harus melakukan inovasi dengan
memanfaatkan berbagai peristiwa dan keadaan lingkungan di sekitar siswa yang
dapat dihubungkan dengan topik yang dipelajari di sekolah. Seperti materi perkalian,
pembagian, pengurangan. Dalam pelajaran matematika contohnya, guru dapat
memanfaatkan benda-benda dan lingkungan yang akrab bagi siswa di sekitar rumah,
juga gambar-gambar dan kegiatan yang ada di internet  dapat dimanfaatkan untuk mengkonstruk daya
eksplorasi motorik siswa. Hal ini banyak dilakukan para guru di Jepang dan
Korea sehingga orang tua pun dapat dilibatkan dan suasana belajar di rumah
berlangsung dengan serius, akrab, dan santai.

Untuk kondisi di Indonesia seperti pelajaran PPKN
dan Agama, hal ini sangat gampang dilakukan dengan memberikan PR kepada
anak-anak dalam bentuk pengembangan daya nalar dan menguji empati, simpati, dan
kepedulian mereka. Ada seorang guru di Jawa yang memberikan pertanyaan menarik
kepada siswi kelas IV-nya untuk PR mata pelajaran PPKN: “Kalau ada tetangga
kamu yang miskin perlu bantuan  dengan meminjam
uang kepada ibu, kamu mau nggak menyuruh ibu membantunya? kalau mau, kenapa
harus dibantu? Coba kamu tulis apa saja yang dapat kita bantu untuk orang
miskin”.

Intinya di sini guru dan orang tua harus saling
bersinergi dan menjalin hubungan yang harmonis dalam membantu anak mengerjakan
PR. Salah satunya mencari berbagai alternatif yang dapat memotivasi anak,
sehingga PR bagi mereka merupakan sesuatu yang menantang sekaligus mengasikkan,
Sepanjang tidak menganggu ritme kurikulum dan target pengajaran dari sekolah.

Baca Juga:  Kesehatan Ginjal untuk Semua (Tema Hari Ginjal Sedunia 2022)

Pemberian
Harga Khusus untuk Paket Internet
bagi Para
Guru dan Siswa
.

Kita sangat berterima kasih sekali kepada pemerintah,
terutama kepada pihak PT Telkom Indonesia, yang telah menyediakan fasilitas
jaringan internet hingga ke kecamatan bahkan sampai ke desa-desa. Di setiap
sudut perkantoran, sekolah, restoran, café dan fasilitas umum lainnya fasilitas
wifi (Wireless Fidelity) telah tersedia. Meskipun begitu, karena ada beberapa
masalah teknis, jalannya jaringan internet masih belum stabil dan masih ada
beberapa wilayah mengalami kesulitan bahkan belum dapat sepenuhnya mendapatkan
koneksi internet, dikarenakan aliran listrik yang tersedia masih dilakukan secara
bergilir.

Meskipun demikian, di abad digital sekarang  tidak semua masyarakat dapat memanfaatkan
fasilitas online ini. Masih banyak kita lihat anak-anak sekolah harus membeli
berbagai jenis paket internet yang bagi kalangan tertentu masih dirasa memberatkan.
Hal ini sebenarnya dapat diantisipasi oleh pemerintah dalam bentuk koordinasi
dua pilar kementrian Kemenkominfo dan Kemendikbud dengan menyediakan paket
khusus internet, Terutama bagi para guru dan siswa, sehingga mereka akan merasa
sangat terbantu dan terus termotivasi memanfaatkan berbagai aplikasi pengajaran
virtual yang ada.

Berbeda dengan beberapa negara lain yang sangat
perduli dengan perkembangan IT, di Indonesia harga paket internet terutama bagi
para siswa dan guru yang berada di kelas ekonomi menengah ke bawah masih dirasa
mahal, apalagi saat terjadi krisis wabah korona seperti sekarang. Jangankan
memikirkan untuk membeli paket internet, sudah dapat bertahan hidup dan dapat
makan sehari saja mereka sudah sangat bersyukur. Oleh sebab itu, suatu terobosan
yang akan diacungi jempol jika hal ini dipertimbangkan dan diimplementasikan
dalam bentuk PERMEN dan PERDA.

Ada yang berargumentasi bahwa dengan ketersediaan
internet hingga pedesaan dan jika paket internet semakin murah akan menimbulkan
efek negatif, terutama pada generasi muda yang waktu mereka habis terbuang
hanya bermain online game, saling
kontak lewat fb, whatsApp, twitter, instagram,
line
dan bahkan hingga menonton adgan pornografi. Dampak negatif ini
sebenarnya dapat di atasi jika para stakeholders
pendidikan: Pemerintah (DEPDIKBUD) dan sekolah dari sekarang dapat merancang
suatu program periodik yang bersifat edukasi bagi para siswa sehingga rutinitas
mereka sibuk dengan memanfaatkan aplikasi teknologi untuk kegiatan positif. Salah
satunya adalah pemberian tugas PR lewat media online dengan berbagai pendekatan
dan metode yang variatif dan inovatif. Sehingga anak-anak kita merasa akrab
dengan IT sekaligus keberadaan IT itu memberikan output yang positif bagi
mereka.

Pemerintah dan pihak swasta sekarang ini sebenarnya
sudah menyediakan berbagai layanan layanan daring bagi para guru dan siswa
di masa krisi wabah corona ini, di antaranya: Rumah Belajar (https://belajar.kemdikbud.go.id, Google G Suite for Education (https://blog.google/outreach-initiatives/education/offline-access-covid19)/,
Kelas Pintar (
https://kelaspintar.id), Ruangguru Gratis
(
https://sekolahonline.ruangguru.com).

Tetapi yang mengherankan kita,
masih banyak siswa kita memiliki minat yang kurang mengakses situs-situs di
atas. Mengapa demikian? Salah satunya situs-situs ini masih bersifat belajar
secara resmi lewat online. Seharusnya harus dilakukan berbagai inovasi,
produktivitas dan daya kreativitas yang tinggi, sehingga situs-situs ini dapat
menampung keinginan dan minat anak yang kemudian mereka merasa dalam
situs-situs ini dapat belajar sambil bermain.

Dengan demikian, dapat mengalahkan
keberadaan online game, fb, Instagram,
dan sebagainya yang banyak menghabiskan waktu mereka secara percuma yang bahkan
bahkan dampak negatifnya lebih banyak dari pada dampak positif bagi perkembangan
psikologis mereka. Insya Allah, tulisan ringan ini dapat menjadi pemikiran bagi
kita bersama, semoga. Ingat! selama krisis corona #DIRUMAH SAJA!***

Efek dari wabah corona (Covid-19) memang menyajikan
panggung sandiwara, rupa-rupa cerita dan peristiwa mengiringi hari-hari kita. Berbagai
media cetak, online, dan elektronik silih berganti setiap hari selalu memberikan
updates terbaru tentang perkembangan
penyebaran wabah corona.

Belum lagi kita dengar cerita memilukan dari para
pengemudi Ojol (Ojek Online), para pedagang kecil yang penghasilannya dari hari
ke hari makin menipis, serta kisah para medis yang wafat dikarenakan terserang
virus mematikan tersebut di saat bertugas.

Di dunia pendidikan ada juga berbagai kisah yang
tak kunjung usai di tengah wabah corona ini. Salah satunya adalah pengajaran Daring
(Dalam Jaringan) yang sarat akan berbagai kritikan dan saran. Setiap sesuatu hal
yang baru dan terkesan mendadak untuk diaplikasikan, beberapa hal memang selalu
memiliki kelebihan dan kelemahan tertentu yang menjadi alas an mengapa
pengajaran daring belum dapat dilakukan sepenuhnya sebagaimana yang diharapkan.


Pendayagunaan
Aplikasi Digital yang Kurang Optimal

Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa sebagian besar
masyarakat di dunia termasuk di Indonesia dalam menyikapi perkembangan
teknologi hanya memanfaatkan perangkat dan fasilitas digital untuk hal-hal yang
bersifat entertainment dan hanya
sebatas dapat saling bertegur sapa dan bercanda di dunia maya. Kita lihat saja begitu
masifnya pemilik akun FB, WhatsApp,
Tweeter, Instagram, line
, dan sebagainya. Dilain pihak, mereka tidak
menyadari, karena mungkin tidak diberi kesadaran untuk sadar, bahwa sebenarnya
ada berbagai aplikasi yang disediakan oleh berbagai provider digital raksasa seperti google yang menyajikan variasi fitur
aplikasi dalam kehidupan sehari-hari kita: google
classroom, ,google drive, google meet and chat
, juga yang viral sekarang
penggunaan aplikasi zoom, yang
digagas oleh milioner Amerika, Eric Yuan.

