Vaksin dan Hak Warga Negara

Fenomena vaksin di tengah masyarakat, hingga kini masih terjadi pro dan kontra.  Masyarakat sadar dan percaya akan adanya Covid-19. Namun di satu sisi, masyarakat juga punya hak untuk menentukan pengobatan yang tepat untuk dirinya, berdasarkan dari data-data yang diperoleh.

Bisa jadi, vaksin yang ada sekarang sebagian masyarakat tidak bisa menerima dengan berbagai alasan tertentu. Salah satu contoh kasus mengenai warga negara, yang sudah divaksin. Tapi masih terkena Covid-19. Dalam artian, tidak menghentikan dan apalagi ada vaksin tahap 2, bahkan kemungkinan besar ada tahap 3 dan seterusnya. Karena tidak ada kepastian dari pemerintah.

- Advertisement -

Surat Edaran (SE) Kementerian Perhubungan No 45 tahun 2021, tentang PPKM Darurat mewajibkan masyarakat pengguna transportasi udara, salah satu poinnya, mewajibkan persyaratan sertifikasi vaksin tahap 1. Vaksin yang secara langsung dimasukkan ke dalam tubuh, berbeda dengan PCR/antigen. Karena sebuah pembuktian bahwa tubuh kita bebas dari Covid-19, dan ini bisa dimaklumi dikarenakan tidak ada zat yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia.

Sesuai pasal 5 ayat 3 UU No 36 tahun 2009, tentang Kesehatan. Bahwasanya, setiap orang berhak untuk secara mandiri dan bertanggung jawab, menentukan sendiri pelayan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.  Secara hirarki Perundang-undangan No 15/2019, Perubahan atas UU No 12 tahun 2011,dan Perubahan atas UU No 10/2004 biasa dikenal dengan hirarki Perundang-undangan.

- Advertisement -

SE Kementerian Perhubungan mewajibkan vaksin, bertentangan dengan undang-undang. Masyarakat yang tidak mau divaksin, sementara membutuhkan moda transportasi udara, apalagi untuk keperluan bisnis dan kepentingan lainnya.

Tentu ini akan sangat merugikan masyarakat. Sementara masyarakat yang akan menggunakan moda transportasi udara tersebut sudah negatif, berdasarkan hasil PCR/antigen.  Secara kesehatan, masyarakat tersebut tidak dalam keadaan sakit atau terpapar virus yang membahayakan daerah di mana dia akan berkunjung.

Ditambah lagi dengan adanya Perpres No 14 tahun 2021, tentang pengadaan vaksin, dan peraturan di dalam Perpres itu tertulis mengenai sanksi, bagi masyarakat yang tidak mau divaksin, seperti tertuang di dalam pasal 13 ayat 4 yaitu “Penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial, atau bantuan sosial, penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan dan atau denda.

Denda yang dimaksud merujuk kepada pasal 14 ayat 1,2,dan 3 UU No 4 tahun 1984, tentang wabah yaitu Rp1.000.000 dan bagi yang menghalangi yaitu Rp 500.000.

Pilihan Bukan Paksaan
UUD 1945 Pasal 28A berbunyi, setiap orang berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. Berdasarkan hal ini, jelas bahwa vaksin itu merupakan hak warga negara. Contoh kasus masyarakat A yang tidak mau divaksin, dan masyarakat B yang mau divaksin. Masyarakat A yang tidak mau divaksin, berarti sudah siap menerima segala risiko termasuk kematian.

Sedangkan masyarakat B, tidak perlu khawatir akan tertular dari masyarakat A, karena sudah divaksin, biarkan saja itu risiko dan hak warga negara A. Termasuk juga pemerintah, tidak perlu memberi sanksi. Karena itu melanggar HAM. Sangat tidak realistis menurut saya, masyarakat yang tidak mau divaksin dan itu diperbolehkan pemerintah, asal mau menerima sanksi yang salah satu poinnya itu hak mutlak warga negara di dalam Perpres No 14 tahun 2021 pasal 13a ayat 4.

Dalam kondisi sulit seperti dialami masyarakat A saat ini, masyarakat yang tidak mau divaksin dikenai juga sanksi denda berupa materi seperti yang dijelaskan dalam Perpres No 14 tahun 2021 di dalam pasal 13b. Seharusnya masyarakat A yang sudah siap menerima segala risiko, tidak perlu diberi sanksi, karena itu merupakan hak asasi manusia masyarakat A.  

Harusnya sanksi tegas itu untuk pelanggar protokol kesehatan, tidak memakai masker, berkerumun misalnya. Sebab ini bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap masyarakat A yang tidak mau divaksin untuk melindunginya. Karena melindungi setiap warga negara merupakan kewajiban pemerintah, yang tertuang di dalam preambule UUD 45.

Sebenarnya yang paling penting lagi, edukasi pemerintah pentingnya mencuci tangan, menjaga jarak, tidak berkerumun dan peraturan peraturan untuk menghentikan virus berbahaya Covid-19, yang tidak berhubungan dengan zat yang di masukkan ke dalam tubuh manusia.***

 

Fenomena vaksin di tengah masyarakat, hingga kini masih terjadi pro dan kontra.  Masyarakat sadar dan percaya akan adanya Covid-19. Namun di satu sisi, masyarakat juga punya hak untuk menentukan pengobatan yang tepat untuk dirinya, berdasarkan dari data-data yang diperoleh.

Bisa jadi, vaksin yang ada sekarang sebagian masyarakat tidak bisa menerima dengan berbagai alasan tertentu. Salah satu contoh kasus mengenai warga negara, yang sudah divaksin. Tapi masih terkena Covid-19. Dalam artian, tidak menghentikan dan apalagi ada vaksin tahap 2, bahkan kemungkinan besar ada tahap 3 dan seterusnya. Karena tidak ada kepastian dari pemerintah.

Surat Edaran (SE) Kementerian Perhubungan No 45 tahun 2021, tentang PPKM Darurat mewajibkan masyarakat pengguna transportasi udara, salah satu poinnya, mewajibkan persyaratan sertifikasi vaksin tahap 1. Vaksin yang secara langsung dimasukkan ke dalam tubuh, berbeda dengan PCR/antigen. Karena sebuah pembuktian bahwa tubuh kita bebas dari Covid-19, dan ini bisa dimaklumi dikarenakan tidak ada zat yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia.

Sesuai pasal 5 ayat 3 UU No 36 tahun 2009, tentang Kesehatan. Bahwasanya, setiap orang berhak untuk secara mandiri dan bertanggung jawab, menentukan sendiri pelayan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.  Secara hirarki Perundang-undangan No 15/2019, Perubahan atas UU No 12 tahun 2011,dan Perubahan atas UU No 10/2004 biasa dikenal dengan hirarki Perundang-undangan.

SE Kementerian Perhubungan mewajibkan vaksin, bertentangan dengan undang-undang. Masyarakat yang tidak mau divaksin, sementara membutuhkan moda transportasi udara, apalagi untuk keperluan bisnis dan kepentingan lainnya.

Tentu ini akan sangat merugikan masyarakat. Sementara masyarakat yang akan menggunakan moda transportasi udara tersebut sudah negatif, berdasarkan hasil PCR/antigen.  Secara kesehatan, masyarakat tersebut tidak dalam keadaan sakit atau terpapar virus yang membahayakan daerah di mana dia akan berkunjung.

Ditambah lagi dengan adanya Perpres No 14 tahun 2021, tentang pengadaan vaksin, dan peraturan di dalam Perpres itu tertulis mengenai sanksi, bagi masyarakat yang tidak mau divaksin, seperti tertuang di dalam pasal 13 ayat 4 yaitu “Penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial, atau bantuan sosial, penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan dan atau denda.

Denda yang dimaksud merujuk kepada pasal 14 ayat 1,2,dan 3 UU No 4 tahun 1984, tentang wabah yaitu Rp1.000.000 dan bagi yang menghalangi yaitu Rp 500.000.

Pilihan Bukan Paksaan
UUD 1945 Pasal 28A berbunyi, setiap orang berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. Berdasarkan hal ini, jelas bahwa vaksin itu merupakan hak warga negara. Contoh kasus masyarakat A yang tidak mau divaksin, dan masyarakat B yang mau divaksin. Masyarakat A yang tidak mau divaksin, berarti sudah siap menerima segala risiko termasuk kematian.

Sedangkan masyarakat B, tidak perlu khawatir akan tertular dari masyarakat A, karena sudah divaksin, biarkan saja itu risiko dan hak warga negara A. Termasuk juga pemerintah, tidak perlu memberi sanksi. Karena itu melanggar HAM. Sangat tidak realistis menurut saya, masyarakat yang tidak mau divaksin dan itu diperbolehkan pemerintah, asal mau menerima sanksi yang salah satu poinnya itu hak mutlak warga negara di dalam Perpres No 14 tahun 2021 pasal 13a ayat 4.

Dalam kondisi sulit seperti dialami masyarakat A saat ini, masyarakat yang tidak mau divaksin dikenai juga sanksi denda berupa materi seperti yang dijelaskan dalam Perpres No 14 tahun 2021 di dalam pasal 13b. Seharusnya masyarakat A yang sudah siap menerima segala risiko, tidak perlu diberi sanksi, karena itu merupakan hak asasi manusia masyarakat A.  

Harusnya sanksi tegas itu untuk pelanggar protokol kesehatan, tidak memakai masker, berkerumun misalnya. Sebab ini bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap masyarakat A yang tidak mau divaksin untuk melindunginya. Karena melindungi setiap warga negara merupakan kewajiban pemerintah, yang tertuang di dalam preambule UUD 45.

Sebenarnya yang paling penting lagi, edukasi pemerintah pentingnya mencuci tangan, menjaga jarak, tidak berkerumun dan peraturan peraturan untuk menghentikan virus berbahaya Covid-19, yang tidak berhubungan dengan zat yang di masukkan ke dalam tubuh manusia.***

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya