JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Motif Brigjen Prasetijo Utomo membantu Djoko Tjandra keluar masuk Indonesia hingga kini belum terang. Namun, Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo telah memberikan isyarat dugaan adanya gratifikasi dengan pernyataan sedang melakukan tracking aliran dana dari Djoko Tjandra.
Namun begitu, akan sulit membuktikan adanya aliran dana bila uang itu diserahkan secara langsung. Potensi penyerahan uang dari Djoko Tjandra ke Brigjen Prasetijo secara langsung begitu besar, pasalnya Brigjen Prasetijo sempat mengantar Djoko Tjandra dari Pontianak ke Jakarta menggunakan jet pribadi.
Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Awi Setiyono menuturkan, terkait motif bantuan Brigjen Prasetijo itu masih didalami. Namun, sesuai pernyataan Kabareskrim Komjen Listyo Sigit bahwa akan ada tiga pasal berlapis untuk menjerat tersangka yang semuanya akan ada konstruksi hukumnya.
"Motifnya itu pribadi atau yang lainnya pasti terungkap," paparnya.
Sesuai pernyataan Kabareskrim, tidak menutp kemungkinan adanya aliran dana. Makanya, mengajak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk penanganan tindak pidana korupsinya (Tipikor).
"Agar kasus ini tuntas," jelasnya.
Peluang kerja sama antara Polri dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangani kasus Djoko Tjandra memang sudah terbuka. Kepala Bareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo sudah menyatakan itu secara langsung.
"Tidak menutup kemungkinan ada kerjasama dengan KPK," ungkap Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono, kemarin (28/7).
Menurut Argo, peluang kerja sama di antara kedua institusi itu terbuka. Pihaknya akan melihat evaluasi yang dilakukan penyidik sebelum mengambil keputusan.
"Evaluasi dari penyidik setelah menyelesaikan pemeriksaaan terhadap seluruh saksi," beber jenderal bintang dua Polri itu.
Menurut dia, pihaknya tidak bisa buru-buru menggandeng KPK. Sebab, penyidikan terhadap petinggi Polri yang sudah ditetapkan sebagai tersangka masih berjalan.
"Tentunya nanti berkembang, kalau ada penyidikan arahnya seperti apa. Makanya kemarin bisa dimungkinkan kami bekerja sama dengan KPK," bebernya.
Bukan hanya peluang kerja sama dengan KPK, potensi muncul tersangka lain juga sudah disampaikan oleh Polri. Mereka perlu waktu untuk memastikan kerja sama apa yang dibutuhkan jika harus melibatkan Polri.
"KPK bisa melihat perkembangan kasus yang ada di kepolisian, (misalnya) berkaitan dengan tipikor," jelas mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya itu.
Kemungkinan-kemungkinan itu sudah dihitung oleh aparat kepolisian lantaran mereka diminta menuntaskan kasus tersebut. Pemerintah sudah menegaskan bahwa perlu dilakukan tindakan ke dalam untuk mengungkap siapa saja yang membantu Djoko Tjandra keluar masuk Indonesia. Berkaitan dengan dorongan pembentukan tim khusus, Argo tidak bicara banyak.
"Silakan (soal usul tim khusus) nanti ke Kemenko Polhukam," imbuh Argo.
Usulan tersebut disampaikan oleh Koalisi Pemantau Peradilan. Jawa Pos (JPG) sudah mencoba menanyakan tindak lanjut pemerintah pasca munculnya usulan tersebut. Namun, pihak Kemenko Polhukam belum memberikan respons. Menko Polhukam Mohammad MD maupun Staf Khusus Menko Polhukam Rizal Mustary belum menjawab.
Sementara informasi yang diterima JPG, Bareskrim agaknya kesulitan untuk mengusut dugaan gratifikasi atau aliran dana dari Djoko Tjandra . Pasalnya, gratifikasi itu bisa jadi diberikan saat keduanya bersamaan berada di dalam jet pribadi dari Pontianak menuju Jakarta.
Ada waktu yang terbilang sangat lama untuk Djoko Tjandra memberikan sesuatu ke Brigjen Prasetijo. Apalagi, sifat dari kasus tersebut bukanlah operasi tangkap tangan. Siapa juga yang bisa melakukan operasi tangkap tangan bila kejadiannya di dalam jet pribadi yang penumpangnya hanya kelompok tertentu. Untuk mendapatkan keterangan saksi juga cukup sulit hal itu dikarenakan yang berada dalam pesawat hampir semuanya potensial terkena jeratan hukum. Seperti,pengacara Djoko Tjandra Anita Kolopaking yang telah dicekal oleh Bareskrim.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia Boyamin Saiman menuturkan, memang sulit untuk membuktikannya. Namun, semua itu tetap bisa ditelusuri, dengan keterangan saksi seperti pilot atau pramugari dalampesawat tersebut.
"Bisa juga dengan mengecek apakah ada uang yang dimasukkan ke rekening tersangka dalam bentuk cash, kalau memang tidak transfer ya," urainya.
Yang pasti, pihaknya mengapresiasi keterbukaan dari Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo. Pasalnya, Komjen Listyo dan Brigjen Prasetijo itu satu leting Akpol angkatan 1991. "Tapi, tidak pandang bulu serta tidak melindungi teman satu angkatannya," jelasnya.
Untuk keterlibatan oknum jaksa sendiri dalam kasus Djoko Tjandra, Kejaksaan Agung menyatakan telah memeriksa delapan saksi dari internal. Kedelapan orang itu diperiksa dalam kurun waktu sejak pekan lalu, dimulai dari Kajari Jakarta Selatan Nanang Supriyatna.
"Totalnya ada delapan. Dari internal Kejari Jaksel, pihak yang ada di ruangan, kemudian secara struktural, juga atasan langsung dari jaksa yang ada di foto bersama Anita (Kolopaking)," jelas Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Hari Setiyono, kemarin.
Dia memerinci pihak internal itu antara lain Kasi Pidsus Kejari Jaksel, Kasi Intel Kejari Jaksel, petugas piket, jaksa senior di Kejagung, Aspidsus dan Asintel Kejati DKI Jakarta, serta atasan jaksa yang bersama Anita. Hari memperkirakan masih ada tambahan lagi karena ada segelintir pihak yang masih perlu dimintai konfirmasi. "Masih perlu yang ada difoto itu untuk kami minta klarifikasi," lanjutnya.
Mengenai status Kajari Jaksel Nanang Supriyatna sendiri, Hari menegaskan bahwa yang bersangkutan hingga kini masih aktif. Pemeriksaan internal masih berlangsung sehingga belum ada hasil yang bisa dipaparkan dan tindakan atau sanksi yang diambil untuk Kajari tersebut. Soal laporan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ke Komisi Kejaksaan beberapa waktu lalu, Hari menyatakan Kejagung sudah melakukan pemeriksaan sebagai tindak lanjut laporan itu. Sehingga saat ini Komjak perlu menunggu hasil pemeriksaan internal.
"Kami masih memproses laporan yang kurang lebih sama dengan yang dilaporkan MAKI ke Komjak," tuturnya.(idr/syn/deb/jpg)