Minggu, 7 Juli 2024

Hukum dan Pembangunan

Bicara soal produk hukum dan
regulasi, ada aspek lain yang perlu mendapat sorotan. Topik yang cukup sering
disinggung oleh Presiden RI Joko Widodo di berbagai kesempatan resmi maupun
tidak resmi. Setidaknya ada dua momen, yang juga bisa disebut kulminasi, besarnya
perhatian dan keprihatinan Presiden terhadap persoalan produk hukum dan
regulasi.

Pertama, saat pidato
kenegaraan dalam rangka HUT ke-74 Kemerdekaan RI, pada Rapat Paripurna di
Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI (16/8/2019). Presiden menyinggung soal regulasi
yang seharusnya mempermudah rakyat mencapai cita-citanya, memberi rasa aman dan
memudahkan orang untuk berbuat, serta mendorong inovasi menuju Indonesia maju
dan sejahtera.

- Advertisement -

Presiden juga mengharapkan agar
ada perubahan barometer kinerja pembuat regulasi. Tidak semata kuantitas produk
hukum yang dihasilkan, namun lebih mengedepankan kualitas. Dengan tujuan
pembentukan dilandaskan atas sejauh mana kepentingan rakyat dan negara dapat
dilindungi. Kemudian momen kedua, pada saat Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden
periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019. Di tempat yang sama, Presiden lagi-lagi
mengaitkan kata regulasi dengan perubahan dan inovasi. Dalam pidatonya,
Presiden menyampaikan bahwa betapa seringnya bangsa ini terjebak sendiri oleh
regulasi yang telah dibuat.

Dari dua momen tersebut,
lebih dari cukup untuk memberi gambaran akan betapa perlunya segenap
stakeholder untuk menaruh perhatian terhadap hal ini. Dan
keprihatinanPresiden rupanya sangat beralasan.
Menurut Global Innovation Index (GII) tahun 2019 merilis laporan tentang 129
negara paling inovatif
didunia. Adapun Indonesia berada di peringkat 85 dari 129 negara. GII 2019 dalam
indeksnya memberi catatan atas kelemahan inovasi Indonesia. Laporan tersebut
menjabarkan bahwa regulasi menjadi titik kelemahan terbesar, yang mana
menghantarkan Indonesia ke peringkat 128 dari 129 negara.

Baca Juga:  Redefinisi Makna Belajar buat Guru

Maka, dapat dipahami mengapa
presiden begitu intens melemparkan wacana dan gagasan pembenahan, simplifikasi,
kemudahan regulasi dalam berbagai kesempatan baik formal dan non formal. Boleh
jadi saat ini kondisi menuntut ke arah sana. Supaya hukum dapat progresif dan
reformatif, mengisi kekurangan dan mampu mengarahkan lingkungan yang semakin dinamis.

- Advertisement -

Tulisan ini dibuat bukan
bermaksud menyudutkan pembuat aturan. Apalagi ini bagian tugas kami selaku
lembaga legislatif, khususnya Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda)
yang merupakan Alat Kelengkapan Dewan yang mengemban amanah di bidang
kelegislasian. Dalam konteks kedaerahan, konstitusi juga telah menjamin
pembentukan produk hukum daerah didasarkan atas aspirasi dan kebutuhan
masyarakat.

Sejalan dengan paradigma
ideal pembangunan hukum yaitu sesuai dengan aspirasi masyarakat. Lantas apa
concern terkait pembentukan produk hukum untuk skala daerah? Sebagaimana
diketahui, di samping harus didasarkan atas aspirasi dan keperluan daerah,
produk hukum daerah dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan dan dinamika
lingkungan dan pembangunan. Sehingga produk hukum bukan hanya aturan semata, melainkan
juga alat yang digunakan di berbagai aspek kehidupan untuk mencapai suatu
perubahan ke arah lebih baik.

Kewajiban Bersama Maka,
gagasan Presiden RI mengenai pembaharuan perspektif hukum patut dipertimbangkan
dan diterima sebagai tawaran dalam rangka demi kepentingan bersama. Dan ini
menjadi pekerjaan rumah bersama. Memang lembaga legislatif dan eksekutif dengan
fungsinya merupakan pihak paling utama dalam upaya penguatan dan pembaharuan
perspektif produk hukum daerah. Namun bukan berarti peran stakeholder lainnya
dikesampingkan. Teristimewa elemen masyarakat.

Baca Juga:  Ulama dan Uzlah Politik

Propemperda Provinsi Riau
yang telah disetujui, bukan berarti tertutup pintu bagi peran publik. Justru ini
permulaan. Ke depan, kritikan dan masukan dari masyarakat terhadap produk hukum
yang akan dibentuk sangat diperlukan. Tidak hanya melalui public hearing. Tapi
bisa melalui sosialisasi perda (Sosper) yang sudah berjalan sejak 2014-2019. Di
samping diseminasi atas Perda yang sudah disahkan, masyarakat juga dapat
menyampaikan kelemahan dan hambatan implementasi perda.

Dengan upaya bersama inilah,
harapan dan keinginan agar produk hukum yang dihasilkan ke depan dapat lebih
berkualitas optimis bisa terwujud. Kualitas dari segi isi maupun inovasi. Tidak
hanya kaya secara kuantitas akan tetapi kualitas. Dengan lebih bertajinya produk
hukum daerah dan regulasi yang dihasilkan, maka niscaya akan membawa perubahan
ke arah yang lebih baik, baik itu bagi Provinsi Riau yang kita cintai ini. Dan
di saat yang sama, juga merupakan bisa berkontribusi bagi kepentingan nasional.***

 

Bicara soal produk hukum dan
regulasi, ada aspek lain yang perlu mendapat sorotan. Topik yang cukup sering
disinggung oleh Presiden RI Joko Widodo di berbagai kesempatan resmi maupun
tidak resmi. Setidaknya ada dua momen, yang juga bisa disebut kulminasi, besarnya
perhatian dan keprihatinan Presiden terhadap persoalan produk hukum dan
regulasi.

Pertama, saat pidato
kenegaraan dalam rangka HUT ke-74 Kemerdekaan RI, pada Rapat Paripurna di
Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI (16/8/2019). Presiden menyinggung soal regulasi
yang seharusnya mempermudah rakyat mencapai cita-citanya, memberi rasa aman dan
memudahkan orang untuk berbuat, serta mendorong inovasi menuju Indonesia maju
dan sejahtera.

Presiden juga mengharapkan agar
ada perubahan barometer kinerja pembuat regulasi. Tidak semata kuantitas produk
hukum yang dihasilkan, namun lebih mengedepankan kualitas. Dengan tujuan
pembentukan dilandaskan atas sejauh mana kepentingan rakyat dan negara dapat
dilindungi. Kemudian momen kedua, pada saat Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden
periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019. Di tempat yang sama, Presiden lagi-lagi
mengaitkan kata regulasi dengan perubahan dan inovasi. Dalam pidatonya,
Presiden menyampaikan bahwa betapa seringnya bangsa ini terjebak sendiri oleh
regulasi yang telah dibuat.

Dari dua momen tersebut,
lebih dari cukup untuk memberi gambaran akan betapa perlunya segenap
stakeholder untuk menaruh perhatian terhadap hal ini. Dan
keprihatinanPresiden rupanya sangat beralasan.
Menurut Global Innovation Index (GII) tahun 2019 merilis laporan tentang 129
negara paling inovatif
didunia. Adapun Indonesia berada di peringkat 85 dari 129 negara. GII 2019 dalam
indeksnya memberi catatan atas kelemahan inovasi Indonesia. Laporan tersebut
menjabarkan bahwa regulasi menjadi titik kelemahan terbesar, yang mana
menghantarkan Indonesia ke peringkat 128 dari 129 negara.

Baca Juga:  Fenomena Pejabat Transaksional

Maka, dapat dipahami mengapa
presiden begitu intens melemparkan wacana dan gagasan pembenahan, simplifikasi,
kemudahan regulasi dalam berbagai kesempatan baik formal dan non formal. Boleh
jadi saat ini kondisi menuntut ke arah sana. Supaya hukum dapat progresif dan
reformatif, mengisi kekurangan dan mampu mengarahkan lingkungan yang semakin dinamis.

Tulisan ini dibuat bukan
bermaksud menyudutkan pembuat aturan. Apalagi ini bagian tugas kami selaku
lembaga legislatif, khususnya Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda)
yang merupakan Alat Kelengkapan Dewan yang mengemban amanah di bidang
kelegislasian. Dalam konteks kedaerahan, konstitusi juga telah menjamin
pembentukan produk hukum daerah didasarkan atas aspirasi dan kebutuhan
masyarakat.

Sejalan dengan paradigma
ideal pembangunan hukum yaitu sesuai dengan aspirasi masyarakat. Lantas apa
concern terkait pembentukan produk hukum untuk skala daerah? Sebagaimana
diketahui, di samping harus didasarkan atas aspirasi dan keperluan daerah,
produk hukum daerah dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan dan dinamika
lingkungan dan pembangunan. Sehingga produk hukum bukan hanya aturan semata, melainkan
juga alat yang digunakan di berbagai aspek kehidupan untuk mencapai suatu
perubahan ke arah lebih baik.

Kewajiban Bersama Maka,
gagasan Presiden RI mengenai pembaharuan perspektif hukum patut dipertimbangkan
dan diterima sebagai tawaran dalam rangka demi kepentingan bersama. Dan ini
menjadi pekerjaan rumah bersama. Memang lembaga legislatif dan eksekutif dengan
fungsinya merupakan pihak paling utama dalam upaya penguatan dan pembaharuan
perspektif produk hukum daerah. Namun bukan berarti peran stakeholder lainnya
dikesampingkan. Teristimewa elemen masyarakat.

Baca Juga:  Pilihannya; Disrupting atau Disrupted?

Propemperda Provinsi Riau
yang telah disetujui, bukan berarti tertutup pintu bagi peran publik. Justru ini
permulaan. Ke depan, kritikan dan masukan dari masyarakat terhadap produk hukum
yang akan dibentuk sangat diperlukan. Tidak hanya melalui public hearing. Tapi
bisa melalui sosialisasi perda (Sosper) yang sudah berjalan sejak 2014-2019. Di
samping diseminasi atas Perda yang sudah disahkan, masyarakat juga dapat
menyampaikan kelemahan dan hambatan implementasi perda.

Dengan upaya bersama inilah,
harapan dan keinginan agar produk hukum yang dihasilkan ke depan dapat lebih
berkualitas optimis bisa terwujud. Kualitas dari segi isi maupun inovasi. Tidak
hanya kaya secara kuantitas akan tetapi kualitas. Dengan lebih bertajinya produk
hukum daerah dan regulasi yang dihasilkan, maka niscaya akan membawa perubahan
ke arah yang lebih baik, baik itu bagi Provinsi Riau yang kita cintai ini. Dan
di saat yang sama, juga merupakan bisa berkontribusi bagi kepentingan nasional.***

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari