Jumat, 22 November 2024

Hindari Malu dari Kuda Hitam India

- Advertisement -

TARGET maksimal dipatok tim Thomas Cup Indonesia. Yakni mengibarkan bendera Merah Putih sekaligus mengumandangkan lagu Indonesia Raya di Impact Arena, Bangkok, Thailand, Ahad (15/5/2022). Artinya, Indonesia harus juara.

Target yang pantas untuk tim bulu tangkis kita di kejuaraan beregu paling bergengsi ini. Indonesia merupakan juara bertahan. Unggulan pertama. Sebagian besar anggota tim juga menjadi bagian dalam sukses merebut Piala Thomas di Aarhus, Denmark, Oktober tahun lalu.

- Advertisement -

Mampukah target tersebut direalisasikan Kevin Sanjaya Sukamuljo dan kawan-kawan? Kita tunggu sore ini. Indonesia akan menghadapi tim kuda hitam India. Mereka membuat kejutan menyingkirkan Denmark di semifinal.

Menghadapi India ini ngeri-ngeri sedap. Meski pada turnamen perorangan jarang berprestasi, sebenarnya kekuatan mereka cukup mengerikan. Empat tunggal mereka, yakni Lakshya Sen, Srikanth Kidambi, Sai Praneeth, dan Prannoy H.S., semua berada di jajaran atas tunggal putra dunia. Paling tinggi Lakshya, peringkat ke-9, dan terendah Prannoy (23).

Begitu pula ganda pertama Satwiksairaj Rankireddy/Chirag Shetty yang menempati ranking ke-8 dunia. Pasangan itu pernah mengalahkan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan. Hanya terhadap Kevin Sanjaya/Marcus Fernaldi Gideon mereka tidak berkutik. Sepuluh kali bertemu, sepuluh kali kalah. Sayangnya, kali ini Marcus tidak bisa gabung. Dia masih berkutat dengan pemulihan pascaoperasi engkel. Kalaupun ada sisi lemah dari India, itu pada ganda kedua mereka.

- Advertisement -

Bagi India, tampil di final merupakan sejarah. Inilah prestasi tertinggi mereka pada ajang perebutan Piala Thomas. Karena itu, bisa jadi mereka akan tampil lepas. Di sisi lain, beban berat berada di pundak penggawa Indonesia. Sebagai negara berstatus 14 kali juara dan unggulan pertama, tentu Indonesia tidak mau kalah oleh tim yang sebelumnya tidak terlalu diperhitungkan. Nah, jika perasaan takut kalah itu muncul berlebihan, permainan akan kacau.

Baca Juga:  Menyambut The Godfather

Itulah bahayanya. Partai semifinal melawan Jepang Jumat (13/5) lalu menjadi bukti. Jonathan Christie dan ganda Fajar Alfian/Rian Ardianto tampil tegang sepanjang pertandingan. Hasilnya, mereka menyerah kepada lawan yang di atas kertas bisa dikalahkan. Untung, Anthony Sinisuka Ginting dan pasangan dadakan Kevin/Ahsan bisa mengambil poin pada partai pertama dan kedua.

Soal gengsi juga menjadi beban tersendiri. Jika sampai kalah oleh India, sakitnya lebih berat daripada kalah oleh Tiongkok, Denmark, Korea, atau Jepang. Kalah dari India, tak hanya sakit, tapi juga malu. Rasa sakit dan malu itu mungkin hanya satu setrip dibandingkan kalah dari musuh bebuyutan Malaysia.

Tapi, ini sudah partai final. Tidak ada pilihan lain, kecuali main habis-habisan. Fisik, mental, dan daya juang harus benar-benar disiapkan. Ibaratnya, mati di lapangan pun harus dijalani demi Merah Putih.

Pada saat tim putra masih berjuang, tim Uber sudah lebih dulu mencapai target realistis dari PP PBSI. Masuk perempat final. Bahkan, dari segi performa, apa yang ditampilkan ”tim junior” itu sudah melebihi ekspektasi semua pihak.

Baca Juga:  Renang Raih Perak

Sempat ada yang menyindir bahwa PBSI sekadar menggugurkan kewajiban dengan mengirim pemain pelapis ke arena Uber Cup. Pemain utama difokuskan ke SEA Games. Keputusan itu kini banyak menuai pujian. Berada satu grup dengan Jepang, Prancis, dan Jerman, para pemain belia tersebut tampil memukau. Jerman dan Prancis ditekuk 5-0.

Lebih penting dari itu semua, pemain-pemain muda kita bisa menjadikan turnamen ini sebagai cermin. Mereka mendapati kenyataan, ternyata mereka punya kemampuan. Kualitas skill mereka tidak jauh-jauh amat dibandingkan pemain nomor satu dunia sekalipun. Itu bisa dilihat dari capaian Bilqis Prasista, bocah 18 tahun, ranking ke-333, yang mampu membekuk Akane Yamaguchi, peringkat ke-1 dunia.

Juga Komang Ayu Cahya Dewi, peringkat ke-203, yang mampu menundukkan Yvonne Li, ranking ke-25 dunia dari Jerman. Juga ganda putri Febriana Dwipuji Kusuma/Amalia Cahaya Pratiwi serta Melani Mamahit/Tryola Nadia. Mereka mampu memberikan perlawanan berarti kepada pemain-pemain top dunia dari Jepang maupun Cina.

Kunci dari semua itu adalah percaya diri, ngotot, dan tidak mudah putus asa. Ke mana pun bola dipukul lawan, harus dikejar. Sebab, sepanjang bola masih belum menyentuh lantai, permainan masih berlangsung. Begitu juga ketika tertinggal poin dari lawan. Sepanjang lawan belum mendapatkan angka 21, pertandingan belum berakhir. Semoga ajang ini memberikan pelajaran berharga bagi para pemain muda kita.***

TARGET maksimal dipatok tim Thomas Cup Indonesia. Yakni mengibarkan bendera Merah Putih sekaligus mengumandangkan lagu Indonesia Raya di Impact Arena, Bangkok, Thailand, Ahad (15/5/2022). Artinya, Indonesia harus juara.

Target yang pantas untuk tim bulu tangkis kita di kejuaraan beregu paling bergengsi ini. Indonesia merupakan juara bertahan. Unggulan pertama. Sebagian besar anggota tim juga menjadi bagian dalam sukses merebut Piala Thomas di Aarhus, Denmark, Oktober tahun lalu.

- Advertisement -

Mampukah target tersebut direalisasikan Kevin Sanjaya Sukamuljo dan kawan-kawan? Kita tunggu sore ini. Indonesia akan menghadapi tim kuda hitam India. Mereka membuat kejutan menyingkirkan Denmark di semifinal.

Menghadapi India ini ngeri-ngeri sedap. Meski pada turnamen perorangan jarang berprestasi, sebenarnya kekuatan mereka cukup mengerikan. Empat tunggal mereka, yakni Lakshya Sen, Srikanth Kidambi, Sai Praneeth, dan Prannoy H.S., semua berada di jajaran atas tunggal putra dunia. Paling tinggi Lakshya, peringkat ke-9, dan terendah Prannoy (23).

- Advertisement -

Begitu pula ganda pertama Satwiksairaj Rankireddy/Chirag Shetty yang menempati ranking ke-8 dunia. Pasangan itu pernah mengalahkan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan. Hanya terhadap Kevin Sanjaya/Marcus Fernaldi Gideon mereka tidak berkutik. Sepuluh kali bertemu, sepuluh kali kalah. Sayangnya, kali ini Marcus tidak bisa gabung. Dia masih berkutat dengan pemulihan pascaoperasi engkel. Kalaupun ada sisi lemah dari India, itu pada ganda kedua mereka.

Bagi India, tampil di final merupakan sejarah. Inilah prestasi tertinggi mereka pada ajang perebutan Piala Thomas. Karena itu, bisa jadi mereka akan tampil lepas. Di sisi lain, beban berat berada di pundak penggawa Indonesia. Sebagai negara berstatus 14 kali juara dan unggulan pertama, tentu Indonesia tidak mau kalah oleh tim yang sebelumnya tidak terlalu diperhitungkan. Nah, jika perasaan takut kalah itu muncul berlebihan, permainan akan kacau.

Baca Juga:  Renang Raih Perak

Itulah bahayanya. Partai semifinal melawan Jepang Jumat (13/5) lalu menjadi bukti. Jonathan Christie dan ganda Fajar Alfian/Rian Ardianto tampil tegang sepanjang pertandingan. Hasilnya, mereka menyerah kepada lawan yang di atas kertas bisa dikalahkan. Untung, Anthony Sinisuka Ginting dan pasangan dadakan Kevin/Ahsan bisa mengambil poin pada partai pertama dan kedua.

Soal gengsi juga menjadi beban tersendiri. Jika sampai kalah oleh India, sakitnya lebih berat daripada kalah oleh Tiongkok, Denmark, Korea, atau Jepang. Kalah dari India, tak hanya sakit, tapi juga malu. Rasa sakit dan malu itu mungkin hanya satu setrip dibandingkan kalah dari musuh bebuyutan Malaysia.

Tapi, ini sudah partai final. Tidak ada pilihan lain, kecuali main habis-habisan. Fisik, mental, dan daya juang harus benar-benar disiapkan. Ibaratnya, mati di lapangan pun harus dijalani demi Merah Putih.

Pada saat tim putra masih berjuang, tim Uber sudah lebih dulu mencapai target realistis dari PP PBSI. Masuk perempat final. Bahkan, dari segi performa, apa yang ditampilkan ”tim junior” itu sudah melebihi ekspektasi semua pihak.

Baca Juga:  Mbappe Menuju Pintu Keluar PSG Musim Depan

Sempat ada yang menyindir bahwa PBSI sekadar menggugurkan kewajiban dengan mengirim pemain pelapis ke arena Uber Cup. Pemain utama difokuskan ke SEA Games. Keputusan itu kini banyak menuai pujian. Berada satu grup dengan Jepang, Prancis, dan Jerman, para pemain belia tersebut tampil memukau. Jerman dan Prancis ditekuk 5-0.

Lebih penting dari itu semua, pemain-pemain muda kita bisa menjadikan turnamen ini sebagai cermin. Mereka mendapati kenyataan, ternyata mereka punya kemampuan. Kualitas skill mereka tidak jauh-jauh amat dibandingkan pemain nomor satu dunia sekalipun. Itu bisa dilihat dari capaian Bilqis Prasista, bocah 18 tahun, ranking ke-333, yang mampu membekuk Akane Yamaguchi, peringkat ke-1 dunia.

Juga Komang Ayu Cahya Dewi, peringkat ke-203, yang mampu menundukkan Yvonne Li, ranking ke-25 dunia dari Jerman. Juga ganda putri Febriana Dwipuji Kusuma/Amalia Cahaya Pratiwi serta Melani Mamahit/Tryola Nadia. Mereka mampu memberikan perlawanan berarti kepada pemain-pemain top dunia dari Jepang maupun Cina.

Kunci dari semua itu adalah percaya diri, ngotot, dan tidak mudah putus asa. Ke mana pun bola dipukul lawan, harus dikejar. Sebab, sepanjang bola masih belum menyentuh lantai, permainan masih berlangsung. Begitu juga ketika tertinggal poin dari lawan. Sepanjang lawan belum mendapatkan angka 21, pertandingan belum berakhir. Semoga ajang ini memberikan pelajaran berharga bagi para pemain muda kita.***

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari