Dalam sebulan terakhir, Negeri Lancang Kuning Provinsi Riau dihebohkan kejadian luar biasa (KLB) malaria dengan ditemukannya kasus penularan setempat (indigeneous) di Desa Kuala Selat, Kecamatan Kateman, Kabupaten Indragiri Hilir. Sejarah mencatat telah terjadi KLB malaria tahun 2004 di daerah Kuala Selat yang menyebabkan tingginya angka kesakitan dan kematian. Secara epidemiologi di Indonesia, rata-rata kasus malaria diperkirakan 15 juta kasus setiap tahun. Penduduk yang terkena risiko atau population at risk adalah penduduk yang umumnya tinggal di daerah terpencil atau penduduk dengan mobilitas pergerakan yang tinggi dan pergi mengunjungi daerah endemis yang lain.
Pada saat ini, Provinsi Riau sudah mendapatkan sertifikasi eliminasi malaria di 12 kabupaten/kota. Namun dalam perkembangannya, telah terjadi dua KLB di Provinsi Riau yakni Kabupaten Rokan Hilir tahun 2021 serta KLB Indragiri Hilir Tahun 2024. Kabupaten Indragiri Hilir sudah mendapatkan sertifikasi eliminasi malaria tahun 2018 dan berada pada daerah pengendalian malaria tahap pemeliharaan. KLB adalah kondisi yang ditandai dengan meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis di suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus untuk terjadinya wabah. Penegakan KLB malaria pada daerah tahap pemiliharaan bila ditemukan satu atau lebih penderita malaria yang sumber penularannya berasal dari wilayah setempat (indigenous).
Penyakit malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi akut maupun kronik yang disebabkan oleh protozoa genus plasmodium (plasmomodium vivax, falciparum, malariae, ovale dan spesies baru knowlesi) yang hidup serta berkembang biak di sel darah manusia yang ditularkan oleh nyamuk anopheles betina. Ciri khas malaria adalah suhu tubuh meningkat, anemia, pembesaran limpa (splenomegali), pembesaran hati (hepatomegali), menggigil dan berkeringat. Gejala lain yang muncul adalah sakit kepala, mual, muntah, diare serta nyeri otot. Gejala malaria muncul biasanya 10-15 hari setelah gigitan nyamuk anopheles betina. Pengobatan malaria menggunakan DHP ditambah primakuin selama 14 hari.
Sumber penyakit malaria adalah manusia yang merupakan inang yang menjadi tempat pembentukan larva parasit, tetapi tidak sampai terjadi kematangan seksual. Inang perantara tersebut disebut sebagai inang sekunder atau host intermediate dan nyamuk anopheles betina yang terinfeksi sebagai host definitive atau organisme biologis yang menjadi tempat parasit bereproduksi secara seksual dan menyelesaikan siklus hidupnya. Gigitan nyamuk anopheles betina siap menularkan (infected) di mana sebelumnya nyamuk tersebut telah menggigit penderita malaria yang dalam darahnya mengandung gametosit (gamet jantan dan betina).
KLB malaria umumnya dikaitkan dengan peningkatan transmisi yang disebabkan faktor seperti perilaku manusia seperti riwayat bepergian ke daerah endemis malaria dan berpegian ke hutan, perubahan ekologi atau iklim yang mempengaruhi populasi nyamuk. Faktor yang perlu diperhatikan adalah terjadinya seleksi genetik yang bisa terjadi peningkatan jumlah strain parasit setelahnya serta memperoleh sifat genetik meningkatkan peluang bertahan hidup atau menularkan. Berdasarkan publikasi ilmiah Jurnal Lancet tahun 2023 didapatkan sifat genetik mendukung penularan melalui peningkatan adaptasi spesies vektor lokal atau dengan meningkatnya produksi gametosit.
Investigasi KLB telah dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir, Puskesmas Kateman, lintas program dan lintas sektor berupa penyelidikan epidemiologi, pemeriksaan rapid diagnostik test (RDT)/ laboratorium dan survei lingkungan. Analisis sumber dan cara penularan yang telah dilakukan menemukan bahwa telah terjadi sumber penularan, di mana lokasi penularan dari orang (penderita) melalui perantaraan nyamuk yang menularkan ke orang lain (penderita baru). Ditemukan plasmodium vivax dengan anopheles sundaicus yang berkembang di air payau setelah dilakukan penyelidikan epidemiologi di Desa Kuala Selat Kabupaten Indragiri Hilir. Masa inkubasi vivax adalah 12 sampai 17 hari dengan rata-rata 15 hari.
Analisis perkembangan kasus, di mana kasus pertama malaria positif pertama kali tanggal 14 September 2024, namun dalam dua kali masa inkubasi (30 hari) jumlah kasus belum dapat dikendalikan. Kasus positif malaria per 12 Oktober 2024 berjumlah 124 kasus. Maka dipandang perlu melakukan penguatan intervensi A, B, C, D melibatkan seluruh lintas program dan lintas sektor terkait.
Penyebaran atau distribusi kasus sudah terjadi di tiga desa yaitu Desa Kuala Selat, Desa Penjuru dan Desa Simbar. Pembatasan mobilisasi penduduk dapat dilakukan atas kerja sama petugas puskesmas dengan kecamatan, desa, babinsa/bhabinkamtibmas maupun seluruh elemen masyarakat. Hasil pengamatan kebiasaan masyarakat ditemukan sampah di depan rumah, air payau depan rumah, lagon, yang mendukung tumbuhnya nyamuk sebagai vektor penular penyakit. Perubahan lingkungan yang mendukung perindukan nyamuk dapat dikendalikan dengan menggiatkan kembali kegiatan bakti sosial, sosialisasi malaria di rumah ibadah/sekolah dan pemberantasan sarang nyamuk.
Tiga hal penting dalam pengendalian penyakit malaria. Pertama, pengendalian faktor risiko dengan data/informasi yang benar tentang vector, perkembangbiakan, serta perilaku masyarakat. Pelaksanaan pengendalian vector berdasarkan aspek rasional berdasarkan data dan fakta, efektif, efisien, sustainable/ berlanjut, acceptable/dapat diterima dan affordable/mampu dilaksanakan pada lokasi terjangkau sarana transportasi lebih murah.
Komunikasi perubahan perilaku dapat dilakukan di sekolah. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dengan menanamkan, menumbuhkan, mengembangkan hidup sehat pada guru penggerak dan kader cilik sekolah malaria. Daerah endemis malaria perlu buku muatan lokal malaria oleh kepala dinas pendidikan kabupaten/kota yang diberikan kepada kepala puskesmas dan kepala sekolah. Upaya peningkatan peran kader melakukan pemantauan kelambu dan jentik sekitar rumah dan promosi kesehatan pembersihan air. Dukungan dana kampung atau dana desa agar pembangunan desa benar-benar menyeluruh melakukan upaya percepatan pengendalian malaria. Adanya malaria center di desa perlu digesa sehingga mendukung upaya pengendalian melalui advokasi, penguatan sumber daya manusia, laboratoroium dan logistik.
Kedua, komitmen kuat pemerintah dalam mendukung upaya pengendalian malaria. Malaria sebagai masalah global memerlukan komitmen kuat pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota secara terpadu penguatan respon, mitigasi risiko, anggaran, deteksi dini, diagnosis tepat dan pengobatan penyakit malaria serta lingkungan yang bersih mencegah penularan malaria. Eratnya kerja sama lintas sektor dan program merupakan aset berharga. Hal ini dapat dilihat dengan berjalannya musyawarah masyarakat desa, penggunaan dana desa yang efektif dan evaluasi program kesehatan di kampung. Pembentukan desa percontohan malaria yang aktif membina kader masyarakat, pos malaria desa upaya meningkatkan pengetahuan, sosialisasi, advokasi kepada masyarakat luas, agar semakin sadar dan waspada terhadap penyakit malaria.
Ketiga, memelihara lingkungan yang bersih dan sehat di setiap wilayah. Pengaktifan kegiatan gotong royong di desa perlu ditingkatkan dan terjadwal sehingga lingkungan tetap terjaga. Penyakit berbasis lingkungan ini dipengaruhi lingkungan fisik, biologi dan sosial budaya yang memerlukan kerja sama lintas sektor dan lintas program.
Adaptasi perubahan iklim kesehatan (APIK) merupakan aksi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi timbulnya/meningkatnya kejadian penyakit akibat dampak buruk dari perubahan iklim di level masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat. Adaptasi perubahan iklim sesuai kondisi setempat dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia bidang kesehatan.
Aplikasi integrasi layanan primer dapat kita aplikasikan dalam mengatasi KLB. ILP menata dan mengoordinasikan pelayanan kesehatan primer melalui peningkatkan cakupan dan jangkauan intervensi layanan primer. ILP dapat memperkuat keterlibatan masyarakat dan petugas kesehatan serta garda terdepan mendekatkan layanan kepada masyarakat. Hal ini akan menjadi bagian penting dalam mengatasi KLB.
Demikianlah beberapa catatan penting memperkuat keep fighting KLB Malaria dalam mewujudkan daerah bebas malaria di Provinsi Riau. Sinergi nyata semua elemen lintas program dan sektor mencapai tujuan yang kita harapkan. Mari wujudkan Provinsi Riau yang bebas dari malaria untuk kesejahteraan yang adil dan merata. Bersama kita bisa.***