Bagi mereka yang bergelut di sektor bisnis, pendidikan
dan sebagainya, aplikasi ini memberikan banyak manfaat. Google classroom contohnya, memberikan bantuan bagi para guru untuk
memberikan pengajaran daring. Nah, yang menjadi masalah sekarang, mengapa salah
satu pemegang kendali stakeholder
pendidikan, yaitu pemerintah, dalam hal ini kementrian pendidikan dan
kebudayaan belum optimal memasyaratkan berbagai aplikasi digital ini, termasuk Google Classroom bagi para guru kita? padahal
peluncuran berbagai aplikasi, khususnya dari google sudah dilakukan sejak
periode 2014 – 2017. Alhasil, ketika kita dihadapkan dengan masa kritis seperti
wabah corona ini, sebagian besar guru sangat terkejut, dan terkesan belum siap
dalam melakukan pengajaran daring.

Banyak kisah lucu kita lihat dan dengar dalam
pembelajaran daring ini. Ada yang menaja ceramah online, ada yang tetap mengajar di kelas seperti biasa tetapi
divideokan. Yang menggelikan di sini, guru hanya mengajar bangku-bangku kosong yang
kemudian dikirim ke aplikasi Whatsapp
siswa, ada juga yang memanfaatkan konten-konten gratis dari berbagai sumber dan
berbagai kisah sandiwara pengajaran daring lainnya.

Satu hal lain lagi yang mesti diingat bahwa masalah
keakraban dengan berbagai variasi aplikasi virtual sebenarnya tidak bisa
dikatakan tergantung kepada pribadi dan hobi seseorang. Jika dia merasa
memerlukan, seharusnya dia sendiri yang harus belajar. Persepsi ini tidak
sepenuhya dapat dibenarkan karena jika kita berpikir demikian, kemajuan dan
perkembangan teknologi informasi di negara ini akan tetap stagnant alias tidak dinamis. Pemerintah harus mengambil peran bagaimana
caranya agar perangkat dan aplikasi IT harus menjadi keperluan dan bagian dari
kehidupan sehari-hari masyarakat kita khususnya mereka yang terlibat di sektor
pendidikan.

Harus ada himbauan dan kebijaksanaan yang bersifat masif dan sistematis dari pemerintah,
sehingga literasi  dan equalitas di
bidang IT  akan dapat diwujudkan. Bukan
seperti sekarang, penguasaan berbagai aplikasi internet hanya dikuasai oleh
kalangan tertentu saja. Masyarakat, khususnya stakeholders dunia pendidikan: siswa, guru, orang tua harus
diakrabkan dengan IT.

Semestinya, pemerintah dalam hal ini, yakni Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan  berkoordinasi
dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi, Kota dan Kabupaten  sejak dini sudah mengantisipasi hal ini dengan
penyediaan tenaga IT, terutama dalam membantu para guru yang masih belum
familiar dengan penggunaan aplikasi-aplikasi ini.

Baca Juga:  Membangun Komunikasi

Seiring dengan percepatan perkembangan teknologi di
era industri 4.0 dan society 5.0 ini, sudah semestinya hal ini sangat urgent dilakukan. Kerahkan para tenaga
IT yang ada sekarang di tiap sekolah di seluruh Indonesia, Beri mereka
pelatihan tambahan, untuk memfasilitasi para guru dalam memanfaatkan beragam aplikasi
virtual tersebut. Agar pemanfaatan para tenaga IT ini efektif. Perlu juga dibuat
sebuah kesepakatan antar orang tua, guru, pihak dinas dikbud dan tenaga IT yang
terampil di tiap sekolah untuk membuat pojok daring, yaitu suatu ruang yang
memberikan kesempatan kepada guru, siswa dan orang tua untuk bertanya setiap
saat, Tanpa batas waktu melalui telepon biasa, video call atau pesan WhatsApp.
Mereka bias sharing tentang berbagai
kendala yang mereka hadapi saat mengaplikasikan aplikasi virtual tersebut.
Tentu hal ini harus diikuti  kebijakan  menambah intensif dan bonus tertentu bagi para
tenaga IT di tiap sekolah.

Hal ini telah dilakukan di banyak negara, tidak
hanya di negara-negara maju tetapi juga di negara-negara berkembang dan bahkan di
negara miskin sekalipun. Beberapa  contoh
seperti  Vietnam dan Thailand telah lama
menyiapkan para tenaga IT di tiap sekolah yang dapat dihubungi setiap saat
dalam mensikapi pemanfaatan teknologi, khususnya pengajaran daring.

Di samping keberadaan tenaga IT yang dapat
dihubungi setiap saat, juga harus diiringi oleh kegiatan pelatihan dan berbagai
program upgrading lainnya tentang
strategi dan metode cara pengajaran daring sehingga guru tidak hanya terampil
dalam menggunakan aplikasi virtual,  tetapi juga akan memiliki wawasan dan skill
tambahan tentang berbagai tips dan inovasi cara mengajar dalam daring.

Sebagai follow
up
dari pelatihan dan bimbingan teknis ini, setiap sekolah harus memiliki
konsultan professional tetap, baik dari perguruan tinggi maupun para praktisi
yang memiliki pengalaman dibidang metoda dan strategi pengajaran daring. Jika
hal ini dilakukan secara intens, kita
berharap pembelajaran daring ini akan menjadi bagian dari ruitinitas bagi setiap
guru, dan siswa. Dengan harapan nantinya dapat menjadi suatu hal yang lumrah
dan harus dilakukan saat terjadi kondisi force
majeur
, seperti wabah corona saat sekarang ini.

Pemberian
PR bagi Siswa Kurang Variatif dan Innovatif.

Satu hal yang sangat kita sayangkan, sebagian besar
guru kita masih mengandalkan latihan-latihan dan aktivitas-akvitias di buku
ajar saat memberikan PR (Pekerjaan Rumah) kepada siswa. Seharusnya, bapak dan
ibu guru  harus melakukan inovasi dengan
memanfaatkan berbagai peristiwa dan keadaan lingkungan di sekitar siswa yang
dapat dihubungkan dengan topik yang dipelajari di sekolah. Seperti materi perkalian,
pembagian, pengurangan. Dalam pelajaran matematika contohnya, guru dapat
memanfaatkan benda-benda dan lingkungan yang akrab bagi siswa di sekitar rumah,
juga gambar-gambar dan kegiatan yang ada di internet  dapat dimanfaatkan untuk mengkonstruk daya
eksplorasi motorik siswa. Hal ini banyak dilakukan para guru di Jepang dan
Korea sehingga orang tua pun dapat dilibatkan dan suasana belajar di rumah
berlangsung dengan serius, akrab, dan santai.

Untuk kondisi di Indonesia seperti pelajaran PPKN
dan Agama, hal ini sangat gampang dilakukan dengan memberikan PR kepada
anak-anak dalam bentuk pengembangan daya nalar dan menguji empati, simpati, dan
kepedulian mereka. Ada seorang guru di Jawa yang memberikan pertanyaan menarik
kepada siswi kelas IV-nya untuk PR mata pelajaran PPKN: “Kalau ada tetangga
kamu yang miskin perlu bantuan  dengan meminjam
uang kepada ibu, kamu mau nggak menyuruh ibu membantunya? kalau mau, kenapa
harus dibantu? Coba kamu tulis apa saja yang dapat kita bantu untuk orang
miskin”.

Intinya di sini guru dan orang tua harus saling
bersinergi dan menjalin hubungan yang harmonis dalam membantu anak mengerjakan
PR. Salah satunya mencari berbagai alternatif yang dapat memotivasi anak,
sehingga PR bagi mereka merupakan sesuatu yang menantang sekaligus mengasikkan,
Sepanjang tidak menganggu ritme kurikulum dan target pengajaran dari sekolah.

Baca Juga:  Aroma Korupsi dalam Rangkap Jabatan

Pemberian
Harga Khusus untuk Paket Internet
bagi Para
Guru dan Siswa
.

Kita sangat berterima kasih sekali kepada pemerintah,
terutama kepada pihak PT Telkom Indonesia, yang telah menyediakan fasilitas
jaringan internet hingga ke kecamatan bahkan sampai ke desa-desa. Di setiap
sudut perkantoran, sekolah, restoran, café dan fasilitas umum lainnya fasilitas
wifi (Wireless Fidelity) telah tersedia. Meskipun begitu, karena ada beberapa
masalah teknis, jalannya jaringan internet masih belum stabil dan masih ada
beberapa wilayah mengalami kesulitan bahkan belum dapat sepenuhnya mendapatkan
koneksi internet, dikarenakan aliran listrik yang tersedia masih dilakukan secara
bergilir.

Meskipun demikian, di abad digital sekarang  tidak semua masyarakat dapat memanfaatkan
fasilitas online ini. Masih banyak kita lihat anak-anak sekolah harus membeli
berbagai jenis paket internet yang bagi kalangan tertentu masih dirasa memberatkan.
Hal ini sebenarnya dapat diantisipasi oleh pemerintah dalam bentuk koordinasi
dua pilar kementrian Kemenkominfo dan Kemendikbud dengan menyediakan paket
khusus internet, Terutama bagi para guru dan siswa, sehingga mereka akan merasa
sangat terbantu dan terus termotivasi memanfaatkan berbagai aplikasi pengajaran
virtual yang ada.

Berbeda dengan beberapa negara lain yang sangat
perduli dengan perkembangan IT, di Indonesia harga paket internet terutama bagi
para siswa dan guru yang berada di kelas ekonomi menengah ke bawah masih dirasa
mahal, apalagi saat terjadi krisis wabah korona seperti sekarang. Jangankan
memikirkan untuk membeli paket internet, sudah dapat bertahan hidup dan dapat
makan sehari saja mereka sudah sangat bersyukur. Oleh sebab itu, suatu terobosan
yang akan diacungi jempol jika hal ini dipertimbangkan dan diimplementasikan
dalam bentuk PERMEN dan PERDA.

Ada yang berargumentasi bahwa dengan ketersediaan
internet hingga pedesaan dan jika paket internet semakin murah akan menimbulkan
efek negatif, terutama pada generasi muda yang waktu mereka habis terbuang
hanya bermain online game, saling
kontak lewat fb, whatsApp, twitter, instagram,
line
dan bahkan hingga menonton adgan pornografi. Dampak negatif ini
sebenarnya dapat di atasi jika para stakeholders
pendidikan: Pemerintah (DEPDIKBUD) dan sekolah dari sekarang dapat merancang
suatu program periodik yang bersifat edukasi bagi para siswa sehingga rutinitas
mereka sibuk dengan memanfaatkan aplikasi teknologi untuk kegiatan positif. Salah
satunya adalah pemberian tugas PR lewat media online dengan berbagai pendekatan
dan metode yang variatif dan inovatif. Sehingga anak-anak kita merasa akrab
dengan IT sekaligus keberadaan IT itu memberikan output yang positif bagi
mereka.

Pemerintah dan pihak swasta sekarang ini sebenarnya
sudah menyediakan berbagai layanan layanan daring bagi para guru dan siswa
di masa krisi wabah corona ini, di antaranya: Rumah Belajar (https://belajar.kemdikbud.go.id, Google G Suite for Education (https://blog.google/outreach-initiatives/education/offline-access-covid19)/,
Kelas Pintar (
https://kelaspintar.id), Ruangguru Gratis
(
https://sekolahonline.ruangguru.com).

Tetapi yang mengherankan kita,
masih banyak siswa kita memiliki minat yang kurang mengakses situs-situs di
atas. Mengapa demikian? Salah satunya situs-situs ini masih bersifat belajar
secara resmi lewat online. Seharusnya harus dilakukan berbagai inovasi,
produktivitas dan daya kreativitas yang tinggi, sehingga situs-situs ini dapat
menampung keinginan dan minat anak yang kemudian mereka merasa dalam
situs-situs ini dapat belajar sambil bermain.

Dengan demikian, dapat mengalahkan
keberadaan online game, fb, Instagram,
dan sebagainya yang banyak menghabiskan waktu mereka secara percuma yang bahkan
bahkan dampak negatifnya lebih banyak dari pada dampak positif bagi perkembangan
psikologis mereka. Insya Allah, tulisan ringan ini dapat menjadi pemikiran bagi
kita bersama, semoga. Ingat! selama krisis corona #DIRUMAH SAJA!***

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari