Hari Peduli Sampah Nasional bertepatan 21 Februari. Namun peduli sampah belum menjiwai sebagian besar masyarakat di negeri ini. Siapakah yang bertanggung jawab untuk melestarikan dan menjaganya? Solusi alternatif menjaga lingkungan diawali dari keluarga. Ingat hadis tentang kebersihan, mungkin sejak sekolah dasar anak atau bahkan cucu kita diminta menghafal annadhofatu minal iman bahwa kebersihan itu sebagian dari iman. Jadi pangkalnya iman itu diawali dari kebersihan. Baik itu kebersihan badan, kebersihan lingkungan dan kebersihan hati. Konsep ini harusnya sudah melekat sejak balita.
Kebersihan lingkungan, ditumbuhkan pertama kali dari keluarga. Pendidikan lingkungan diawali dari ibu. Ibulah sebagai madrasatul ula, pendidik pertama dalam keluarga. Peran ibu yang terpenting untuk menumbuhkan jiwa-jiwa yang peduli dengan kebersihan diri dan lingkungan. Tentunya, sang ibu menanamkan jiwa kebersihan yang sederhana pada putra-putrinya. Diawali dengan membangunkan pagi dan mengajak anaknya langsung ke kamar mandi. Putra-putri diajarkan untuk bersuci agar terbentuk pribadi jiwa pada ruh yang suci.
Langkah utama yang di-chager berubah adalah pola pikir sang ibu. Peran keluarga khusus ibu, sangat penting untuk mewujudkan dasar-dasar pendidikan lingkungan. Pendidikan lingkungan paling sederhana diawali membuang sampah pada tempatnya. Perintah sederhana dirumah, diajarkan tanggung jawab sederhana pada putra-putri kecil kita dengan memberi contoh nyata, mengingatkan pesan secara berulang, menegur dengan senyuman jika lupa, sehingga pesan itu bukan menjadi beban.
Ingatlah, sampah terbesar di negeri ini berasal dari rumah tangga. Jadi peran penting ibu juga harus meminimalisir sampah rumah tangga, tentunya dengan belanja secukupnya tidak berlebihan. Masing-masing individu bertanggung jawab atas munculnya sampah. Jadi sebagai ibu rumah tangga, wajib pintar memilah sampah, baik itu sampah organik dan non organik. Pemilahan sampah non-organik, kita pisahkan berdasarkan jenis limbahnya berupa: kertas, plastik, botol, dll. Sampah non organik ini, dikumpulkan ke bank sampah. Sedangkan, sampah organik diolah dan bisa dimanfaatkan kembali untuk pupuk, dll.
Para ibu rumah tangga digalakkan membuat lubang biopori mininal lima lubang di lingkungan rumah. Lubang biopori dipergunakan membuang sisa-sisa makanan, sehingga tanah di lingkungan rumah semakin subur. Pengetahuan sang ibu perlu diasah kompetensinya dalam meminimkan sampah dan mengelola sampah keluarga. Sehingga Gerakan Indonesia Bersih (GIB) berasal dari keluarga, diawali dari diri sendiri, dari yang kecil yang mudah dilakukan dan dari sekarang tidak boleh ditunda.
Ibu-ibu milenial akan menunjukkan perilaku kekinian. Setiap keluar rumah, di dalam tasnya selalu ada tas khusus untuk mengurangi sampah plastik. Mereka akan membawa tempat-tempat khusus saat belanja. Karakter positif inilah, yang akan dibangun dalam mewujudkan GIB. Para ibu melinial selalu meng-upgrade diri dengan penerapan sistem 3 R. Sistem 3R yaitu Reuse, Reduce, dan Recycle. Reuse adalah menggunakan kembali sampah. Reduce yaitu mengurangi sampah. Recycle yang berarti mengolah kembali atau mendaur ulang.
Langkah selanjutnya, tinggal peran sekolah untuk membenahi dan menyempurnakan karakter-karakter yang belum kokoh. Peran orangtua dan sekolah saling bersinergi untuk menumbuhkan karakter-karakter yang mulia. Pekerjaan besar, antara dunia pendidikan dengan keluarga untuk mengubah perilaku dalam menjaga dan mewujudkan SDM yang peduli pada lingkungan haruslah terprogram dan terukur.
Pendidikan lingkungan diawali penggalakkan kebersihan dari keluarga, penanaman karakter prasekolah PAUD dan TK, aplikasi yang terukur pada saat duduk dibangku SD. Pada tingkatan SMP dan SMA membudayaan perilaku ramah lingkungan. Sampai pada tingkatan perguruan tinggi mengaplikasikan, membudayakan, mengevalusi dan bahkan meneliti permasalahan lingkungan. Sehingga pengetahuan ini, selalu berkesinambungan dan tidak boleh terputus sampai tuntaslah permasalahan lingkungan.
Langkah lainnya, untuk membatasi atau meniadakan sampah plastik, tentunya melalui penyadaran seluruh lapisan masyarakat. Semuanya mempunyai peran apalagi warga negara yang baik pasti berusaha mengurangi sampah plastik, mengajak teman dan saudara untuk menggerakkan minim sampah one day no to plastic. Kampanye ke media sosial menggalakkan penggunaan kantong belanja non plastik, menyampaikan informasi bahaya polusi sampah, banyak ragam cara agar masyarakat sadar mengurangi sampah.
Akhirnya, masing-masing individu baik itu sebagai pelajar, mahasiswa, ataupun sebagai warga mempunyai peran yang nyata agar permasalahan sampah di negeri kita teratasi. Mari bergandeng tangan, diniatkan dengan keikhlasan untuk menjaga bumi. Manusialah yang bertanggung jawab untuk memakmurkan bumi, karena manusia sebagai kholifah fil ardri.***