Masuk ke tahun politik 2024 Riau menghadapi ketidakpastian yang cukup tinggi. Didera oleh gonjang-ganjing ekonomi global prospek ekonomi Riau akan sedikit melemah. Apalagi ketidakmampuan pemerintah daerah menjadi katalisator dan dinamisator produktivitas sektor riil menyebabkan potensi ekonomi Riau tidak tereksploitir optimal.
Pada Triwulan Ketiga 2023 pertumbuhan ekonomi Riau melambat dari 4,58 persen menjadi 4,02 persen. Bahkan jika dibandingkan dengan triwulan kedua 2023 juga lebih rendah. Pertumbuhan ekonomi Riau triwulan kedua 2023 adalah sebesar 4,88 persen.
Melemahnya pertumbuhan ekonomi Riau dipicu oleh turunnya kinerja ekspor. Pertumbuhan Ekonomi Riau dari sektor kkspor terkoreksi menjadi minus (-12,63 persen). Padahal pada triwulan kedua 2022 pertumbuhannya masih positif dan mampu berkontribusi sebesar 5,52 persen. Namun pada triwulan ketiga 2023 kontribusinya justru mengkoreksi pertumbuhan ekonomi Riau. Kontribusinya menjadi minus (-5,51 persen).
Dalam tekanan ekonomi global yang ditandai dengan terkoreksinya kinerja ekspor sebenarnya masyarakat sangat berharap adanya dukungan pemerintah sebagai katalisator maupun dinamisator. Penurunan kinerja ekspor sangat berimbas pada perekonomian masyarakat. Melemahnya ekspor akan berdampak pada turunnya harga-harga komoditas di Riau, khususnya kelapa sawit, kelapa, dan karet. Harga komoditas pada tingkat petani semakin rendah dan pendapatan masyarakat turun yang pada gilirannya akan menurunnya daya beli rakyat. Dalam kondisi demikian seharusnya pemerintah memainkan peranan positif untuk tetap menjaga dinamika ekonomi masyarakat. Hanya saja yang terjadi justru sebaliknya. Pemerintah malah kian menyebabkan kinerja ekonomi Riau kian terpuruk.
Pada triwulan ketiga tahun 2023, pengeluaran konsumsi pemerintah dalam struktur perekonomian Riau terkoreksi mencapai minus 4,03 persen. padahal pada tahun 2022 masih tumbuh positif sebesar 3,32 persen dengan kontribusi positif sebesar 0,11%. Pada Triwulan ketiga 2023 peran pemerintah dalam struktur perekonomian Riau terkoreksi menjadi minus (0,13 persen). Tentunya hal ini sangat ironis karena seharusnya pengeluaran pemerintah mampu mendorong kinerja perekonomian. Ini malah menggandol atau membebani perekonomian sehingga melemahkan kinerja perekonomian Riau.
Jika diamati dari pendapatan daerah seharusnya tidak menjadi persoalan yang dapat menyebabkan peran pemerintah di Riau menjadi sedemikan buruk dalam struktur perekonomian Riau tersebut. Realisasi pendapatan daerah di seluruh Riau malah naik dari Rp20,72 triliun menjadi Rp20,82 triliun. Tidak ada alasan sebenarnya untuk menyatakan bahwa Riau tidak memiliki kemampuan finansial untuk mendorong tumbuh positifnya perekonomian masyarakat. Hanya saja mungkin selama ini pemerintah Riau, baik provinsi maupun kabupaten kota kurang begitu piawai menggunakan sumber-sumber keuangan tersebut untuk mensejahterakan ekonomi rakyat.
Pemerintah Provinsi Riau sendiri nampak sekali ketidakmampuannya mengelola keuangan daerah. Tidak mampu menyesuaikan pendapatan dengan belanja daerah. Ketika pendapatan daerah mengalami kontraksi atau turun jumlah belanja malah mengalami peningkatan. target-target yang ditetapkan malah tidak terealisir dengan optimal. Pada triwulan ketiga tahun 2022 realisasi pendapatan pemerintah Provinsi Riau sebesar Rp6,28 triliun yang merupakan 69,93 persen dari pagu yang ditetapkan. Artinya kinerja pemerintah provinsi dalam menggali pendapatan daerah relatif rendah. Pada triwulan ketiga 2023 kondisinya malah makin buruk. Realisasi pendapatan hanya sebesar Rp5,74 triliun dan merupakan 60,59 persen dari target pagu yang telah ditetapkan. Maknanya adalah kinerja capaian makin rendah sehingga hasilnya makin turun. Kualitas pemerintah dalam memacu kemampuan fiskal daerah semakin memburuk.
Pada sisi realisasi belanja justru kian membengkak atau naik mencapai 21,49 persen. Pada triwulan ketiga tahun 2022 sebesar Rp5,18 triliun naik menjadi Rp6,29 triliun pada triwulan yang sama tahun 2023. Artinya belanja pemerintah Riau 9,58 persen lebih tinggi dari pendapatan yang mampu diperolehnya. Sayangnya besarnya pengeluaran pemerintah ini tidak berkontribusi positif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Justru malah memelorotkan pertumbuhan ekonomi dimana pertumbuhan dan kontribusinya menjadi minus.
Ada beberapa pemicu mengapa kehadiran pemerintah menjadi semakin tidak berarti dalam kinerja perekonomian Riau. Pertama, terletak pada kekurang piawaian menyusun skala prioritas sehingga program yang ditaja bukan berdasarkan kepentingan sesungguhnya dari pembangunan perekonomian daerah. Kedua, lemahnya sinergi antarlevel pemerintahan. Baik pemerintah provinsi mapun kabupaten kota berjalan sendiri-sendiri sehingga pemanfaatan anggaran kurang efisien dan hasilnya kurang optimal. Sumber-sumber ekonomi tidak tergali secara efektif, khususnya yang berkaitan dengan potensi ekonomi rakyat berorientasi ekspor dan substitusi impor.
Ketiga, lemahnya birokrasi baik dalam tahan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan yang didorong oleh kepemimpinan yang kurang berorientasi pada memperkuat birokrasi dan menumbuhkan good corporate governance yang berkelanjutan dan membaik. Keempat, rendahnya produktivitas dan inovasi aparatur pemerintahan sehingga sulit menghasilkan terobosan-terobosan yang fenomenal untuk membuat rakyat menjadi terdorong untuk kreatif dalam persektif kewirausahaan berkelanjutan. Kelima, tidak didukungnya proses implementasi keuangan daerah dengan sistem pengawasan yang baik dan rendahnya kinerja aparat penegah hukum dalam memastikan proses birokrasi berjalan sebagai proses yang clean and clear goverment. Bahkan semacam ada kesan seperti “pagar makan tanaman”. Ontahlah…***
Oleh: Edyanus Herman Halim, Associate Professor di FEB Unri