Senin, 15 Juli 2024

Wakaf Uang Berjangka

Pernah satu kali saya diskusi dengan seorang dosen perguruan tinggi yang bergelar doktor (tidak disebutkan nama dan perguruan tingginya), dari diskusi itu yang menarik untuk saya catat adalah wakaf berjangka (temporer). Katanya, meskipun kita di Indonesia bermazhab Syafi’i, namun dalam praktik wakaf bisa lho… wakaf dilakukan dengan waktu berjangka. Sebab di negara-negara muslim yang maju, lebih menerapkan wakaf berjangka. Apalagi wakaf uang misalnya kita terapkan di Riau ini akan sangat banyak orang-orang kaya yang akan tertarik, untuk mewakafkan hartanya, sebab hartanya bisa diambilnya lagi setelah jatuh tempo yang disepakati, wakaf harta atau wakaf uangnya kembali ke si pemilik (wakif).

Sejalan dengan perkembangan zaman millenial saat ini dan segala konsekuensinya, para ulama sepakat, bahwa selain benda-benda yang tidak bergerak seperti tanah, ada juga wakaf berupa harta benda yang bergerak berupa uang (ini diatur Dalam UU RI  No.41/ 2004 tahun 2004 tentang Wakaf). Dan Komisi Fatwa MUI pada tanggal 11 Mei 2002 telah menyetujui dan membolehkan wakaf uang di Indonesia.

- Advertisement -

Pembolehan wakaf uang membuka kesempatan kepada kaum muslim untuk berwakaf uang, tanpa harus menunggu kaya, bahkan orang yang belum memiliki nishab zakat pun dapat berwakaf atau berwakaf uang. Artinya, kesempatan untuk mendapatkan pahala wakaf terbuka untuk siapapun, tidak hanya dimonopoli oleh hartawan.

Baca Juga:  Revolusi Mental di Balik Covid-19

Mengapa selama ini wakaf di tanah air (khususnya Provinsi Riau) gagal memainkan perannya sebagai pilar kesejahteraan masyarakatnya? Jawabnya, pertama, hemat penulis keterbatasan pemahaman masyarakat akan fiqih wakaf. Di antaranya berkembang dalam masyarakat pemahaman bahwa wakaf hanya properti seperti tanah dan bangun masjid, madrasah dan kuburan. Kedua, adanya keyakinan bahwa wakaf yang diperuntukan bagi kepentingan ibadah, katanya pahalanya lebih besar. Ketiga, pengaruh pengertian negara pada masa kini yang menjadikan negara sebagai penanggung jawab atas sarana dan fasilitas umum, seperti pembangunan jalan, jembatan, rumah sakit, dan sarana prasarana lainnya membawa pengaruh buruk kepada masyarakat, sehingga tidak menyadari pentingnya peran wakaf dalam ruang-ruang selain ibadah. Keempat, realitas wakaf yang tidak menjanjikan sehingga masyarakat tidak tertarik untuk berwakaf.

Ketika dijumpai tanah wakaf kosong yang diwakafkan untuk bangun masjid atau madrasah di atasnya, lalu terbengkalai dan tidak terkelola dengan baik, karena tidak ada biaya pengelolaannya, maka asset-asset dalam kondisi inilah sasaran wakaf uang berjangka, dengan cara para nazhir (nazhir BWI) bekerja sama dengan pihak LKS-PWU (Lembaga Keuangan  Syari’ah –Penerima Wakaf Uang). Dan LKS-PWU dapat menawarkan proyek pembangunan fisik di atas tanah wakaf kepada para nasabahnya (si wakif) via nazhir (nazhir BWI) dengan harapan  mereka mewakafkan uangnya, untuk berkontribusi dalam pengelolaan dan pengembangan tanah wakaf dalam jangka waktu tertentu.

- Advertisement -
Baca Juga:  Mengelola Transformasi Papua: Belajar dari Masa Lalu, Menatap Masa Depan

Penulis menawarkan bentuk investasi yang dapat diterapkan pada wakaf uang berjangka, sebagai berikut: 1). Mudharabah; memberikan uang  wakaf sebagai modal usaha dengan pembagian keuntungan yang disepakati. 2). Membeli properti untuk disewakan; hasil sewa diberikan kepada mauquf ‘alaih. Jika suatu saat properti dimaksud tidak mendatangkan untung sesuai harapan, maka properti dapat dijual kembali karena asal wakafnya berupa uang. 3). Musyarakah; dengan berinvestasi pada proyek-proyek yang sudah mapan, atau dalam proses pembangunan. 4). Menjadi Investor pada proyek-proyek ekonomi bekerja sama dengan investor lain dengan keuntungan yang disepakati. 5). Istishna’ : dengan membuat/ memesan barang tertentu yang diperlukan pasar dengan uang wakaf kemudian dijual ke pasaran untuk mendapatkan keuntungan.

Pada akhirnya, wakaf uang berjangka tersebut kembali kepada si wakif, setelah jangka waktu yang disepakti berakhir dengan nazhir BWI. Dengan sosialisasi yang baik, penulis yakin banyak para wakif dan masyarakat pada umumnya yang tergerak untuk berwakaf uang berjangka; karena sejatinya siapapun di dunia ini berkeinginan mendapatkan pahala tak terputus meskipun ia telah wafat.***

Pernah satu kali saya diskusi dengan seorang dosen perguruan tinggi yang bergelar doktor (tidak disebutkan nama dan perguruan tingginya), dari diskusi itu yang menarik untuk saya catat adalah wakaf berjangka (temporer). Katanya, meskipun kita di Indonesia bermazhab Syafi’i, namun dalam praktik wakaf bisa lho… wakaf dilakukan dengan waktu berjangka. Sebab di negara-negara muslim yang maju, lebih menerapkan wakaf berjangka. Apalagi wakaf uang misalnya kita terapkan di Riau ini akan sangat banyak orang-orang kaya yang akan tertarik, untuk mewakafkan hartanya, sebab hartanya bisa diambilnya lagi setelah jatuh tempo yang disepakati, wakaf harta atau wakaf uangnya kembali ke si pemilik (wakif).

Sejalan dengan perkembangan zaman millenial saat ini dan segala konsekuensinya, para ulama sepakat, bahwa selain benda-benda yang tidak bergerak seperti tanah, ada juga wakaf berupa harta benda yang bergerak berupa uang (ini diatur Dalam UU RI  No.41/ 2004 tahun 2004 tentang Wakaf). Dan Komisi Fatwa MUI pada tanggal 11 Mei 2002 telah menyetujui dan membolehkan wakaf uang di Indonesia.

Pembolehan wakaf uang membuka kesempatan kepada kaum muslim untuk berwakaf uang, tanpa harus menunggu kaya, bahkan orang yang belum memiliki nishab zakat pun dapat berwakaf atau berwakaf uang. Artinya, kesempatan untuk mendapatkan pahala wakaf terbuka untuk siapapun, tidak hanya dimonopoli oleh hartawan.

Baca Juga:  Mampukah Kampar untuk Melaju?

Mengapa selama ini wakaf di tanah air (khususnya Provinsi Riau) gagal memainkan perannya sebagai pilar kesejahteraan masyarakatnya? Jawabnya, pertama, hemat penulis keterbatasan pemahaman masyarakat akan fiqih wakaf. Di antaranya berkembang dalam masyarakat pemahaman bahwa wakaf hanya properti seperti tanah dan bangun masjid, madrasah dan kuburan. Kedua, adanya keyakinan bahwa wakaf yang diperuntukan bagi kepentingan ibadah, katanya pahalanya lebih besar. Ketiga, pengaruh pengertian negara pada masa kini yang menjadikan negara sebagai penanggung jawab atas sarana dan fasilitas umum, seperti pembangunan jalan, jembatan, rumah sakit, dan sarana prasarana lainnya membawa pengaruh buruk kepada masyarakat, sehingga tidak menyadari pentingnya peran wakaf dalam ruang-ruang selain ibadah. Keempat, realitas wakaf yang tidak menjanjikan sehingga masyarakat tidak tertarik untuk berwakaf.

Ketika dijumpai tanah wakaf kosong yang diwakafkan untuk bangun masjid atau madrasah di atasnya, lalu terbengkalai dan tidak terkelola dengan baik, karena tidak ada biaya pengelolaannya, maka asset-asset dalam kondisi inilah sasaran wakaf uang berjangka, dengan cara para nazhir (nazhir BWI) bekerja sama dengan pihak LKS-PWU (Lembaga Keuangan  Syari’ah –Penerima Wakaf Uang). Dan LKS-PWU dapat menawarkan proyek pembangunan fisik di atas tanah wakaf kepada para nasabahnya (si wakif) via nazhir (nazhir BWI) dengan harapan  mereka mewakafkan uangnya, untuk berkontribusi dalam pengelolaan dan pengembangan tanah wakaf dalam jangka waktu tertentu.

Baca Juga:  Mengelola Transformasi Papua: Belajar dari Masa Lalu, Menatap Masa Depan

Penulis menawarkan bentuk investasi yang dapat diterapkan pada wakaf uang berjangka, sebagai berikut: 1). Mudharabah; memberikan uang  wakaf sebagai modal usaha dengan pembagian keuntungan yang disepakati. 2). Membeli properti untuk disewakan; hasil sewa diberikan kepada mauquf ‘alaih. Jika suatu saat properti dimaksud tidak mendatangkan untung sesuai harapan, maka properti dapat dijual kembali karena asal wakafnya berupa uang. 3). Musyarakah; dengan berinvestasi pada proyek-proyek yang sudah mapan, atau dalam proses pembangunan. 4). Menjadi Investor pada proyek-proyek ekonomi bekerja sama dengan investor lain dengan keuntungan yang disepakati. 5). Istishna’ : dengan membuat/ memesan barang tertentu yang diperlukan pasar dengan uang wakaf kemudian dijual ke pasaran untuk mendapatkan keuntungan.

Pada akhirnya, wakaf uang berjangka tersebut kembali kepada si wakif, setelah jangka waktu yang disepakti berakhir dengan nazhir BWI. Dengan sosialisasi yang baik, penulis yakin banyak para wakif dan masyarakat pada umumnya yang tergerak untuk berwakaf uang berjangka; karena sejatinya siapapun di dunia ini berkeinginan mendapatkan pahala tak terputus meskipun ia telah wafat.***

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari