Jumat, 22 November 2024

Narkoba, Ancaman di Tengah Pandemi

- Advertisement -

Pada pertengahan bulan Maret lalu kita dikejutkan dengan berita yang menjadi headline di berbagai media terkait hasil operasi narkoba oleh Mapolda Riau.  Dari operasi tersebut ditangkap ratusan orang tersangka penyalahguna, kurir, dan bandar narkoba dengan sejumlah barang bukti pil ekstasi, sabu-sabu dan ganja yang mencapai puluhan kilogram.  Kondisi ini menjadi bukti bahwa narkoba merupakan salah satu ancaman terbesar negeri ini.   

Di tengah masa-masa sulit akibat pandemi Covid-19 ternyata ada bahaya lain yang mengancam yakni penyalahgunaan narkoba.  Menurut data Badan Narkotika Nasional (BNN), pada tahun 2019 pengguna narkoba mencapai 3,6 juta orang, namun angka prevalensi penyalahgunaan narkoba ini justru menurun sebesar 0,6% yang berarti sampai dengan tahun 2019 sebanyak 1 juta orang tidak lagi melakukan penyalahgunaan terhadap narkoba (press release BNN, akhir tahun 2020).  Namun masa pandemi yang melanda negeri ini sejak Maret tahun lalu telah membuka peluang meningkatnya kembali kasus narkoba.  Sepertinya para pelaku pengedar narkoba benar-benar memanfaatkan situasi pandemi corona ini.  

- Advertisement -

Adanya pembatasan mobilitas masyarakat selama pandemi Covid-19 ternyata tidak mengurangi peredaran  narkotika, yang terjadi justru malah sebaliknya, bisnis narkotika dan obat-obatan terlarang ‘tumbuh subur’ di tengah pandemi.  Himpitan ekonomi yang semakin terasa membuat sebagian orang mencari cara yang instan untuk mendapatkan keuntungan besar tanpa peduli dengan risiko besar yang akan dihadapi.  

Kasus Narkoba di Riau
Kasus narkoba di wilayah Provinsi Riau masih tergolong tinggi.  Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada tahun 2019, Provinsi Riau masuk dalam sepuluh besar kejadian kejahatan terkait narkotika, yakni di peringkat ke-7 di bawah Provinsi Kalimantan Timur.  Data yang dihimpun dari Biro Pengendalian Operasi, Mabes Polri menyebutkan  sebanyak 1.671 kejadian kejahatan narkotika di Provinsi Riau pada tahun tersebut.  

Baca Juga:  Sekolah Itu Tempat Belajar, Bukan Berkompetisi (Sistem Ranking Racun Dunia Pendidikan)

Sejalan dengan hasil pendataan Potensi Desa (Podes) BPS pada tahun 2018 lalu, yang menyebutkan sebesar 36,43 persen desa/kelurahan di Riau mengalami kejadian kejahatan penyalahgunaan dan peredaran narkoba.  Besarnya persentase tersebut menjadikan Riau sebagai wilayah kedua tertinggi setelah Sumatera Barat.

- Advertisement -

Provinsi Riau  merupakan wilayah yang memiliki resiko tinggi terhadap penyeludupan narkoba, mengingat keadaan alam Riau yang membentang dari lereng Bukit Barisan hingga ke Selat Malaka dan meliputi daerah perairan sungai.  Salah satu wilayah perairan yang kerap dijadikan tempat penyeludupan narkoba adalah Dumai, Bengkalis, dan Kepulauan Meranti.    

Penyalahgunaan narkotika pada mahasiswa dan pelajar juga ditemukan di Riau.  Pada operasi Anti Narkotika (Antik) beberapa waktu lalu, jajaran Polda Riau berhasil menangkap 14 orang pelajar dan 5 orang mahasiswa.  Sangat miris memang, generasi muda yang seyogyanya menjadi ujung tombak pembangunan justru turut menghancurkan tongkat estafet masa depan bangsa.  Perilaku sebagian remaja yang secara nyata telah mengabaikan nilai-nilai agama, norma, serta hukum yang berlaku di tengah masyarakat menjadi salah satu penyebab maraknya penggunaan narkoba di kalangan generasi muda.  

Baca Juga:  Hak Angket DPR dalam Perspektif Ketatanegaraan

Narkoba tidak hanya merusak mental dan kesehatan penggunanya, tetapi juga merusak sistem saraf dan beberapa organ tubuh.  Istilah yang mengatakan "Indonesia adalah surga bagi peredaran narkoba" sepertinya benar adanya.  Seorang pelaku pengedar narkoba mengatakan dengan gamblang bahwa Indonesia adalah pasar narkoba yang bagus dengan angka permintaan yang terus meningkat, harga yang tinggi, dan hukum yang bisa dibeli.   

Upaya pemerintah dalam mengatasi maraknya peredaran narkoba di tengah wabah pandemi covid-19 memilik tantangan tersendiri.  Peredaran narkoba yang sebelumnya dilakukan secara nyata di tempat-tempat hiburan misalnya kini telah menyasar dari rumah ke rumah.  Peredarannya pun diprediksi banyak melalui dunia maya (online), karenanya perlu pengawasan yang lebih ketat.

Upaya sosialisasi bahaya narkoba yang biasanya menghadirkan massa besar tentunya tidak dapat dilakukan sementara waktu.  Solusi yang bisa dilakukan adalah dengan memanfaatkan teknologi dan media sosial yang ada.   Bagaimanapun, keluarga mempunyai peran yang sangat penting terhadap pembinaan diri seseorang dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba.  

Banyak penelitian menunjukkan bahwa kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkoba berasal dari keluarga broken home.  Pentingnya penanaman nilai-nilai agama dan norma sejak dini akan menjadi benteng bagi  kehidupan seorang anak kedepannya.  Masyarakat juga memiliki peran tersendiri dalam menciptakan lingkungan yang aman, tenteram, dan jauh dari penyalahgunaan narkoba.***

 

Pada pertengahan bulan Maret lalu kita dikejutkan dengan berita yang menjadi headline di berbagai media terkait hasil operasi narkoba oleh Mapolda Riau.  Dari operasi tersebut ditangkap ratusan orang tersangka penyalahguna, kurir, dan bandar narkoba dengan sejumlah barang bukti pil ekstasi, sabu-sabu dan ganja yang mencapai puluhan kilogram.  Kondisi ini menjadi bukti bahwa narkoba merupakan salah satu ancaman terbesar negeri ini.   

Di tengah masa-masa sulit akibat pandemi Covid-19 ternyata ada bahaya lain yang mengancam yakni penyalahgunaan narkoba.  Menurut data Badan Narkotika Nasional (BNN), pada tahun 2019 pengguna narkoba mencapai 3,6 juta orang, namun angka prevalensi penyalahgunaan narkoba ini justru menurun sebesar 0,6% yang berarti sampai dengan tahun 2019 sebanyak 1 juta orang tidak lagi melakukan penyalahgunaan terhadap narkoba (press release BNN, akhir tahun 2020).  Namun masa pandemi yang melanda negeri ini sejak Maret tahun lalu telah membuka peluang meningkatnya kembali kasus narkoba.  Sepertinya para pelaku pengedar narkoba benar-benar memanfaatkan situasi pandemi corona ini.  

- Advertisement -

Adanya pembatasan mobilitas masyarakat selama pandemi Covid-19 ternyata tidak mengurangi peredaran  narkotika, yang terjadi justru malah sebaliknya, bisnis narkotika dan obat-obatan terlarang ‘tumbuh subur’ di tengah pandemi.  Himpitan ekonomi yang semakin terasa membuat sebagian orang mencari cara yang instan untuk mendapatkan keuntungan besar tanpa peduli dengan risiko besar yang akan dihadapi.  

Kasus Narkoba di Riau
Kasus narkoba di wilayah Provinsi Riau masih tergolong tinggi.  Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada tahun 2019, Provinsi Riau masuk dalam sepuluh besar kejadian kejahatan terkait narkotika, yakni di peringkat ke-7 di bawah Provinsi Kalimantan Timur.  Data yang dihimpun dari Biro Pengendalian Operasi, Mabes Polri menyebutkan  sebanyak 1.671 kejadian kejahatan narkotika di Provinsi Riau pada tahun tersebut.  

- Advertisement -
Baca Juga:  Kiat Suskses dengan Digital Marketing

Sejalan dengan hasil pendataan Potensi Desa (Podes) BPS pada tahun 2018 lalu, yang menyebutkan sebesar 36,43 persen desa/kelurahan di Riau mengalami kejadian kejahatan penyalahgunaan dan peredaran narkoba.  Besarnya persentase tersebut menjadikan Riau sebagai wilayah kedua tertinggi setelah Sumatera Barat.

Provinsi Riau  merupakan wilayah yang memiliki resiko tinggi terhadap penyeludupan narkoba, mengingat keadaan alam Riau yang membentang dari lereng Bukit Barisan hingga ke Selat Malaka dan meliputi daerah perairan sungai.  Salah satu wilayah perairan yang kerap dijadikan tempat penyeludupan narkoba adalah Dumai, Bengkalis, dan Kepulauan Meranti.    

Penyalahgunaan narkotika pada mahasiswa dan pelajar juga ditemukan di Riau.  Pada operasi Anti Narkotika (Antik) beberapa waktu lalu, jajaran Polda Riau berhasil menangkap 14 orang pelajar dan 5 orang mahasiswa.  Sangat miris memang, generasi muda yang seyogyanya menjadi ujung tombak pembangunan justru turut menghancurkan tongkat estafet masa depan bangsa.  Perilaku sebagian remaja yang secara nyata telah mengabaikan nilai-nilai agama, norma, serta hukum yang berlaku di tengah masyarakat menjadi salah satu penyebab maraknya penggunaan narkoba di kalangan generasi muda.  

Baca Juga:  Batu Dibalas Buah

Narkoba tidak hanya merusak mental dan kesehatan penggunanya, tetapi juga merusak sistem saraf dan beberapa organ tubuh.  Istilah yang mengatakan "Indonesia adalah surga bagi peredaran narkoba" sepertinya benar adanya.  Seorang pelaku pengedar narkoba mengatakan dengan gamblang bahwa Indonesia adalah pasar narkoba yang bagus dengan angka permintaan yang terus meningkat, harga yang tinggi, dan hukum yang bisa dibeli.   

Upaya pemerintah dalam mengatasi maraknya peredaran narkoba di tengah wabah pandemi covid-19 memilik tantangan tersendiri.  Peredaran narkoba yang sebelumnya dilakukan secara nyata di tempat-tempat hiburan misalnya kini telah menyasar dari rumah ke rumah.  Peredarannya pun diprediksi banyak melalui dunia maya (online), karenanya perlu pengawasan yang lebih ketat.

Upaya sosialisasi bahaya narkoba yang biasanya menghadirkan massa besar tentunya tidak dapat dilakukan sementara waktu.  Solusi yang bisa dilakukan adalah dengan memanfaatkan teknologi dan media sosial yang ada.   Bagaimanapun, keluarga mempunyai peran yang sangat penting terhadap pembinaan diri seseorang dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba.  

Banyak penelitian menunjukkan bahwa kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkoba berasal dari keluarga broken home.  Pentingnya penanaman nilai-nilai agama dan norma sejak dini akan menjadi benteng bagi  kehidupan seorang anak kedepannya.  Masyarakat juga memiliki peran tersendiri dalam menciptakan lingkungan yang aman, tenteram, dan jauh dari penyalahgunaan narkoba.***

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari