MEDAN (RIAUPOS.CO) – Polisi menangkap dua pemuda yang menyusup ketika demo mahasiswa dan pelajar di Kantor DPRD Asahan, Kamis (26/9) sore. Salah satu diantaranya sengaja mencukur rambut sehingga membentuk tulisan “Polisi Keparat”.
SAAT dimintai keterangan di Mapolres Asahan, kedua pemuda itu mengaku bernama Aflian Erlangga dan Muhammad Azhar. Mereka juga mengaku bukan warga Kabupaten Asahan.
“Keduanya warga Kota Binjai dan Tanjungbalai,” ujar Kapolres Asahan AKBP Faisal F Napitupulu Sik, Mhum kepada wartawan usai pengamanan unjukrasa, Jumat (27/9).
Saat pengamanan unjuk rasa, Polres Asahan mengantisipasi adanya penyusup yang masuk kedalam barisan mahasiswa.
“Seorang tersangka yang bernama Azhar membuat ujaran kebencian, baik melalui potongan rambutnya dan di media sosial,” ujar AKBP Faisal didampingi para Pejabat Utama Polres Asahan.
“Pelaku mengaku melakukan hal tersebut karena ketidaksukaan dirinya terhadap Institusi Polri serta untuk berjihad. Sementara tersangka Alfian juga ikut menyebarkan ujaran kebencian di media sosial,” sambungnya.
Dari kedua tersangka, petugas menyita satu unit handphone dan beberapa lembar screenshot postingan media sosial.
“Kedua nya akan dijerat dengan Pasal 45 A ayat (2) UU RI nomor 19 tahun 2016, tentang perubahan atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 6 tahun,” jelas AKBP Faisal.
Sementara itu, sebanyak 39 orang pelajar diamankan petugas Polres Asahan dari sejumlah lokasi di kota Kisaran, Jumat (27/9) siang.
Para pelajar dari berbagai Sekolah Menengah Atas (SMA) ini dijaring petugas saat sedang berkumpul dan diduga hendak ikut aksi demo mahasiswa.
Saat dimintai keterangan di Polres Asahan, para pelajar ini mengaku hanya ikut ikutan aksi demo. Mereka mengaku terpengaruh ajakan untuk ikut unjuk rasa dari media sosial.
“Dari 39 orang pelajar ini mayoritas sedang bolos sekolah dan berkumpul di beberapa lokasi di kota Kisaran. Para pelajar ini berasal dari Kabupaten Asahan dan Kota Tanjungbalai,” sebut AKBP Faisal.
“Mereka juga membuat sejumlah poster yang berisi pesan yang tidak sesuai etika,” sambung mantan Kasubdit III Ditreskrimum Polda Sumut ini.
Para pelajar ini, lanjut Kapolres, merupakan korban berita bohong atau hoax dari media sosial. Sehingga mudah diajak oleh oknum-oknum tertentu untuk ikut melakukan aksi demo.
Usai dilakukan pendataan dan pembinaan, para pelajar ini akan dikembalikan kepada pihak sekolah serta keluarga masing-masing.
“Tolong sama-sama kita mengawasi dan menjaga anak-anak kita. Jangan sampai mereka tersesat dengan informasi-informasi yang tidak benar atau hoax. Karena di era digitalisasi sekarang ini, berita hoax mudah disebar melalui media sosial,” pesan pria supel ini.
Sumber: Sumutpos.co
Editor: E Sulaiman