Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Di Tangan Lambas Barang Bekas Jadi Berkelas

Sampah yang biasanya jadi masalah kini bisa diolah menjadi barang berharga. Inovasi dan kreativitas dari tangan-tangan cekatan pengelola Bank Sampah Pematang Pudu terus tumbuh seiring waktu, pandemi Covid-19 tak memutus semangat dan kreativitas warga binaan PT Chevron tersebut untuk terus melaju.

Laporan: PANJI AHMAD SYUHADA (Duri)

DURI (RIAUPOS.CO) — Di sudut lemari kaca milik Lambas, tampak jelas barang-barang bekas yang telah diolah jadi berkelas. Tangan cekatan pria 42 tahun itu berhasil mengubah sampah di lingkungannya jadi barang berharga.

Hasil kerajinan tangan tersebut tertata rapi. Ada puluhan jenis, mulai dari yang berbahan dasar plastik hingga kertas. Mula-mula sampah yang dinilai jadi sumber masalah dikumpulkan lebih dulu dari masyarakat di lingkungannya. Lalu dipilah dan diolah jadi beragam kerajinan tangan di markas Jalan Bakti Kopelapip, Duri, Kabupaten Bengkalis.

Aktivitas yang dijalani Lambas bersama sejawatnya itu tergabung dalam sebuah wadah bernama Bank Sampah Pematang Pudu Bersih (BS-PPB). Nama bank sampah tersebut diambil dari nama tempatnya berdomisili, yaitu di Kelurahan Pematang Pudu.

"Ya, karena lokasi bank sampah ini berada di Kelurahan Pematang Pudu," kata Lambas Hutabarat, kepada Riau Pos, Ahad (16/8) lalu.

Ide awal pembentukan bank sampah berawal dari sebuah keinginan sederhana, yaitu membangun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya lingkungan dan memanfaatkan sampah agar jadi bernilai. Aktivitas yang dijalani Lambas ini tak surut walaupun ditengah pandemi covid-19 yang melanda.

Melalui program ini, Lambas dan para relawan juga mengajarkan masyarakat bagaimana pengelolaan sampah yang baik. Secara rutin, relawan bank sampah rutin turun melakukan sosialisasi dan edukasi tersebut ke tengah masyarakat. Hal ini juga bertujuan untuk mendongkrak ekonomi masyarakat dengan tambahan penghasilan lewat pengelolaan sampah tadi.

Baca Juga:  Firli Sengaja Tidak Hadiri Debat

Kemudian nasabah yang sampahnya sudah terkumpul, Lambas bakal bergegas menjemput ke rumah-rumah dan menggantinya dengan rupiah. Ada beragam jenis harga pula, itu di kategorikan dengan jenis sampah yang disetorkan. Biasanya para nasabah bisa menghasilkan puluhan hingga ratusan ribu tergantung banyaknya sampah yang disetor.

"Jadi sampah-sampah itu kita jemput ke rumah nasabah, kita beli, lalu dibawa ke kantor kita. Disitulah diolah jadi kerajinan tangan dan barang yang berguna," tuturnya.

Lambas menjelaskan, dalam pemilahan sampah juga ada dua jenis yaitu sampah organik dan non organik. Sampah organik seperti kertas, ranting pohon, dedaunan, kulit buah dan sisa sayuran akan didaur ulang menjadi pupuk kompos, sementara sampah non-organik diantaranya botol plastik, tas plastik, kaleng dan produk-produk sintetis lainnya yang tidak dapat diuraikan secara natural oleh alam itu yang dibuat kerajinan tangan.

Di markas itulah sampah tersebut disulap oleh Lambas dan para relawan bank sampah menjadi barang-barang berkelas. Mulai dari pengelolaannya menjadi kerajinan jenis tas, vas bunga, cermin, bingkai foto, hiasan, lampu hias, gapura, serta pernak pernik yang bisa dijadikan cindera mata. Bahkan yang terbaru sampah non organik tersebut bisa dibuat menjadi paving blok.

Tangan-tangan cekatan ini beraksi setiap hari untuk menciptakan produk kerajinan tangan yang bernilai ekonomis. Kreativitas tersebut tak mati walaupun ditengah pandemi, mereka tetap produksi seperti biasa dengan menerapkan protokol kesehatan.

Dalam prakteknya, bank sampah besutan Lambas rupanya tak hanya mengumpulkan barang bekas semata, namun juga membangun kesadaran masyarakat lewat sosialisasi dan edukasi. Hingga saat ini sudah tercatat sebanyak 700 nasabah yang diakomodir dan dibina oleh Bank Sampah Pematang Pudu Bersih. Mereka terdiri dari kalangan pelajar, masyarakat umum, hingga instansi swasta dan pemerintah.

Baca Juga:  Tangkal Corona, Pakai Masker Emas Rp56 Juta

Rata-rata para nasabah tersebut juga sudah lihai dalam memilah sampah dengan baik. Bahkan setiap harinya, Bank sampah ini bisa menampung sekitar 200 kg hingga 250 kg sampah dengan omzet sekitar Rp65 juta per tahun.

Setiap nasabah bank sampah tersebut diwajibkan memiliki tabungan yang dicatat lewat pembukuan yang rapi. Tabungan itu terdiri dari beragam jenis yakni tabungan reguler, pendidikan dan tabungan sosial. Para nasabah bebas memilih jenis tabungan sesuai kebutuhan masing-masing.

Gunanya yaitu untuk menumbuhkan sikap kepedulian masyarakat terhadap lingkungan dengan mengumpulkan sampah, kemudian bisa ditukar menjadi rupiah. Nah, tugas Lambas dan sejawat tadi adalah sebagai penampungnya.

"Tujuan kami untuk menjaga lingkungan, mengurangi volume sampah dan menumbuhkan sikap peduli masyarakat dengan cara memanfaatkan sampah sebagai sumber penghasilan tambahan," ungkapnya.

Sejauh ini hasil daur ulang yang dijadikan kerajinan tangan itu telah menembus pasar lokal Riau. Biasanya Lambas membuka stand untuk memamerkan hasil karya tersebut di iven-iven akbar, seperti gelaran Expo hingga kegiatan MTQ tingkat Kabupaten. Disitu pula lah, kerajinan tersebut dijual dengan beragam harga sesuai dengan jenisnya.

"Tahun-tahun kemarin kita aktif ikut kegiatan pameran, tapi tahun ini karena pandemi jadi tak ada. Tapi produksi tetap," ungkapnya.

Sementara untuk sampah organik yang diolah jadi kompos, kerap kali dijadikan Lambas untuk memupuk tumbuhan yang ada di lingkungannya. Ini juga merupakan misi penghijauan untuk menjaga nyala hijau alam lestari.

Sampah yang biasanya jadi masalah kini bisa diolah menjadi barang berharga. Inovasi dan kreativitas dari tangan-tangan cekatan pengelola Bank Sampah Pematang Pudu terus tumbuh seiring waktu, pandemi Covid-19 tak memutus semangat dan kreativitas warga binaan PT Chevron tersebut untuk terus melaju.

Laporan: PANJI AHMAD SYUHADA (Duri)

- Advertisement -

DURI (RIAUPOS.CO) — Di sudut lemari kaca milik Lambas, tampak jelas barang-barang bekas yang telah diolah jadi berkelas. Tangan cekatan pria 42 tahun itu berhasil mengubah sampah di lingkungannya jadi barang berharga.

Hasil kerajinan tangan tersebut tertata rapi. Ada puluhan jenis, mulai dari yang berbahan dasar plastik hingga kertas. Mula-mula sampah yang dinilai jadi sumber masalah dikumpulkan lebih dulu dari masyarakat di lingkungannya. Lalu dipilah dan diolah jadi beragam kerajinan tangan di markas Jalan Bakti Kopelapip, Duri, Kabupaten Bengkalis.

- Advertisement -

Aktivitas yang dijalani Lambas bersama sejawatnya itu tergabung dalam sebuah wadah bernama Bank Sampah Pematang Pudu Bersih (BS-PPB). Nama bank sampah tersebut diambil dari nama tempatnya berdomisili, yaitu di Kelurahan Pematang Pudu.

"Ya, karena lokasi bank sampah ini berada di Kelurahan Pematang Pudu," kata Lambas Hutabarat, kepada Riau Pos, Ahad (16/8) lalu.

Ide awal pembentukan bank sampah berawal dari sebuah keinginan sederhana, yaitu membangun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya lingkungan dan memanfaatkan sampah agar jadi bernilai. Aktivitas yang dijalani Lambas ini tak surut walaupun ditengah pandemi covid-19 yang melanda.

Melalui program ini, Lambas dan para relawan juga mengajarkan masyarakat bagaimana pengelolaan sampah yang baik. Secara rutin, relawan bank sampah rutin turun melakukan sosialisasi dan edukasi tersebut ke tengah masyarakat. Hal ini juga bertujuan untuk mendongkrak ekonomi masyarakat dengan tambahan penghasilan lewat pengelolaan sampah tadi.

Baca Juga:  Tangkal Corona, Pakai Masker Emas Rp56 Juta

Kemudian nasabah yang sampahnya sudah terkumpul, Lambas bakal bergegas menjemput ke rumah-rumah dan menggantinya dengan rupiah. Ada beragam jenis harga pula, itu di kategorikan dengan jenis sampah yang disetorkan. Biasanya para nasabah bisa menghasilkan puluhan hingga ratusan ribu tergantung banyaknya sampah yang disetor.

"Jadi sampah-sampah itu kita jemput ke rumah nasabah, kita beli, lalu dibawa ke kantor kita. Disitulah diolah jadi kerajinan tangan dan barang yang berguna," tuturnya.

Lambas menjelaskan, dalam pemilahan sampah juga ada dua jenis yaitu sampah organik dan non organik. Sampah organik seperti kertas, ranting pohon, dedaunan, kulit buah dan sisa sayuran akan didaur ulang menjadi pupuk kompos, sementara sampah non-organik diantaranya botol plastik, tas plastik, kaleng dan produk-produk sintetis lainnya yang tidak dapat diuraikan secara natural oleh alam itu yang dibuat kerajinan tangan.

Di markas itulah sampah tersebut disulap oleh Lambas dan para relawan bank sampah menjadi barang-barang berkelas. Mulai dari pengelolaannya menjadi kerajinan jenis tas, vas bunga, cermin, bingkai foto, hiasan, lampu hias, gapura, serta pernak pernik yang bisa dijadikan cindera mata. Bahkan yang terbaru sampah non organik tersebut bisa dibuat menjadi paving blok.

Tangan-tangan cekatan ini beraksi setiap hari untuk menciptakan produk kerajinan tangan yang bernilai ekonomis. Kreativitas tersebut tak mati walaupun ditengah pandemi, mereka tetap produksi seperti biasa dengan menerapkan protokol kesehatan.

Dalam prakteknya, bank sampah besutan Lambas rupanya tak hanya mengumpulkan barang bekas semata, namun juga membangun kesadaran masyarakat lewat sosialisasi dan edukasi. Hingga saat ini sudah tercatat sebanyak 700 nasabah yang diakomodir dan dibina oleh Bank Sampah Pematang Pudu Bersih. Mereka terdiri dari kalangan pelajar, masyarakat umum, hingga instansi swasta dan pemerintah.

Baca Juga:  Kemenperin: Angkutan Logistik Tetap Bisa Lewat Tol

Rata-rata para nasabah tersebut juga sudah lihai dalam memilah sampah dengan baik. Bahkan setiap harinya, Bank sampah ini bisa menampung sekitar 200 kg hingga 250 kg sampah dengan omzet sekitar Rp65 juta per tahun.

Setiap nasabah bank sampah tersebut diwajibkan memiliki tabungan yang dicatat lewat pembukuan yang rapi. Tabungan itu terdiri dari beragam jenis yakni tabungan reguler, pendidikan dan tabungan sosial. Para nasabah bebas memilih jenis tabungan sesuai kebutuhan masing-masing.

Gunanya yaitu untuk menumbuhkan sikap kepedulian masyarakat terhadap lingkungan dengan mengumpulkan sampah, kemudian bisa ditukar menjadi rupiah. Nah, tugas Lambas dan sejawat tadi adalah sebagai penampungnya.

"Tujuan kami untuk menjaga lingkungan, mengurangi volume sampah dan menumbuhkan sikap peduli masyarakat dengan cara memanfaatkan sampah sebagai sumber penghasilan tambahan," ungkapnya.

Sejauh ini hasil daur ulang yang dijadikan kerajinan tangan itu telah menembus pasar lokal Riau. Biasanya Lambas membuka stand untuk memamerkan hasil karya tersebut di iven-iven akbar, seperti gelaran Expo hingga kegiatan MTQ tingkat Kabupaten. Disitu pula lah, kerajinan tersebut dijual dengan beragam harga sesuai dengan jenisnya.

"Tahun-tahun kemarin kita aktif ikut kegiatan pameran, tapi tahun ini karena pandemi jadi tak ada. Tapi produksi tetap," ungkapnya.

Sementara untuk sampah organik yang diolah jadi kompos, kerap kali dijadikan Lambas untuk memupuk tumbuhan yang ada di lingkungannya. Ini juga merupakan misi penghijauan untuk menjaga nyala hijau alam lestari.

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari