“Tidak perlu menjelaskan tentang dirimu kepada siapa pun, karena yang menyukaimu tidak perlu itu. Dan yang membencimu tidak akan percaya itu.” (Ali Bin Abi Thalib).
Sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu (599-661 M) adalah Khalifah keempat yang berkuasa sekitar 4-5 tahun. Beliau adalah sepupu Nabi Muhammad SAW yang juga menantunya setelah menikahi putri Nabi, Fatimah Az-Zahra radhiyallahu ‘anha.
Menurut sejumlah riwayat, di usianya yang ke-8 tahun, Ali bin Abi Thalib sudah bersedia masuk Islam. Uniknya, Ali bin Abi Thalib tidak meminta izin terlebih dahulu pada orang tuanya untuk masuk Islam di usia yang sangat belia.Saat dewasa, Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai seorang yang sangat cerdas. Oleh sebab itu, para sahabat atau orang-orang di sekitarnya ketika mengalami kebuntuan dalam mengambil suatu keputusan, mereka akan meminta nasihat dari Ali.
Teman yang juga menantu Nabi ini dikenal dengan sikap bijaknya dalam menghadapi berbagai persoalan. Maka dari itu, bagi kita sangat dianjurkan agar selalu mengingat pesan-pesan beliau saat longgar maupun sempit ketika mendayung uji nyali arungi dunia fana.
Berikut ini adalah beberapa pesan dari pemiliki julukan “gerbangnya ilmu”, Ali bin Abi Thalib; Pertama, balas dendam yang paling baik adalah mengubah dirimu menjadi lebih baik lagi. Sadar atau tidak ketika mendapat kritik atau hujatan dari orang lain, kita akan memendam perasaan marah dan melakukan balas dendam di lain waktu.
“Aku tak mendendam hanya ingat apa yang dikau buat”. Sepenggal kalimat yang sering terucap pada lingkungan kita, padahal makna makna yang terkandung tetap mengidam dendam tak berkesudahan.
Jalan lurus yang seharusnya kita lakukan bukanlah menjingkang apalagi menjatuhkan dan melakukan perbuatan buruk untuk melunasi balas dendam kita. Pesan Ali di atas sangat logis, bahwasanya balas dendam tidak dilarang, tapi dengan mengubah diri kita menjadi lebih bijak dan baik.
Kedua; tidak perlu menjelaskan siapa dirimu kepada orang lain, karena yang membencimu tak mempercayainya dan yang menyukaimu tak perlu itu.
Pesan bijak untuk dijadikan alarm pengingat agar kita selalu bersikap rendah diri dengan apa yang kita miliki. Kita tidak perlu koar koar, jemawa, sombong, angkuh untuk sebuah pengakuan. Hal yang tak penting banget. Sebab berbuat baik tak perlu menjelaskan kepada orang lain. Cukup diri kita sendiri yang merasakan.
Yang pasti terus berbuat terbaik, jalani kehidupan dengan kedamaian. Perbanyak silaturahmi selalu camkan pepatah, “seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak”.
Ketiga ; kepahitan yang paling besar adalah berharap kepada manusia. Padahal jelas si manusia adalah mahluk salah dan lupa. Hindari ketergantungan dan bersandar kepada orang lain. Agar tidak kecewa dibelakang hari.
Rasulullah SAW mengingatkan agar tidak cinta dan benci berlebihan. “Cintailah orang yang kau cinta dengan sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia menjadi orang yang kau benci. Dan bencilah kepada orang yang kau benci sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia yang kau benci menjadi orang yang kau cinta” (HR Tirmidzi)
Banyak orang kecewa karena suka yang membabi buta, akibatnya celaka. Ramai orang benci tak terkira menyumpah serapah tanpa hasil dan berfaedah. Maka berharap dan bergantunglah hanya kepada Allah yang maha tahu atas segalanya. Tak usah lagi risau orang nak cakap apa, jalankan saja sesuai aturan dan agama, karena kita tak butuh nilai rapor dari mereka.
Keempat; apa yang ditakdirkan jadi milikmu akan berada dalam genggamanmu. Tugas kita hanya menjalani takdir Allah dengan ikhlas.
Kalau sudah rezeki kita tak kan kemana karena Allah tidak akan salah dalam memberikan rezeki kepada siapapun yang dia inginkan. Maka jauhkan diri dari merasa resah, cemas, kawatir terhadap kehidupan dan masa depan. Yakinlah Allah tidak pernah salah alamat dalam membagi rezeki.
Kelima; suatu hal yang baik akan menantimu di masa depan, sehingga kamu pun akan lupa merasakan rasa sakit yang selama ini kamu jalani.
Saya sering mendapat masukan tentang mengemas langkah untuk persiapan masa depan. Apalagi kalau sudah terlanjur nyemplung dunia politik. Kalkulasi dan siasatnya serba khawatir dan curiga.
Bagiku menjalani politik ya menjemput takdir. Tak ada yang perlu dicemaskan, karena saya sangat haqul yakin pangkat derajat rezeki, jodoh dan mati mutlak rahasia Tuhan. Maka jalani saja kehidupan dengan penuh rasa syukur, karena kita tidak akan diberitahu, apakah esok hari masih mencangkul tanah atau dikubur dalam tanah.***