Kamis, 19 September 2024

Rektor Diminta Kembalikan Kelebihan Pembayaran UKT

JAKARTA DAN PEKANBARU (RIAUPOS.CO)- Keputusan pembatalan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) direspons cepat Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek) Abdul Haris. Ia telah menyurati 75 rektor Perguruan Tinggi Negeri (PTN) untuk segera mencabut rekomendasi dan persetujuan tarif UKT dan iuran pengembangan institusi (IPI) tahun 2024.

Surat bernomor 0511/E/PR.07.04/2024 itu dilayangkan Haris pada 27 Mei 2024. Setidaknya, ada enam poin yang ditekankan Haris dalam surat tersebut mengenai pembatalan UKT ini. Salah satu poinnya, Rektor PTN dan PTNBH  diminta segera melakukan pengembalian kelebihan pembayaran atau penyesuaian perhitungan pembayaran UKT untuk semester berikutnya.

Pada poin pertama, pihaknya kembali secara tegas menyatakan, bahwa telah membatalkan dan mencabut surat rekomendasi tarif UKT dan IPI PTN Badan Hukum (PTNBH) dan surat persetujuan tarif UKT dan IPI PTN tahun akademik 2024/2025. Kedua, para rektor baik PTN maupun PTNBH diminta segera mengajukan kembali tarif UKT dan IPI tahun akademik 2024/2025 kepadanya. Pengajuan harus dilakukan paling lambat 5 Juni 2024.

”(Pengajuan tarif UKT dan IPI, red) tanpa kenaikan dibandingkan dengan tarif tahun akademik 2023/2024 dan sesuai dengan ketentuan batas maksimal dalam Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT),” ujarnya di Jakarta, Selasa (28/5).

- Advertisement -

Poin ketiga, bagi kampus yang telah memperoleh surat rekomendasi atau surat persetujuan dari Dirjen Diktiristek atas pengajuan kembali UKT dan IPI-nya maka harus merevisi Keputusan Rektor mengenai tarif UKT dan IPI tahun akademik 2024/2025. Dengan begitu, aturan soal UKT di masing-masing kampus resmi berubah.

Poin keempat, para rektor PTN dan PTNBH harus menjamin tidak ada mahasiswa baru tahun akademik 2024/2025 yang membayar UKT lebih tinggi akibat dilakukannya revisi keputusan Rektor.

- Advertisement -

Haris pun menekankan kembali arahan Mendikbudristek Nadiem Makarim agar kampus merangkul calon mahasiswa baru yang terdampak. Nadiem meminta PTN jemput bola dengan mengabarkan soal pembatalan kenaikan UKT ini pada para calon mahasiswa yang yang belum daftar ulang atau mengundurkan diri akibat UKT yang tinggi. Hal ini ditekankan olehnya di poin kelima.

Kemudian, dalam Surat Dirjen tersebut, dirinya juga menegaskan solusi bagi calon mahasiswa baru yang telah melakukan pembayaran. Di terakhir, Haris menyatakan, agar Rektor PTN dan PTNBH  segera melakukan pengembalian kelebihan pembayaran atau penyesuaian perhitungan pembayaran UKT untuk semester berikutnya.

”Direktorat Jenderal Diktiristek akan terus mengawal implementasi kebijakan ini agar PTN dan PTNBH dapat menjalankannya dengan lancar,” katanya.

Menurutnya, keputusan ini menunjukkan bahwa Kemendikbudristek senantiasa mendengarkan aspirasi masyarakat dan selalu menindaklanjutinya secara serius. Ini juga bentuk komitmen pemerintah untuk menyelenggarakan kebijakan pendidikan tinggi yang berkeadilan dan inklusif. Termasuk, memastikan tidak ada anak Indonesia yang mengubur mimpinya untuk kuliah di PTN lantaran masalah finansial.

Baca Juga:  Prokes Wajib Diterapkan untuk Kendalikan Penyebaran Covid-19 Varian Baru

Para rektor sepertinya masih setengah hati merespon pembatalan kenaikan UKT ini. Pasalnya, meski sepakat dengan keputusan tersebut, Forum Rektor Indonesia (FRI) masih berharap agar aturan UKT yang sudah ditetapkan untuk calon mahasiswa baru jalur seleksi nasional berbasis prestasi (SNBP) 2024 tidak ikut berubah. Kecuali, bagi yang keberatan dan mengajukan keringanan.

Sementara itu, Wakil Rektor I Unri Dr Maxasai Indra SH MH didampingi Staf Khusus Rektor/Warek Unri Ir Ridar Hendri MSi PhD mengatakan, pihaknya sudah menerima Surat Dirjen Diktiristek Nomor 0511/E/PR.07.04/2024 tanggal 27 Mei 2024. “Surat itu ditujukan untuk seluruh PTN dan PTNBH. Kami di Unri bergerak cepat dan segera menindaklanjutinya,” katanya kepada media, Selasa (28/8).

Sementara itu, Ketua Umum FRI M Nasih menilai, sebetulnya bagi calon mahasiswa baru yang mampu dan mau, penetapan UKT sebelumnya tak jadi masalah. Tapi, dengan catatan, tidak melampaui UKT tahun lalu. ”Menurut saya bisa tetap berlaku untuk yang mampu dan mau. Karena tetap ada 2 kemungkinan jika disesuaikan, yakni ke level lebih rendah atau ke level UKT lebih tinggi tahun lalu,” tuturnya.

Namun, Nasih kembali menekankan, bahwa pada prinsipnya, para rektor perguruan tinggi tidak ada masalah dengan kebijakan UKT tahun-tahun sebelumnya. Sehingga, ketika Permendikbudristek 2/2024 yang menjadi dasar dan pertimbangan UKT 2024 dicabut pun tak jadi soal.

Para Rektor pun disebutnya akan melaksanakan apa-apa saja yang menjadi keputusan pemerintah. ”Saya kira para Rektor akan melaksanakan apa-apa yang menjadi kebijakan Menteri. Tentu dengan membuat SK Rektor tentang UKT yang baru, yang bisa saja sama dengan UKT tahun-tahun sebelumnya,” tuturnya.

Khususnya pada PTNBH, UKT ditetapkan dengan SK Rektor. Maka pembatalannya pun mesti dengan SK Rektor. Dia pun menyebut, jika Universitas Airlangga ( Unair) yang dipimpinnya siap 100 persen menerapkan kebijakan tersebut. Sebab, tak ada kenaikan UKT di tempatnya. Meski, ada tambahan kelompok UKT di tahun ini. ”Tapi yang tertinggi tetap tidak berubah,” sebutnya.

Tambahan kelompok UKT tersebut,kata dia, dimaksudkan agar besaran angkanya bisa lebih landai dan tidak terlalu jauh beda penurunan maupun kenaikannya. Dia mencontohkan, bila berdasarkan perhitungan skor mahasiswa masuk UKT 7 di 2024 atau kelompok 5 di UKT 2023 tapi kurus maka dapat dimasukkan ke UKT 6 baru yang lebih rendah dari UKT 7.

”Di Unair ada SK Rektor yang selama ini digunakan untuk menyesuaikan UKT bila ada permintaan keringanan, keberatan atau yang lainnya.. Misal UKT 4, ada UKT 4a, 4b, 4c, pada tahun lalu,” paparnya.

Dihubungi terpisah, Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria mengaku sudah menindaklanjuti instruksi dalam surat Dirjen Diktiristek. Pihaknya pun sudah membahas secara internal terkait besaran UKT dan IPI terbaru yang akan diajukan kembali nanti. ”Sudah dibahas,” ujarnya.

Baca Juga:  Gandeng Interpol, Lacak Jejak Jozeph

Menurut Arif, pihaknya tak ada masalah dengan kebijakan tersebut. Sebab, kontribusi UKT pada pendapatan IPB hanya 23 persen. ”IPB mengapresiasi kebijakan baru tersebut dan mengikuti apa yang sudah diputuskan pemerintah,” ungkapnya.

Meski demikian, Arif menilai jika pemerintah perlu mengevaluasi total alokasi anggaran pendidikan 20 persen. Dengan begitu, bisa lebih efektif untuk mendongkrak kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.

Terpisah Staf Khusus Presiden Bisang Inovasi Pendidikan dan Daerah Terluar Billy Mambrasar menyatakan dengan pembatalan UKT merupakan wujud respons cepat Presiden Joko Widodo saat mendengar keluhan rakyat. Namun pekerjaan rumah lainnya adalah menaikan akses perguruan tinggi. Untuk itu dia menyebut ada beberapa poin penting yang harus dilakukan.

Menurutnya pembatalan UKT merupakan salah satu rekomendasi dari hasil dari diskusi dari berbagai komponen masyarakat. Dari diskusi itu, pada Senin pagi (27/5) Billy menyampaikan rekomendasi kepada Jokowi.

Selanjutnya, pada siang harinya Jokowi memanggil Mendikbud Nadiem Makarim dan akhirnya UKT dibatalkan.  “Saya berharap, selain pembatalan kenaikan UKT ini, enam rekomendasi kebijakan saya yang lainnya dapat ditindak lanjuti,” katanya.

Rekomendasi lainnya adalah pembaruan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Menurutnya UU ini sudah usang. Jika UU ini diperbarui, yang menjadi konsennya adalah menambah anggaran pendidikan tingi. “Saat ini hanya 1,6 persen dari APBN yang di kelola oleh Kemendikbudristek,” ujarnya. Angka ini lebih rendah dari rekomendasi UNESCO yang menyebut 2 persen dari APBN.

Negara maju seperti Singapura, Jepang, dan Amerika sudah menambah anggaran pendidikan tingginya. Dia menginginkan agar Indonesia menyusul negara-negara ini. Billy menyarankan agar ada sebagian dana LPDP untuk pemenuhan kebutuhan tinggi.

Selanjutnya pada Pasal 76 Ayat (3) UU 12/2012 menjabarkan adanya student loan yang disediakan oleh negara. Menurutnya sistem ini bisa digunakan. “Student loan ini diberikan dan dijamin oleh negara, tanpa bunga, dan dibayarkan nanti oleh mahasiswa saat mereka sudah lulus dan bekerja,” ungkapnya.

Dia juga meminta agar program beasiswa KIP Kuliah jalur aspirasi dihapuskan. Cara ini menurutnya hanya disalurkan oleh kelompok tertentu. Sehingga program tidak merata.
“Susun sistem Key Performance Indikator (KPI) dari rektor-rektor berbadan hukum PTN BH agar juga memiliki tanggung jawab kreatifitas menyusun dan mencari sumber anggaran sendiri,” tuturnya.

Dengan adanya KPI ini diharapkan Rektor dapat cari cara agar tidak membebankan biaya pengembangan institusi   kepada UKT.(mia/lyn/das)

Laporan JPG dan DOFI ISKANDAR, Jakarta dan Pekanbaru

JAKARTA DAN PEKANBARU (RIAUPOS.CO)- Keputusan pembatalan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) direspons cepat Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek) Abdul Haris. Ia telah menyurati 75 rektor Perguruan Tinggi Negeri (PTN) untuk segera mencabut rekomendasi dan persetujuan tarif UKT dan iuran pengembangan institusi (IPI) tahun 2024.

Surat bernomor 0511/E/PR.07.04/2024 itu dilayangkan Haris pada 27 Mei 2024. Setidaknya, ada enam poin yang ditekankan Haris dalam surat tersebut mengenai pembatalan UKT ini. Salah satu poinnya, Rektor PTN dan PTNBH  diminta segera melakukan pengembalian kelebihan pembayaran atau penyesuaian perhitungan pembayaran UKT untuk semester berikutnya.

Pada poin pertama, pihaknya kembali secara tegas menyatakan, bahwa telah membatalkan dan mencabut surat rekomendasi tarif UKT dan IPI PTN Badan Hukum (PTNBH) dan surat persetujuan tarif UKT dan IPI PTN tahun akademik 2024/2025. Kedua, para rektor baik PTN maupun PTNBH diminta segera mengajukan kembali tarif UKT dan IPI tahun akademik 2024/2025 kepadanya. Pengajuan harus dilakukan paling lambat 5 Juni 2024.

”(Pengajuan tarif UKT dan IPI, red) tanpa kenaikan dibandingkan dengan tarif tahun akademik 2023/2024 dan sesuai dengan ketentuan batas maksimal dalam Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT),” ujarnya di Jakarta, Selasa (28/5).

Poin ketiga, bagi kampus yang telah memperoleh surat rekomendasi atau surat persetujuan dari Dirjen Diktiristek atas pengajuan kembali UKT dan IPI-nya maka harus merevisi Keputusan Rektor mengenai tarif UKT dan IPI tahun akademik 2024/2025. Dengan begitu, aturan soal UKT di masing-masing kampus resmi berubah.

Poin keempat, para rektor PTN dan PTNBH harus menjamin tidak ada mahasiswa baru tahun akademik 2024/2025 yang membayar UKT lebih tinggi akibat dilakukannya revisi keputusan Rektor.

Haris pun menekankan kembali arahan Mendikbudristek Nadiem Makarim agar kampus merangkul calon mahasiswa baru yang terdampak. Nadiem meminta PTN jemput bola dengan mengabarkan soal pembatalan kenaikan UKT ini pada para calon mahasiswa yang yang belum daftar ulang atau mengundurkan diri akibat UKT yang tinggi. Hal ini ditekankan olehnya di poin kelima.

Kemudian, dalam Surat Dirjen tersebut, dirinya juga menegaskan solusi bagi calon mahasiswa baru yang telah melakukan pembayaran. Di terakhir, Haris menyatakan, agar Rektor PTN dan PTNBH  segera melakukan pengembalian kelebihan pembayaran atau penyesuaian perhitungan pembayaran UKT untuk semester berikutnya.

”Direktorat Jenderal Diktiristek akan terus mengawal implementasi kebijakan ini agar PTN dan PTNBH dapat menjalankannya dengan lancar,” katanya.

Menurutnya, keputusan ini menunjukkan bahwa Kemendikbudristek senantiasa mendengarkan aspirasi masyarakat dan selalu menindaklanjutinya secara serius. Ini juga bentuk komitmen pemerintah untuk menyelenggarakan kebijakan pendidikan tinggi yang berkeadilan dan inklusif. Termasuk, memastikan tidak ada anak Indonesia yang mengubur mimpinya untuk kuliah di PTN lantaran masalah finansial.

Baca Juga:  Menolak Divaksin, Sanksi Menanti

Para rektor sepertinya masih setengah hati merespon pembatalan kenaikan UKT ini. Pasalnya, meski sepakat dengan keputusan tersebut, Forum Rektor Indonesia (FRI) masih berharap agar aturan UKT yang sudah ditetapkan untuk calon mahasiswa baru jalur seleksi nasional berbasis prestasi (SNBP) 2024 tidak ikut berubah. Kecuali, bagi yang keberatan dan mengajukan keringanan.

Sementara itu, Wakil Rektor I Unri Dr Maxasai Indra SH MH didampingi Staf Khusus Rektor/Warek Unri Ir Ridar Hendri MSi PhD mengatakan, pihaknya sudah menerima Surat Dirjen Diktiristek Nomor 0511/E/PR.07.04/2024 tanggal 27 Mei 2024. “Surat itu ditujukan untuk seluruh PTN dan PTNBH. Kami di Unri bergerak cepat dan segera menindaklanjutinya,” katanya kepada media, Selasa (28/8).

Sementara itu, Ketua Umum FRI M Nasih menilai, sebetulnya bagi calon mahasiswa baru yang mampu dan mau, penetapan UKT sebelumnya tak jadi masalah. Tapi, dengan catatan, tidak melampaui UKT tahun lalu. ”Menurut saya bisa tetap berlaku untuk yang mampu dan mau. Karena tetap ada 2 kemungkinan jika disesuaikan, yakni ke level lebih rendah atau ke level UKT lebih tinggi tahun lalu,” tuturnya.

Namun, Nasih kembali menekankan, bahwa pada prinsipnya, para rektor perguruan tinggi tidak ada masalah dengan kebijakan UKT tahun-tahun sebelumnya. Sehingga, ketika Permendikbudristek 2/2024 yang menjadi dasar dan pertimbangan UKT 2024 dicabut pun tak jadi soal.

Para Rektor pun disebutnya akan melaksanakan apa-apa saja yang menjadi keputusan pemerintah. ”Saya kira para Rektor akan melaksanakan apa-apa yang menjadi kebijakan Menteri. Tentu dengan membuat SK Rektor tentang UKT yang baru, yang bisa saja sama dengan UKT tahun-tahun sebelumnya,” tuturnya.

Khususnya pada PTNBH, UKT ditetapkan dengan SK Rektor. Maka pembatalannya pun mesti dengan SK Rektor. Dia pun menyebut, jika Universitas Airlangga ( Unair) yang dipimpinnya siap 100 persen menerapkan kebijakan tersebut. Sebab, tak ada kenaikan UKT di tempatnya. Meski, ada tambahan kelompok UKT di tahun ini. ”Tapi yang tertinggi tetap tidak berubah,” sebutnya.

Tambahan kelompok UKT tersebut,kata dia, dimaksudkan agar besaran angkanya bisa lebih landai dan tidak terlalu jauh beda penurunan maupun kenaikannya. Dia mencontohkan, bila berdasarkan perhitungan skor mahasiswa masuk UKT 7 di 2024 atau kelompok 5 di UKT 2023 tapi kurus maka dapat dimasukkan ke UKT 6 baru yang lebih rendah dari UKT 7.

”Di Unair ada SK Rektor yang selama ini digunakan untuk menyesuaikan UKT bila ada permintaan keringanan, keberatan atau yang lainnya.. Misal UKT 4, ada UKT 4a, 4b, 4c, pada tahun lalu,” paparnya.

Dihubungi terpisah, Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria mengaku sudah menindaklanjuti instruksi dalam surat Dirjen Diktiristek. Pihaknya pun sudah membahas secara internal terkait besaran UKT dan IPI terbaru yang akan diajukan kembali nanti. ”Sudah dibahas,” ujarnya.

Baca Juga:  Tak Mau Diutangi Rokok, Anak Elvy Sukaesih Mengamuk

Menurut Arif, pihaknya tak ada masalah dengan kebijakan tersebut. Sebab, kontribusi UKT pada pendapatan IPB hanya 23 persen. ”IPB mengapresiasi kebijakan baru tersebut dan mengikuti apa yang sudah diputuskan pemerintah,” ungkapnya.

Meski demikian, Arif menilai jika pemerintah perlu mengevaluasi total alokasi anggaran pendidikan 20 persen. Dengan begitu, bisa lebih efektif untuk mendongkrak kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.

Terpisah Staf Khusus Presiden Bisang Inovasi Pendidikan dan Daerah Terluar Billy Mambrasar menyatakan dengan pembatalan UKT merupakan wujud respons cepat Presiden Joko Widodo saat mendengar keluhan rakyat. Namun pekerjaan rumah lainnya adalah menaikan akses perguruan tinggi. Untuk itu dia menyebut ada beberapa poin penting yang harus dilakukan.

Menurutnya pembatalan UKT merupakan salah satu rekomendasi dari hasil dari diskusi dari berbagai komponen masyarakat. Dari diskusi itu, pada Senin pagi (27/5) Billy menyampaikan rekomendasi kepada Jokowi.

Selanjutnya, pada siang harinya Jokowi memanggil Mendikbud Nadiem Makarim dan akhirnya UKT dibatalkan.  “Saya berharap, selain pembatalan kenaikan UKT ini, enam rekomendasi kebijakan saya yang lainnya dapat ditindak lanjuti,” katanya.

Rekomendasi lainnya adalah pembaruan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Menurutnya UU ini sudah usang. Jika UU ini diperbarui, yang menjadi konsennya adalah menambah anggaran pendidikan tingi. “Saat ini hanya 1,6 persen dari APBN yang di kelola oleh Kemendikbudristek,” ujarnya. Angka ini lebih rendah dari rekomendasi UNESCO yang menyebut 2 persen dari APBN.

Negara maju seperti Singapura, Jepang, dan Amerika sudah menambah anggaran pendidikan tingginya. Dia menginginkan agar Indonesia menyusul negara-negara ini. Billy menyarankan agar ada sebagian dana LPDP untuk pemenuhan kebutuhan tinggi.

Selanjutnya pada Pasal 76 Ayat (3) UU 12/2012 menjabarkan adanya student loan yang disediakan oleh negara. Menurutnya sistem ini bisa digunakan. “Student loan ini diberikan dan dijamin oleh negara, tanpa bunga, dan dibayarkan nanti oleh mahasiswa saat mereka sudah lulus dan bekerja,” ungkapnya.

Dia juga meminta agar program beasiswa KIP Kuliah jalur aspirasi dihapuskan. Cara ini menurutnya hanya disalurkan oleh kelompok tertentu. Sehingga program tidak merata.
“Susun sistem Key Performance Indikator (KPI) dari rektor-rektor berbadan hukum PTN BH agar juga memiliki tanggung jawab kreatifitas menyusun dan mencari sumber anggaran sendiri,” tuturnya.

Dengan adanya KPI ini diharapkan Rektor dapat cari cara agar tidak membebankan biaya pengembangan institusi   kepada UKT.(mia/lyn/das)

Laporan JPG dan DOFI ISKANDAR, Jakarta dan Pekanbaru

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari