JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pemerintah masih mengkaji terkait perpanjangan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI). Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, penerbitan SKT masih terkendala oleh Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
Tito menyempaikan, FPI memang telah membuat surat pernyataan di atas materai yang menyatakan akan setia pada Pancasila dan NKRI. Namun, pada AD/ART FPI masih termuat visi dan misi yang kalimatnya dianggap memiliki makna samar.
“Problemnya di AD/ART. Di sana disampaikan bahwa visi dan misi organisasi FPI adalah penerapan Islam secara kaffah di bawah naungan khilafah islamiyah melalui pelaksanaan dakwah, penegakan hisbah, dan pengawalan jihad,” kata Tito dalam Rapat Kerja bersama Komisi II DPR RI di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/11).
Hal itulah yang saat ini tengah didalami oleh Kementerian Agama (Kemenag), supaya ada kejelasan maksud dari visi misi tersebut. Menurut Tito, penerapan islam kaffa adalah teologi yang bagus. Namun, FPI pernah mengeluarkan istilah NKRI Bersyariah. Oleh karena itu, dia mempertanyakan syariah yang dimaksud. Apakah kata itu bermaksud FPI akan menerapkan prinsip syariah seperti di Aceh atau daerah khusus lainnya.
“Kalau dilakukan (seperti di Aceh) bagaimana tanggapan dari elemen-elemen lain, elemen-elemen nasionalis mungkin, elemen minoritas. Yang dulu pernah di pikirkan oleh para founding fathers kita,” imbuhnya.
Mantan Kapolri itu menjelaskan, jika kondisi seperti itu yang diperjuangkan oleh FPI, dianggap akan menganggu kebhinekaan sebagai prinsip negara. Karena setiap daerah bisa terbelah, dan menerapkan hukum sesuai keyakinan agama masing-masing.
Sementara itu terkait misi khilafak islamiyah juga harus dijelaskan secara tegas. Terlebih kata khilafah terbilang sensitif. “Apakah biologis khilafah islamiyah ataukah membentuk sistem negara. Kalau sistem negara bertentangan dengan prinsip NKRI,” tambah Tito.
Selanjutnya Tito menyinggung penegakan hisbah yang diusung FPI. Hisbah sendiri memiliki makna menegakan kebenaran dan mencegah kemungkaran. Tito menilai selama ini kerap terjadi perilaku menyimpang dengan mengatasnamakan hisbah.
Sebagai contoh, beberapa tahun ke belakang pernah terjadi sweeping atribut natal, pengerusakan tempat hiburan malam, merusakan rumah makan yang buka pada siang hari saat bulan Ramadan, dan lain sebagainya.
“Nah ini perlu diklarifikasi. Karena kalau itu dilakukan bertentangan sistem hukum Indonesia. karena nggak boleh ada ormas yang melakukan penegakan hukum sendiri,” pungkas Tito.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman