Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Norwegia Tidak Tolak Minyak Sawit Indonesia

OSLO (RIAUPOS.CO) — Pemerintah Norwegia tidak pernah menolak masuknya minyak sawit dari Indonesia ke negara tersebut. Hanya saja, Pemerintah Norwegia perlu memastikan bahwa produk minyak sawit yang masuk dihasilkan melalui sebuah proses yang berkelanjutan.

“Tidak ada pernyataan atau aturan di Kerajaan Norwegia yang melarang masuknya minyak sawit dari Indonesia,” kata Duta Besar RI untuk Kerajaan Norwegia Prof Dr Todung Mulya Lubis, kepada wartawan di Wisma Duta, Oslo, Kamis (27/6).

Todung menegaskan hal ini terkait resolusi parlemen Uni Eropa yang menetapkan kebijakan RED II (renewable energy directive) di mana dalam delegated act tersebut memasukkan perhitungan ILUC (indirect land use change). Inilah asalah bentuk baru diskriminasi sawit oleh Uni Eropa.

Saat memberikan sambutan dalam Seminar Sawit yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar RI di Oslo, Jumat (28/6) Todung menegaskan peran strategis industri sawit. “Industri sawit memainkan peran penting dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan,” kata Todung.

Industri sawit, kata dia, menjadi sandaran kehidupan bagi 20 juta masyarakat Indonesia. Ada 4,2 juta pekerja langsung di sektor kelapa sawit dan 2,4 juta petani sawit. “Kita ingin menegaskan bahwa industri sawit Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk mencapai keberlanjutan,” katanya.

Baca Juga:  Beda dengan Indonesia, Negara-negara Ini Gratiskan Vaksinasi Covid-19 untuk Warganya

Sementara itu Penasihat Politik Menteri Lingkungan Hidup dan Iklim Norwegia, Marit Vea, menegaskan hal yang sama. Pemerintah Norwegia bukan melarang masuknya produk minyak sawit dari Indonesia. “Tetapi apakah sudah dihasilkan melalui appropriate approach. Kami akui minyak sawit sangat penting bagi perekonomian Indonesia,” kat Vea.

Karena itu, Indonesia dan Norwegia perlu mencari jalan keluar bersama agar industri sawit juga berperan dalam mereduksi emisi karbon dan mengurangi laju deforestasi. Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Togar Sitanggang  mengatakan industri sawit akan membawa Indonesia mencapai kemandirian energi. “Siapa yang menguasai energi, mereka akan menguasai dunia. Itu yang membuat negara maju termasuk Uni Eropa khawatir dan akhirnya menghambat perkembangan minyak sawit,” kata Togar.

Menurut Togar, komitmen untuk perbaikan tata kelola perkebunan sawit agar sejalan dengan tuntutan tujuan pembangunan berkelanjutan global dilakukan  melalui berbagai cara. Antara lain  penguatan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) . 

Sebagai standar tata kelola sawit berkelanjutan di Indonesia, ISPO memiliki kesamaan tujuan dengan standar tata kelola global lain yaitu  menekan deforestasi, mengurangi emisi gas rumah kaca dari perubahan fungsi lahan serta kepatuhan terhadap persyaratan hukum lain seperti perburuhan dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Baca Juga:  Prabowo Belum Pastikan Penuhi Permintaan Luhut Panjaitan

“Penguatan ISPO mengadopsi nilai-nilai yang tertuang dalam tujuan pembangunan berkelanjutan  atau Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs merupakan agenda pembangunan dunia yang disepakati di PBB untuk dicapai dunia hingga 2030,” katanya.

Selain ISPO, Pemerintah Indonesia juga telah melaksanakan kebijakan moratorium hutan dan lahan gambut. Karena itu, lanjut Togar, dalam berbagai kesempatan di dalam dan luar negeri, pemerintah bersama pemangku kepentingan berupaya  mengampanyekan kelapa sawit sebagai produk strategis yang  ramah lingkungan dan aman untuk kesehatan.
Ke depan, kata Togar, para pemangku kepentingan sawit di  Indonesia  akan terus memberikan pemahaman kepada masyarakat global bahwa sawit tidak hanya penting bagi Indonesia tetapi juga dunia. “Produk minyak sawit untuk campuran biodiesel dan industri makanan serta produk turunan lainnya dinilai paling kompetitif dari segi harga dan pasokan dibandingkan minyak nabati lain.”(rls/aga)
Editor: Eko Faizin

OSLO (RIAUPOS.CO) — Pemerintah Norwegia tidak pernah menolak masuknya minyak sawit dari Indonesia ke negara tersebut. Hanya saja, Pemerintah Norwegia perlu memastikan bahwa produk minyak sawit yang masuk dihasilkan melalui sebuah proses yang berkelanjutan.

“Tidak ada pernyataan atau aturan di Kerajaan Norwegia yang melarang masuknya minyak sawit dari Indonesia,” kata Duta Besar RI untuk Kerajaan Norwegia Prof Dr Todung Mulya Lubis, kepada wartawan di Wisma Duta, Oslo, Kamis (27/6).

- Advertisement -

Todung menegaskan hal ini terkait resolusi parlemen Uni Eropa yang menetapkan kebijakan RED II (renewable energy directive) di mana dalam delegated act tersebut memasukkan perhitungan ILUC (indirect land use change). Inilah asalah bentuk baru diskriminasi sawit oleh Uni Eropa.

Saat memberikan sambutan dalam Seminar Sawit yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar RI di Oslo, Jumat (28/6) Todung menegaskan peran strategis industri sawit. “Industri sawit memainkan peran penting dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan,” kata Todung.

- Advertisement -

Industri sawit, kata dia, menjadi sandaran kehidupan bagi 20 juta masyarakat Indonesia. Ada 4,2 juta pekerja langsung di sektor kelapa sawit dan 2,4 juta petani sawit. “Kita ingin menegaskan bahwa industri sawit Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk mencapai keberlanjutan,” katanya.

Baca Juga:  Wagubri: Karhutla Ulah Tangan Jahil Manusia

Sementara itu Penasihat Politik Menteri Lingkungan Hidup dan Iklim Norwegia, Marit Vea, menegaskan hal yang sama. Pemerintah Norwegia bukan melarang masuknya produk minyak sawit dari Indonesia. “Tetapi apakah sudah dihasilkan melalui appropriate approach. Kami akui minyak sawit sangat penting bagi perekonomian Indonesia,” kat Vea.

Karena itu, Indonesia dan Norwegia perlu mencari jalan keluar bersama agar industri sawit juga berperan dalam mereduksi emisi karbon dan mengurangi laju deforestasi. Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Togar Sitanggang  mengatakan industri sawit akan membawa Indonesia mencapai kemandirian energi. “Siapa yang menguasai energi, mereka akan menguasai dunia. Itu yang membuat negara maju termasuk Uni Eropa khawatir dan akhirnya menghambat perkembangan minyak sawit,” kata Togar.

Menurut Togar, komitmen untuk perbaikan tata kelola perkebunan sawit agar sejalan dengan tuntutan tujuan pembangunan berkelanjutan global dilakukan  melalui berbagai cara. Antara lain  penguatan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) . 

Sebagai standar tata kelola sawit berkelanjutan di Indonesia, ISPO memiliki kesamaan tujuan dengan standar tata kelola global lain yaitu  menekan deforestasi, mengurangi emisi gas rumah kaca dari perubahan fungsi lahan serta kepatuhan terhadap persyaratan hukum lain seperti perburuhan dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Baca Juga:  Meghan Markle Kirim Kado Ultah untuk Kate Middleton

“Penguatan ISPO mengadopsi nilai-nilai yang tertuang dalam tujuan pembangunan berkelanjutan  atau Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs merupakan agenda pembangunan dunia yang disepakati di PBB untuk dicapai dunia hingga 2030,” katanya.

Selain ISPO, Pemerintah Indonesia juga telah melaksanakan kebijakan moratorium hutan dan lahan gambut. Karena itu, lanjut Togar, dalam berbagai kesempatan di dalam dan luar negeri, pemerintah bersama pemangku kepentingan berupaya  mengampanyekan kelapa sawit sebagai produk strategis yang  ramah lingkungan dan aman untuk kesehatan.
Ke depan, kata Togar, para pemangku kepentingan sawit di  Indonesia  akan terus memberikan pemahaman kepada masyarakat global bahwa sawit tidak hanya penting bagi Indonesia tetapi juga dunia. “Produk minyak sawit untuk campuran biodiesel dan industri makanan serta produk turunan lainnya dinilai paling kompetitif dari segi harga dan pasokan dibandingkan minyak nabati lain.”(rls/aga)
Editor: Eko Faizin
Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari