Hari ini kita memasuki tahun baru, umat manusia di seluruh penjuru dunia menyambut pergantian tahun baru 2020. Seiring dengan perjalanan tahun, bersamaan pula dengan usia kita semakin tua. Memang secara matematika usia kita semakin banyak dan bertambah, tetapi sesungguhnya masa kontrak hidup kita semakin sempit. Inilah yang seharusnya kita sadari setiap memasuki pergantian tahun.
Kemudian bagaimana konsep Islam itu sendiri terkait pergantian tahun ? untuk menjawab ini, dalam Alquran Surat Al-Hasyr Allah SWT berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr : 18)
Inti dari penjelasan ayat Alquran tersebut adalah Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk senantiasa mawas diri atau Muhasabah terhadap prestasi ibadah atau amal soleh yang sudah kita capai pada waktu yang telah lewat dan meningkatkan kualitas Ibadah dan amal Soleh tersebut di waktu yang akan datang. Apakah amal soleh kita lebih banyak dari pada amal maksiat ? Banyak mana antara sifat mazmumah (tercela) dan mahmudah (terpuji) yang kita tampilkan sepanjang tahun yang lewat ? persoalan inilah yang seharusnya kita hitung dari tahun yang lewat, kemudian kita perbaharui agar lebih baik dan lebih banyak Amal Soleh dan terpuji yang kita lakukan di tahun yang akan datang.
Memasuki 2020, maka marilah kita cermati kembali petunjuk dari Rasulullah SAW sebagaimana sabdanya: “Tidak akan bergerak kedua tapak kaki hambaku pada hari kiamat nanti, hingga ia ditanyakan empat perkara: dari umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya untuk apa dipergunakan, tentang hartanya dari mana diperolehnya dan untuk apa dibelanjakan, dan tentang ilmunya diamalkan untuk apa?” (HR. Al-Baihaqi)
Memaknai Sabda Rasullah SAW tersebut, seiring dengan pergantian tahun, maka marilah kita ikuti dengan peningkatan penggunaan nikmat umur, memanfaatkan tenaga dan kemampuan masa muda dengan sebaik-baiknya, mencari dan menafkahkan harta serta mencari dan mengamalkan ilmu hanya untuk kebaikan yang mendatangkan rida Allah SWT.
Pelajaran dari Khalifah Umar bin Khattab
Bersyukur dan berbahagialah kita, karena memperoleh kesempatan memasuki tahun baru. Namun demikian kita juga tidak boleh lengah dan lupa bahwa suatu saat Allah SWT akan mengambil umur dan nyawa kita karena dunia ini bukanlah tempat yang abadi. Allah SWT berfirman: “Kami tidak menjadikan hidup abadi seorang manusia pun sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? Tiap-tiap jiwa akan merasakan Mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebajikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan.”(QS. Al-Anbiya :34-35)
Allah SWT adalah Zat yang menentukan hidup dan matinya makhluk, kapan saja Allah berkehendak, maka tidak ada suatu kekuatan yang mampu untuk mencegahnya, dan jika Allah tidak berkehendak, maka tidak ada suatu kekuatanpun yang dapat memerintah-Nya. Kalaulah demikian adanya seharusnya kita sadar bahwa kematian pasti akan datang dan kedatangannya tidak disangka-sangka, dan kitapun tidak bisa berandai-andai memastikan bahwa tahun yang akan datang kita masih hidup, oleh sebab itu tidak ada alasan lagi untuk menunda-nunda dalam melakukan kebajikan dan beramal Soleh.
Ada kisah hikmah yang sangat menarik dan menyentuh kalbu dari seorang Amirul Mu’minin Umar bin Khattab yang bisa kita ambil pelajaran. Suatu ketika putera Amirul Mu’minin pulang dari sekolah dan menangis, maka ditanya oleh ayahnya:†Mengapa engkau menangis wahai anakku?†maka ia menjawab, bahwa teman-temannya mengejeknya dengan menghitung-hitung tambalan bajunya, padahal ia adalah anak seorang pemimpin. Mendengar itu sang khalifah menjadi gundah, hatinyapun pilu memikirkan anaknya, ia juga merasa kasihan terhadap anaknya. Maka ia segera mengirimkan sebuah surat kepada bendaharawan negara untuk meminjam uang sebanyak Empat Dirham, dengan jaminan gajinya bulan depan agar dipotong. Bendaharawan negara itu kemudian membalas suratnya, dengan mengatakan: “Hai Umar adakah engkau telah memastikan bahwa engkau akan hidup sampai bulan depan, bagaimana jika engkau meninggal dunia sebelum engkau melunasi hutangmu, apa yang akan engkau perbuat terhadap hutangmu dihadapan Allah SWT ?”.
Setelah membaca surat balasan dari bendaharawan negara itu, khalifah Umar bin Khattab menangis dan tersungkur, menerima nasihat itu dan meyakini bahwa ia tidak dapat memastikan bahwa umurnya akan sampai pada bulan depan ataukah tidak. Kemudia ia menasehati anaknya, “ Wahai anakku, berangkatlah sekolah sebagaimana biasanya, karena aku tidak dapat memperhitungkan umurku walaupun satu jam lagiâ€. Mengambil pelajaran dari kisah ini adalah bahwa, sebagai manusia yang beriman kepada Allah SWT, maka kita harus bisa memanfaatkan umur yang telah diberikan oleh Allah ini, karena pada suatu saat nanti, umur itu akan diambil oleh-Nya.
Rasulullah SAW bersabda: “Kecelakaan itu ada empat: Pertama, tidak mengingat-ingat dosa yang telah lalu, padahal dosa-dosa itu tersimpan di sisi Allah. Kedua, menyebut-nyebut segala kebajikan yang telah dikerjakannya, padahal siapapun tidak tahu apakah kebajikan-kebajikan itu diterima atau ditolak. Ketiga, memandang kepada orang yang lebih unggul dalam soal duniawi. Keempat, memandang orang yang lebih rendah dalam soal ukhrawi.” Allah SWT berfirman: “Aku menghendaki dia, sedangkan dia tidak menghendaki Aku, maka dia Aku tinggalkan.”
Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan.” (QS. Al Baqarah: 195)
Orang yang berbahagia, adalah orang yang diberikan kenikmatan panjang umur dan mengisi panjang umurnya tersebut dengan amal-amal soleh, serta dapat menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang jahat. Dan sebaliknya orang-orang yang paling celaka dan merugi adalah orang yang diberikan kenikmatan oleh Allah SWT panjang umurnya, namun kenikmatan panjang umur itu digunakannya untuk melakukan perbuatan-perbuatan keji dan mungkar. Kita harus mempunyai obsesi bahwa tahun ini harus lebih baik dari tahun kemarin, dan tahun besok harus lebih baik dari tahun ini. Tahun baru masehi ini, merupakan ajang koreksi bagi kita, merenungkan kembali amal ibadah kita pada tahun lalu. Jika amalan kita jelek, maka harus bertekad bulat untuk memperbaiki amalan itu di tahun 2020 yang kita masuki ini.Wallahu A’lam Bisshawab.***