OLEH AFNI ZULKIFLI
Selamat datang tahun 2021. Ingat! Pandemi Covid-19 belum berlalu.
Kita telah belajar dengan cepat, dari tahun 2020 yang menjadi tahun dengan beban psikologis terberat. Bukan hanya bagi pemerintah, tapi juga bagi rakyat. Pandemi Covid-19 mulai merebak di awal tahun, hampir bersamaan dengan masuknya musim kemarau panjang periode pertama. Deg-degan. Ketar-ketir. Ancaman double bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan corona, jelas di ambang mata.
Berdasarkan Inpres 3 Tahun 2020, ada 28 Kementerian/Lembaga termasuk kepala daerah, gubernur/bupati/walikota, mendapat instruksi tentang penanggulangan karhutla. Tulisan ini hanya akan menyajikan refleksi dari apa yang saya lihat, rasakan, dan ikuti dari jajaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) saja.
Meski masih ada yang mengatakan pemerintah tak ada kerjanya mengatasi karhutla, tapi alhamdulillah yang saya lihat malah sebaliknya. Sangat optimis jika pola dan strategi kerja yang sudah baik ini dipertahankan atau bahkan ditingkatkan, maka bencana asap parah seperti tahun 2015, 2012, 1997, dan tahun-tahun sebelumnya insya Allah tidak lagi terulang. Semoga.
Mengikuti kepemimpinan Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengatasi karhutla di masa pandemi corona, lebih didominasi praktik kerja daripada sekadar retorika. Saya memahami dan mengikuti cara-caranya bertindak, bekerja keras, kontinyu, dan konsisten.
Meski di tengah situasi yang sulit dan sangat tidak mudah, kerja pengendalian karhutla dilakukan secara terukur, sistematis, dinamis, dan terkadang harus sedikit dramatis, agar duet bencana “mematikan” corona dan karhutla itu tidak bersua.
Hanya saja memang banyak kerja yang jauh dari jangkauan publikasi. Bahkan beberapa di antaranya, tidak bisa untuk disebarluaskan. Siti Nurbaya, masih pribadi yang sama seperti saat kami bersua 5 tahun lalu. Tidak suka narsis. Lebih gila kerja daripada gila citra. Pribadi unik untuk seorang pejabat publik.
Pandemi Covid-19 menuntut adaptasi radikal dari para pengambil kebijakan. Hal yang saya simak, selama masa pandemi, jajaran KLHK yang mengurus karhutla selalu mendapat instruksi cepat dan tepat.
Hampir semua elemen dan komponen terbaik dikerahkan, berbagai informasi teknis dan non teknis jadi bahan pertimbangan, bisikan darimana-mana selagi baik diterima, bahkan kritik sekalipun ditampung dengan sangat lapang dada. Satu-satunya yang diabaikan hanyalah reaksi dari yang terlalu banyak cerita alias tidak solutif dan naif saja.
Paradigma kerja pengendalian karhutla sejak 2015 sudah berubah total. Mencegah lebih baik daripada memadamkan. Ada 10 daerah yang rutin langganan karhutla, diantaranya Sumatra Utara (Sumut), Riau, Jambi, Sumatra Selatan (Sumel), Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Tengah (Kalteng), Kalimantan Selatan (Kalsel), Kalimantan Timur (Kaltim-, Kalimantan Utara (Kaltara), dan Papua yang menjadi perhatian sepanjang tahun 2020.
Pola kerja dilaksanakan dinamis menyesuaikan era kenormalan baru. Rapat rutin virtual pencegahan karhutla melibatkan lintas kementerian dan lembaga, termasuk akademisi, selalu berjalan produktif. Siti Nurbaya biasanya ambil alih profesi moderator. Tidak kasih kendor.
Rapat yang dilakukan juga bukan kelas kaleng-kaleng. Menghasilkan rekomendasi-rekomendasi dari para aktor pengambil kebijakan, dan dilaksanakan kerjanya secara konkrit oleh tim satgas lapangan.
Untuk kerja operasional lapangan, tim-nya sangat komplit. Manggala Agni KLHK bekerja bersama dengan TNI, Polri, BNPB, BPBD, pemda, swasta, MPA, dan berbagai elemen masyarakat lainnya. Semangatnya adalah pantang pulang sebelum padam. Semua wajib pegang selang.
Strategi pencegahan lainnya di masa pandemi, adalah dengan memanfaatkan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Metode ini mungkin sudah banyak yang membacanya, tapi hanya sedikit yang mungkin bisa memahaminya. Karena tidak banyak yang bisa mengakses informasi mengenai cara kerja tim udara satu ini. Karena lokasinya juga terbatas dari akses publik, di Lanud TNI AU.
TMC dikerjakan KLHK bersama dengan BPPT, BMKG, swasta, BNPB dan TNI AU. Inilah perpaduan antara pengambilan kebijakan di darat dan operasional kerja berbasis ilmu pengetahuan (scientific based) di udara.
TMC dilaksanakan di Riau, dalam tiga kali periode kerja, dimulai sejak pandemi Covid-19 mulai merebak di Indonesia. TMC pertama dilakukan pada tanggal 18 Februari-2 April 2020. TMC kedua tanggal 14-31 Mei 2020. TMC ketiga tanggal 24 Juli-31 Oktober.
Sementara untuk wilayah Sumsel dan Jambi, TMC dilakukan dua tahap, pertama dari tanggal 1-19 Juni 2020. Dilanjutkan tanggal 12 Agustus-16 Oktober 2020. Total keseluruhan TMC sepanjang masa pandemi Covid-19, adalah 176 sortie dan 168.250 Kg garam untuk operasi rekayasa hari hujan.
Operasi pencegahan ini terbukti mampu menambah jumlah hari hujan, membasahi gambut kering, mengisi embung untuk membantu tim darat melakukan pemadaman, dan berbagai kebutuhan langkah pencegahan lainnya. Strategi ini alhamdulillah berhasil! Meskipun pasti banyak yang tidak tahu, hujan yang turun ternyata hujan buatan, dalam upaya mencegah kekeringan.
Sementara di darat, kegiatan pengendalian karhutla dilakukan dengan cara patroli terpadu yang telah dilaksanakan di 267 posko desa rawan karhutla di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Daya jangkaunya sampai ke 822 desa. Sedangkan patroli mandiri dilaksanakan pada 776 desa rawan karhutla di seluruh wilayah Indonesia. Dilakukan door to door.
Pemadaman udara atau waterbombing pada titik api yang muncul, juga dilaksanakan di Riau, Sumsel, Kalbar, Kalsel dan Kalteng, sejak tanggal 18 Februari-31 Oktober 2020. Dengan 39.830 sortie dan 164.077.000 liter air dicurahkan ke lokasi terbakar.
Di tengah situasi pandemi, KLHK bersama BNPB juga menggagas kegiatan Masyarakat Peduli Api (MPA)-Masyarakat Berkesadaran Hukum (Paralegal) sebagai skema pengendalian karhutla permanen. MPA-Paralegal dilaksanakan mulai bulan Agustus sampai dengan November 2020.
Rangkaian kegiatan MPA-Paralegal meliputi: pembentukan kelompok, pembekalan kegiatan lapangan melalui e-learning (materi kebijakan karhutla dan penegakan hukum, bina suasana, penanganan bencana dan evakuasi, pemahaman hukum, pengendalian karhutla, pendampingan kemitraan konservasi) dan operasi lapangan.
Untuk pilot project dilaksanakan di Provinsi Riau (Pelalawan, Indragiri Hulu [Inhu], Siak, dan Bengkalis), Jambi (Tanjung Jabung Timur dan Muaro Jambi), Sumsel (Musi Banyuasin dan OKI), Kalbar (Kubu Raya), Kalten (Pulang Pisau), dan Jawa Barat (Majalengka).
Untuk penegakan hukum lingkungan, selama periode 2020 tindakan hukum pada kasus karhutla sangat tegas. Terdapat 175 surat peringatan, 43 pengawasan, 10 sanksi, 11 gugatan perdata, dan 5 kasus P-21.
Ada pun total kemenangan gugatan KLHK pada kasus karhutla sepanjang tahun 2020 mencapai Rp1,5 Triliun. Ini merupakan bagian dari kerja Ditjen Gakkum sepanjang 2015-2020, di mana terdapat 28 kasus gugatan, dan 13 inkracht, dengan total putusan terbesar dalam sejarah penegakan hukum lingkungan, yakni Rp19,8 Triliun.
Meskipun sanksi ini belum mampu dieksekusi dengan baik karena membutuhkan komitmen di tingkat lembaga terkait lainnya, namun langkah konkrit menyeret pelaku karhutla dari kalangan korporasi ini menunjukkan komitmen kuat Ditjen Gakkum KLHK melakukan penegakan hukum lingkungan. Ingat, KLHK bukan satu-satunya lembaga penegak hukum!
Untuk upaya pemulihan ekosistem gambut juga terus dilakukan melalui Ditjen PPKL. Pemulihan yang dilakukan di lahan konsesi (HTI dan Perkebunan), ada 294 perusahaan terlibat. Seluas 4.438,70 ha dilakukan rehabilitasi vegetasi, dan 306,112 ha suksesi alami.
Selain itu dibangun 29.260 unit sekat kanal, 816 unit stasiun pengamat curah hujan, 10.857 jumlah Titik Pemantauan-Tinggi Muka Air Tanah (TP-TMAT), dan areal pemulihan ekosistem gambut menjangkau 3,64 juta ha. Sedangkan total pemulihan gambut di lahan masyarakat selama kurun waktu 2020 adalah 37.067 ha. Total keseluruhan selama periode 2015-2020, pemulihan di lahan masyarakat telah mencapai 47.017 ha. Pada periode yang sama, juga sudah terbentuk 120 desa gambut.
KLHK terus bekerja memulihkan lingkungan sekaligus pemulihan ekonomi di masa pandemi. Seperti yang dilakukan Ditjen PDASHL, dengan memprioritaskan keterlibatan masyarakat melalui program padat karya mangrove.
Sebanyak 863 kelompok, 39.970 orang, penanaman 15.000 ha, dengan jumlah hari orang 1 juta HOK, dan jumlah bibit mangrove mencapai 71,3 juta batang, program padat karya ini menjadi stimulus ekonomi bagi rakyat, sekaligus memulihkan kawasan pesisir. Masyarakat jadi punya alternatif di masa sulit.
Keterlibatan masyarakat untuk tak lagi membakar lahan, dan justru hidup berdampingan dengan hutan, juga dilakukan KLHK melalui Ditjen PSKL. Ekonomi rakyat diberdayakan di masa pandemi, dengan terus menggesa perhutanan sosial dan Tora. Izin untuk korporasi dihentikan (moratorium), dan hanya diberi kepada kelompok masyarakat kecil. Sebanyak 6.798 unit SK dalam bentuk izin/hak diserahkan kepada rakyat, bukan korporat.
Program perhutanan sosial dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat telah dilaksanakan oleh pemerintah selama enam tahun. Dari target 12,7 juta ha perhutanan sosial yang dialokasikan Pemerintah, hingga Desember 2020 sebanyak 4,4 juta ha telah diserahkan kepada masyarakat untuk dikelola. Ini menyasar lebih kurang 895.769 KK.
Pemberian izin pengelolaan untuk kelompok rakyat kecil ini berjalan dengan baik di masa pemerintahan ini. Sebagai gambaran, sebelum 2015 rakyat hanya menguasai sekitar 4 % saja dari izin pengelolaan hutan. Namun saat ini lahan hutan untuk masyarakat sudah sekitar 2,6 juta ha, ini kira-kira menjadi 13-16 % perizinan untuk rakyat kecil (bandingkan dengan sebelumnya yang hanya 4%).
Komposisi untuk rakyat ini akan terus naik, karena secara ideal nanti dengan target 12,7 juta ha hutan sosial dan Tora, maka akan dicapai izin untuk rakyat kecil hingga 30-35 %. Lebih dari 2,1 juta tenaga kerja terserap di sektor perhutanan sosial.
Sebenarnya masih banyak kerja Ditjen lainnya yang saling taut bertaut, kait-berkait, sebagai kerja kolektif mendukung kebijakan korektif KLHK selama masa pandemi. Jadi tidak berdiri sendiri-sendiri. Tidak ego sektoral lagi. Siti Nurbaya seolah menjadi “dirijen” membawa “kapal besar” bernama KLHK, untuk tetap fokus bekerja bagi rakyat Indonesia, termasuk fokus utamanya untuk pengendalian karhutla.
Lalu bagaimana hasil kerja ini dampaknya pada pengendalian karhutla?
Secara keseluruhan di 10 Provinsi rawan mengalami penurunan hotspot yang signifikan. Dengan menggunakan perbandingan total hotspot tahun 2019 dan 2020, per tanggal 1 Januari-17 Desember 2020, berdasarkan Satelit Terra/Aqua (NASA) Confident Level ≥80%, jumlah hotspot sepanjang 2020 adalah 2.545 titik. Pada periode yang sama tahun 2019 jumlah hotspot sebanyak 29.306 titik. Artinya terdapat penurunan jumlah hotspot sebanyak 26.761 titik atau 91,32 %. Alhamdulillah.
Turunnya jumlah hotspot juga diikuti dengan persentasi penurunan areal karhutla di sepanjang tahun 2020. Dari 33 Provinsi se Indonesia yang dipantau, luas areal terbakar periode 1 Januari-30 November mengalami penurunan 81,7 % atau turun seluas 1.306.076 ha dibandingkan pada periode yang sama tahun 2019. Jika pada 2019 area terbakar mencapai 1.598.998 ha, maka di 2020 turun menjadi 292.922 ha. Alhamdulillah.
Kesimpulan: Tahun 2020 karhutla berhasil dikendalikan di tengah situasi sulit pandemi Covid-19. Semua ini berkat kolaborasi kerja pemerintah, swasta, dan masyarakat. Tentu saja, hasil ini berkat doa dari kita semua agar tidak megap-megap.
Tantangan: Masih tingginya gap antara permasalahan dan kapasitas pengendalian di tengah tuntutan kritis (kadang tak logis dan naif), menyebabkan Karhutla masih jadi ancaman di masa-masa yang akan datang.
Kenyataan: Dengan luasnya bentang alam dan aksi korektif pemulihan lingkungan yang masih berjalan, suatu kemustahilan jika menginginkan tak ada karhutla sama sekali di Indonesia. Hal paling terpenting adalah fakta bahwa upaya pengendalian karhutla itu bener ada, nyata, dan bukan karangan alias laporan di atas meja. Itu!
Saran: Kerja kolektif harus diiringi dengan informasi kerja yang massif. Sehingga masyarakat sampai ke tingkat tapak menjadi sadar tahu dan ikut terlibat membantu tim satgas dalam upaya pencegahan karhutla, serta pada isu-isu LHK lainnya. Terkadang, sesekali narsis itu perlu.
Semoga tahun 2021 dan tahun-tahun seterusnya, karhutla terus dapat dikendalikan dengan baik. Lingkungan hidup lebih berkualitas bagi anak cucu.
Salam kerja selalu untuk langit biru!***
Dr Afni Zulkifli MSi adalah Tenaga Ahli Menteri LHK RI dan dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Lancang Kuning, Pekanbaru.