Soal seni, Panggung Toktan memang tempatnya. Tapi, kali ni ada yang beda. Tumpah Ruah. Seperti apakah? Panggung Toktan menjawabnya.
(RIAUPOS.CO) – Ahad, 23 Agustus 2020, Panggung Toktan di Kecamatan Tenayan Raya, Kota Pekanbaru, dipenuhi banyak penyair, sastrawan, budayawan dan seniman Riau. Kegiatan ini disebut dengan Pagelaran Seni Budaya sempena Sosialisasi Empat Pilar MPR RI: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika.
Panggung ZK Toktan, yang tak lain adalah sebuah komunitas yang membina beragam kegiatan seni budaya dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, Menengah). Acara Sosialisasi Empat Pilar MPR yang diiniasiasi oleh Idris Laena, Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI, terasa lain dari biasanya. Jauh dari formal, santai, dan acaranya sengaja dibuat mengalir bagaikan air. Tamu yang datang disambut oleh penari dengan sekapur sirih sebelum duduk.
Kalau biasanya acara seperti ini diselenggarakan di gedung atau ruangan ber-AC, kali ini mengambil tempat di lahan kosong beratapkan tenda, dan di sekelilingnya banyak terdapat pepohonan. Tanpa alat pendingin udara, sementara udara dari luar bebas berembus ke bawah tenda. Tapi tiupan angin sepoi-sepoi hanya mampu mengurangi sedikit hawa panas yang disiram oleh terik matahari.
Dalam suasana gerah itulah acara demi acara berlangsung. “Di Panggung Toktan tidak mengenal rundown acara. Setiap acara yang diselenggarakan di sini harus mengikuti peraturan AD/ART yang berlaku di Panggung Toktan,” kata HA Aris Abeba, penyair dan pendiri Panggung Toktan. Kakek 64 tahun yang biasa dipanggil datok jantan oleh cucu-cucunya ini, berperan sebagai pembawa acara.
Ir HM Idris Laena yang juga Ketua Badan Penganggaran MPR cukup menikmati suasana itu. Ia hadir bersama anggota MPR lainnya, yaitu Dr Intsiawati Ayus SH MH (Kelompok DPD), Sadarestuwati SP MMA (Fraksi PDI Perjuangan), dan Eem Marhamah Zulfa Hiz, SThI (Fraksi PKB). Dari Setjen MPR hadir Kepala Biro Humas Setjen MPR, Siti Fauziah, SE MM bersama jajarannya.
Selain itu, cukup banyak tokoh yang hadir dalam acara ini. Tampak di antaranya HR Maizir MIT (Ketua Raja Indragiri), Dr H Khaidir (Ketua Umum Forum Komunikasi Masyarakat Riau), R Yose R Zein (Kadis Kebudayaan Provinsi Riau), Fauzi Kadir (Tokoh Masyarakat Riau), Dheni Kurnia (penyair). Hadir pula Kepala Biro Administrasi dan Pengawasan Setjen MPR Maifrizal SE MM Akt, serta Kepala Bagian Perencanaan, Evaluasi, dan Sekretariat Badan Penganggaran MPR, Rharas Esthining Palupi.
Setelah dihiburi oleh lagu-lagu yang disajikan oleh komunitas penyanyi jalanan, acara demi acara pun berlangsung. Acara dibuka dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Usai lagu Indonesia Raya, sebelum masuk acara inti, diselingi acara musikalisasi puisi. Puisi bejudul “Talang di Langit Palestina” karya Dheni Kurnia dibawakan oleh Qorry Islami, putri Aris Abeba, diiringi petikan gitar Syahfitra, yang tak lain suami dari Qorry. Puisi dibawakan dengan penuh penghayatan dan menyayat perasaan. Maka tak heran bagi yang mendengarkan ikut larut dalam keharuan.
Setelah itu, pembawa acara mempersilahkan Kepala Biro Humas MPR, Siti Fauziah, maju menyampai kata sambutan. Tak biasanya pula, sambutan harus disampai sambil duduk di kursi. “Aturan di sini memang begitu, untuk perempuan harus duduk, tak boleh sambil berdiri,” begitu alasan Aris Abeba. Syarat lainnya, sebelum dan sesudah menyampaikan kata sambutan harus berpantun.
Begitu pula ketika Idris Laena maju ke atas panggung menyampaikan materi sosialisasi ketentuan yang berlaku lebih longgar. “Karena Pak Idris laki-laki boleh berdiri dan boleh duduk. Hanya saja politisi partai Golkar yang sudah empat periode menjadi anggota legislatif, memilih sambil duduk. Tapi Idris Laena juga diminta mengawali pidatonya dengan pantun,
Kepala Biro Humas MPR, Siti Fauziah, dalam laporannya selaku pelaksana sosialisasi menjelaskan bahwa MPR memilih Pagelaran Seni Budaya sebagai salah satu metode sosialisasi dengan tujuan untuk ikut melestarikan seni budaya daerah agar jangan sampai punah dan mengucapkan terimakasih kepada datok yang sudah ikut menjaga melestarikan seni budaya kepada generasi dibawahnya serta mengimbau kepada semua yang hadir ikut juga menjaga serta melestarikan seni budaya yang kita miliki. “Hal ini penting dilakukan, karena di dalam seni budaya ada terdapat tuntunan, panutan, dan tentunya tontonan,” ujar Siti Fauziah.
Selanjutnya, sebagai narasumber, Idris Laena memaparkan tentang tugas dan wewenang MPR. Kepala Badan Penganggaran MPR ini menjelaskan, selain melakukan tugas-tugas konstitusional, MPR juga diberi amanat oleh undang-undang untuk menyosialisasikan nilai-nilai kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Bukan hanya itu, menurut politisi Partai Golkar asal Riau ini, MPR juga ditugaskan mengkaji sistem ketatanegaraan kita, apakah sudah dilaksanakan sesuai dengan konsep yang ada atau belum. Sesuai dengan tugas konstitusionalnya, MPR dapat mengubah UUD, asal sesuai dengan ketentuan yang ada. Hanya saja ada konsensus bahwa yang tak boleh diubah adalah Pembukaan UUD 1945.
Dalam kesempatan itu, Idris Laena juga menceritakan tentang pengalaman spiritualnya ketika melakukan kunjungan ke beberapa negara di Timur Tengah yang selalu bergolak, seperti Lebanon, Palestina, Yordania, dan Syiria. Berdasarkan pengalaman spiritual, Idris menjadi tahu bahwa yang menjadi penyebab pergolakan itu terjadi pemicunya adalah konflik internal di negara-negara itu.
Begitu juga saat melakukan kunjungan ke Rusia. Di negara ini, Idris menyaksikan di negara komunis itu terdapat gereja Kristen Ortodok peninggalan kerajaan yang telah menguasai Rusia selama 300 tahun. Saat itu, menurut Idris, agama sangat berpengaruh. Namun, setelah agama dijadikan alat kekuasaan maka timbul gerakan yang dimotori Marxisme dan Leninisme. Dan, Rusia pun menjadi negara komunis.
Jadi, menurut Idris Laena, apa yang terjadi di negara-negara Timur Tengah dan juga Rusia itu, karena mereka tidak memiliki konsensus yang dibuat secara bersama-sama, diakui oleh rakyat, kemudian dapat menyatukan mereka. “Alhamdulillah kita punya yang namanya Empat Pilar Kebangsaan yang dapat mempersatukan bangsa yang berpenduduk 260 juta ini,” ungkap Idris Laena.
Idris Laena kemudian menutup pidato dengan membacakan sebuah puisi yang bercerita tentang melawan asap. Judulnya Negeri di Atas Awan. Usai itu, sebelum kembali ke tempat duduk semula, Idris diminta untuk membubuh coretan di atas kain putih yang disiapkan di pojok panggung. Dan, Idris pun mencanting kain putih itu disaksikan oleh Intsiawati Ayus. Sadarestuwati, Eem Marhamah Zulfa Hiz, dan Siti Fauziah.
Apa yang yang dilakukan Idris Laena ini adalah proses awal dari pekerjaan membatik. “Nanti akan diteruskan oleh para pembatik dari Seroja Dara sampai menjadi kain batik. Hasilnya, nanti akan kami serahkan kepada MPR,” kata Aris Abeba. Seroja Dara adalah komunitas kerajinan batik di bawah binaan Panggung Toktan. Hasil produksinya telah dijual di pasaran, dan bahkan diekspor ke Malaysia.
Panggung Toktan diramaikan dengan penampilan musik dan puisi. Ada muisis Zuarman Ahmad. Ada penyair Riau seperti, Dheny Kurnia, Fakhrunnas MA Jabbar, TM Sum, Griven H Putra, Siti Salmah, DM Ningsih, Tien Marni, Bambang Kariyawan, Hening Wicara, Tm Fauzi, Husnu Abadi, Yoserizal Zein, Adrimar, Marhlim Zaini, Fedli Aziz, Willy Hfi, Benny, dan masih banyak lainnnya.***
Laporan Kunni Masrohanti, Pekanbaru