Jumat, 5 Juli 2024

Gapura Labuai dan Menara Pisa

Subuh dini hari itu, Sabtu (21/12 /2019) saya dapati di head line Metropolis Riau Pos, gambar gapura di Taman Labuai dengan ukuran yang cukup besar sekitar 3R. Desak Gapura Diperbaiki, itulah judul pemberitaannya, yang menuliskan: ”Kerusakan pada gapura yang ada di Taman Labuai Jalan Datuk Setia Maharaja kian hari makin memprihatinkan dan bertambah parah.”

Bila Menara Pisa salah satu karya arsitek Bonanno da Pisa yang dibangun 3 tahap dan memakan waktu 200 tahun di Italia,  menjadi tenar karena miringnya. Apakah gapura Labuai ini juga akan menjadi tenar karena condong dan nyaris roboh? Tentu tidak bisa dibandingkan langsung antara Pisa dan Menara Labuai karena mereka memang tidak sebanding, tidak apple to apple  bukan? Bila tidak sebanding, lalu apa hubungannya?

Contoh kegagalan konstruksi seperti Menara Pisa ini sebenarnya banyak sekali. Apakah Gapura di taman Labuai termasuk salah satunya? Tiang-tiang listrik yang miring misalnya, dan setiap saat cenderung akan terus bertambah miring, tetapi belum roboh adalah contoh sederhana yang mendekati kasus Menara Pisa. Bagaimana dengan Gapura di Taman Labuai, apakah setiap saat juga cenderung akan bertambah miring dan tentu tidak akan bertambah terus kemiringanya. Bukankah begitu?

- Advertisement -

Serupa tapi tak sama, mungkin kalimat ini yang lebih tepat untuk kedua kasus ini. Menera Pisa dan Gapura Labuai sama-sama miring, tetapi faktanya Menara Pisa tidak retak sedangkan Gapura Labuai katanya retak dan nyaris rubuh. Usut punya usut kata dari beberapa ahli, Menara Pisa akan dapat bertahan sampai dua hingga tiga abad lagi, Hmmm keren juga yaa, hal pasti berbeda dengan Gapura Labui yang katanya sudah retak-retak dan nyaris roboh itu.

Jangan sekali-kali menyamakan kasus Menara pisa dengan miringnya Gapura di Taman Labuai, terutama masalah pondasinya. Penyebab Menara Pisa tidak mengalami keretakan, adalah karena pondasinya yang terletak di tanah lanau kelempungan (clayey silt) dan kepasiran itu ikut berotasi. Jenis tanah dasar pendukung Menara Pisa sangat berbeda dengan tanah gambut yang ada di pondasi Gapura Labuai. Apalagi tanah lunak yang dikenal dengan gambut memiliki kadar air yang tinggi dan sangat lembek. Sifat gambut itu sendiri lunak dan mudah ditekan, sehingga jika dikaitkan dengan konstruksi bangunan yang berada di atasnya, maka dikhawatirkan akan terjadi kegagalan konstruksi di mana pondasi bangunan tersebut nantinya tidak cukup kuat menahan beban bangunan akibat daya dukung yang rendah.

Baca Juga:  Kecanduan di Atas Kecanduan

Bila kita cermati, bangunan Gapura Labuai terdiri dari dua menara/tower yang dihubungkan oleh papan nama yang non struktural. Akibat penurunan perbedaan penurunan (differential settlement) antara satu tower dengan tower yang satu lagi, maka tertariklah papan nama yang terpasang, jadi pecah, lepas, rusak dan sebagainya. Di sisi kanan dan kiri ada tebok/pagar yang menempel pada kedua tower ini juga rusak dan pecah, akibat perbedaan penurunan pondasi tower dengan pondasi tembok pagar tersebut.

- Advertisement -

Kalau Menara Pisa adalah sebuah keajaiban dan sekaligus kegagalan konstruksi, sedangkan Gapura juga kegagalan konstruksi tetapi tidak ada keajaibannya. Tinggi dari bangunan ini adalah 55.86 meter pada area tanah yang rendah sedangkan 56.70 meter pada area tanah yang lebih tinggi. Lebar dari antar kolom bangunan ini adalah 4.09 meter pada bagian bawahnya dan 2.48 meter pada bagian atasnya. Berat bangunan ini adalah sekitar 14500 ton dan memiliki kurang lebih 296 anak tangga.

 Menara ini dibangun dengan desain hollow di mana bangunan utama yang difungsikan adalah bagian pinggirnya sedangkan bagian tengahnya seolah sebagai lubang besar layaknya menara-menara lonceng khas Eropa. Menara ini dirancang dengan 6 tiang penyangga besar dengan menggunakan kolom, sedangkan desain dinding luar maupun dalamnya menggunakan marmer San Giuliano. Menara ini diketahui mengalami kemiringan kearah selatan selama pelaksanaan pembangunan tahap kedua hingga kemudian kemiringan terus terjadi dan meningkat. Akibat kemiringan yang dianggap berbahaya pada tanggal 7 Januari 1990 menara ini tertutup untuk umum. Lonceng telah dihapus untuk mengurangi berat badan, dan kabel dipasangkan untuk menopang menara.

 Sebelumnya,upaya stabilisasi untuk mengurangi dan menghilangkan terjadinya penurunan secara berkelanjutan dilakukan. Berdasarkan hasil study yang dilakukan oleh Burland dan Potts (1994) mengindikasikan bahwa tekanan rata-rata yang terjadi pada pondasi adalah 500 kPa di mana tekanan terbesar terjadi pada sisi selatan yaitu mencapai 1000 kPa sehingga tekanan yang terjadi pada sisi sebelah utara adalah mendekati 0 kPa. Studi-studi lain juga dilakukan untuk memperoleh penyebab terjadinya tilting pada bagian pondasi yang menyebabkan terjadinya kemiringan menara tersebut. Tahapan studi yang dilakukan adalah mengecek desain bangunan termasuk beban-beban yang terjadi hingga melakukan pengecekan terhadap lapisan tanah di bawah bangunan.

Baca Juga:  Pilkada dan Kearifan Lokal Riau

Lapisan tanah di bawah menara ini terdiri dari tiga bagian utama. Pada bagian Horizontal lapisan pertama (di bawah pondasi) memiliki ketebalan 10 m yang terdiri dari lapisan deposite muara lunak yang kepasiran (soft estuarine deposite sandy) dan lapisan lanau yang kelempungan yang berada di bawah muka air tanah. Horizontal lapisan kedua terdiri dari tanah lempung marine yang lunak dan sensitif yang sudah terkonsolidasi normal dengan kedalaman hingga -40 m. Karena sifat tanah yang terlalu sensitif menyebabkan tanah tersebut akan kehilangan sebagian besar kekuatannya apabila terganggu.  Horizontal lapisan ketiga adalah lapisan tanah marine yang padat hingga kedalaman -60 m. Muka air tanah pada Horizontal lapisan pertama adalah kurang lebih 1-2 m dibawah lapisan tanah dasar.

Pengukuran terhadap kejadian kemiringan telah dilakukan sejak 1911. Hasil pengukuran tersebut menunjukan bahwa pada abad XX menara ini sudah mengalami peningkatan kemiringan dari tahun ke tahun dan kondisi tersebut mengalami peningkatan 2 kali lipat sejak tahun 1930an. Pada tahun 1990, peningkatan tilt adalah sekitar 6 arc seconds per tahun yang ekivalen dengan perubahan arah horizontal pada bagian atas menara sebesar 1.5 mm per tahun (Jamiolkowski, 2001).

Sebuah solusi permanen untuk jangka panjang dicari yang akan mengurangi kemiringan menara sebesar setengah derajat yang tidak dapat dilihat secara visual, tetapi akan mengurangi tekanan di sisi selatan selain itu juga dapat menstabilkan pondasi. Mengingat bahwa fondasi Menara itu sudah mengalami kegagalan struktur dan bahwa setiap gangguan sedikit ke tanah di sisi selatan hampir pasti akan memicu terjadinya keruntuhan, maka  para ahli  berusaha untuk menemukan metode demi mengurangi kemiringan yang terus terjadi.

Hingga kini, proses antisipasi kemiringan yang berkelanjutan pada menara Pisa dianggap sudah cukup berhasil sehingga menara Pisa sudah mulai dibuka untuk umum. Namun, terdapat banyak perdebatan di kalangan ilmuan dan praktisi tentang kondisi menara pisa jangka panjang jika ditinjau dari kekuatan bangunan itu sendiri mengingat usia bangunan yang sudah tua. Untuk sementara ini, Menara Pisa masih bisa dikunjungi dan cukup oke untuk dilakukan pemotretan-pemotretan.***

Subuh dini hari itu, Sabtu (21/12 /2019) saya dapati di head line Metropolis Riau Pos, gambar gapura di Taman Labuai dengan ukuran yang cukup besar sekitar 3R. Desak Gapura Diperbaiki, itulah judul pemberitaannya, yang menuliskan: ”Kerusakan pada gapura yang ada di Taman Labuai Jalan Datuk Setia Maharaja kian hari makin memprihatinkan dan bertambah parah.”

Bila Menara Pisa salah satu karya arsitek Bonanno da Pisa yang dibangun 3 tahap dan memakan waktu 200 tahun di Italia,  menjadi tenar karena miringnya. Apakah gapura Labuai ini juga akan menjadi tenar karena condong dan nyaris roboh? Tentu tidak bisa dibandingkan langsung antara Pisa dan Menara Labuai karena mereka memang tidak sebanding, tidak apple to apple  bukan? Bila tidak sebanding, lalu apa hubungannya?

Contoh kegagalan konstruksi seperti Menara Pisa ini sebenarnya banyak sekali. Apakah Gapura di taman Labuai termasuk salah satunya? Tiang-tiang listrik yang miring misalnya, dan setiap saat cenderung akan terus bertambah miring, tetapi belum roboh adalah contoh sederhana yang mendekati kasus Menara Pisa. Bagaimana dengan Gapura di Taman Labuai, apakah setiap saat juga cenderung akan bertambah miring dan tentu tidak akan bertambah terus kemiringanya. Bukankah begitu?

Serupa tapi tak sama, mungkin kalimat ini yang lebih tepat untuk kedua kasus ini. Menera Pisa dan Gapura Labuai sama-sama miring, tetapi faktanya Menara Pisa tidak retak sedangkan Gapura Labuai katanya retak dan nyaris rubuh. Usut punya usut kata dari beberapa ahli, Menara Pisa akan dapat bertahan sampai dua hingga tiga abad lagi, Hmmm keren juga yaa, hal pasti berbeda dengan Gapura Labui yang katanya sudah retak-retak dan nyaris roboh itu.

Jangan sekali-kali menyamakan kasus Menara pisa dengan miringnya Gapura di Taman Labuai, terutama masalah pondasinya. Penyebab Menara Pisa tidak mengalami keretakan, adalah karena pondasinya yang terletak di tanah lanau kelempungan (clayey silt) dan kepasiran itu ikut berotasi. Jenis tanah dasar pendukung Menara Pisa sangat berbeda dengan tanah gambut yang ada di pondasi Gapura Labuai. Apalagi tanah lunak yang dikenal dengan gambut memiliki kadar air yang tinggi dan sangat lembek. Sifat gambut itu sendiri lunak dan mudah ditekan, sehingga jika dikaitkan dengan konstruksi bangunan yang berada di atasnya, maka dikhawatirkan akan terjadi kegagalan konstruksi di mana pondasi bangunan tersebut nantinya tidak cukup kuat menahan beban bangunan akibat daya dukung yang rendah.

Baca Juga:  Riau Bermarwah di Tengah Wabah

Bila kita cermati, bangunan Gapura Labuai terdiri dari dua menara/tower yang dihubungkan oleh papan nama yang non struktural. Akibat penurunan perbedaan penurunan (differential settlement) antara satu tower dengan tower yang satu lagi, maka tertariklah papan nama yang terpasang, jadi pecah, lepas, rusak dan sebagainya. Di sisi kanan dan kiri ada tebok/pagar yang menempel pada kedua tower ini juga rusak dan pecah, akibat perbedaan penurunan pondasi tower dengan pondasi tembok pagar tersebut.

Kalau Menara Pisa adalah sebuah keajaiban dan sekaligus kegagalan konstruksi, sedangkan Gapura juga kegagalan konstruksi tetapi tidak ada keajaibannya. Tinggi dari bangunan ini adalah 55.86 meter pada area tanah yang rendah sedangkan 56.70 meter pada area tanah yang lebih tinggi. Lebar dari antar kolom bangunan ini adalah 4.09 meter pada bagian bawahnya dan 2.48 meter pada bagian atasnya. Berat bangunan ini adalah sekitar 14500 ton dan memiliki kurang lebih 296 anak tangga.

 Menara ini dibangun dengan desain hollow di mana bangunan utama yang difungsikan adalah bagian pinggirnya sedangkan bagian tengahnya seolah sebagai lubang besar layaknya menara-menara lonceng khas Eropa. Menara ini dirancang dengan 6 tiang penyangga besar dengan menggunakan kolom, sedangkan desain dinding luar maupun dalamnya menggunakan marmer San Giuliano. Menara ini diketahui mengalami kemiringan kearah selatan selama pelaksanaan pembangunan tahap kedua hingga kemudian kemiringan terus terjadi dan meningkat. Akibat kemiringan yang dianggap berbahaya pada tanggal 7 Januari 1990 menara ini tertutup untuk umum. Lonceng telah dihapus untuk mengurangi berat badan, dan kabel dipasangkan untuk menopang menara.

 Sebelumnya,upaya stabilisasi untuk mengurangi dan menghilangkan terjadinya penurunan secara berkelanjutan dilakukan. Berdasarkan hasil study yang dilakukan oleh Burland dan Potts (1994) mengindikasikan bahwa tekanan rata-rata yang terjadi pada pondasi adalah 500 kPa di mana tekanan terbesar terjadi pada sisi selatan yaitu mencapai 1000 kPa sehingga tekanan yang terjadi pada sisi sebelah utara adalah mendekati 0 kPa. Studi-studi lain juga dilakukan untuk memperoleh penyebab terjadinya tilting pada bagian pondasi yang menyebabkan terjadinya kemiringan menara tersebut. Tahapan studi yang dilakukan adalah mengecek desain bangunan termasuk beban-beban yang terjadi hingga melakukan pengecekan terhadap lapisan tanah di bawah bangunan.

Baca Juga:  2 Dekake Demokrat Koalisi Rakyat, AHY: Indonesia Perlu Supertim Bukan Superman

Lapisan tanah di bawah menara ini terdiri dari tiga bagian utama. Pada bagian Horizontal lapisan pertama (di bawah pondasi) memiliki ketebalan 10 m yang terdiri dari lapisan deposite muara lunak yang kepasiran (soft estuarine deposite sandy) dan lapisan lanau yang kelempungan yang berada di bawah muka air tanah. Horizontal lapisan kedua terdiri dari tanah lempung marine yang lunak dan sensitif yang sudah terkonsolidasi normal dengan kedalaman hingga -40 m. Karena sifat tanah yang terlalu sensitif menyebabkan tanah tersebut akan kehilangan sebagian besar kekuatannya apabila terganggu.  Horizontal lapisan ketiga adalah lapisan tanah marine yang padat hingga kedalaman -60 m. Muka air tanah pada Horizontal lapisan pertama adalah kurang lebih 1-2 m dibawah lapisan tanah dasar.

Pengukuran terhadap kejadian kemiringan telah dilakukan sejak 1911. Hasil pengukuran tersebut menunjukan bahwa pada abad XX menara ini sudah mengalami peningkatan kemiringan dari tahun ke tahun dan kondisi tersebut mengalami peningkatan 2 kali lipat sejak tahun 1930an. Pada tahun 1990, peningkatan tilt adalah sekitar 6 arc seconds per tahun yang ekivalen dengan perubahan arah horizontal pada bagian atas menara sebesar 1.5 mm per tahun (Jamiolkowski, 2001).

Sebuah solusi permanen untuk jangka panjang dicari yang akan mengurangi kemiringan menara sebesar setengah derajat yang tidak dapat dilihat secara visual, tetapi akan mengurangi tekanan di sisi selatan selain itu juga dapat menstabilkan pondasi. Mengingat bahwa fondasi Menara itu sudah mengalami kegagalan struktur dan bahwa setiap gangguan sedikit ke tanah di sisi selatan hampir pasti akan memicu terjadinya keruntuhan, maka  para ahli  berusaha untuk menemukan metode demi mengurangi kemiringan yang terus terjadi.

Hingga kini, proses antisipasi kemiringan yang berkelanjutan pada menara Pisa dianggap sudah cukup berhasil sehingga menara Pisa sudah mulai dibuka untuk umum. Namun, terdapat banyak perdebatan di kalangan ilmuan dan praktisi tentang kondisi menara pisa jangka panjang jika ditinjau dari kekuatan bangunan itu sendiri mengingat usia bangunan yang sudah tua. Untuk sementara ini, Menara Pisa masih bisa dikunjungi dan cukup oke untuk dilakukan pemotretan-pemotretan.***

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari