Sakit-sakitan, untuk Makan Sehari-hari Susah

Hidup di bawah garis kemiskinan, membuat kakek 90 tahun bersama isterinya yang berusia 78 tahun ini hidup menderita. Sejak sepuluh tahun terakhir keluarga kecil ini tak berpenghasilan dan sakit-sakitan. Namun perhatian dari pemerintah tak kunjung tiba.

Laporan: MUSLIM NURDIN (Pekanbaru)

- Advertisement -

SEPULUH tahun sudah, Baharudin kakek 90 tahun bersama Istrinya, Nuripas 78 tahun ini tak berpenghasilan. Pasangan suami-isteri yang tinggal di Kelurahan Sidomulyo Barat, Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru ini hidup susah di bawah garis kemiskinan. Hari demi hari dilalui mereka dengan duka lara yang mendalam.

Selepas sang suami mengalami sakit-sakitan dan tak sanggup bekerja lagi, kemudian ditambah isteri juga demikian, pasangan yang menetap di RT 03 RW 11 ini meringkuk pilu. Kisah sedih itu dialami mereka di sudut perumahan menengah yang berada di kawasan pasar induk, Jalan Soekarno-Hatta Pekanbaru.

- Advertisement -

"Sudah 10 tahun gak kerja, gak sanggup lagi udah tua. Mau makan aja sekarang susah, tambah ibuk sakit-sakitan juga," kata Baharudin (90), kepada Riau Pos, Ahad (26/4).

Sambil menitihkan air mata, kakek 90 tahun ini mengaku pasrah dengan hidup yang dijalaninya bersama sang istri yang menderita sakit gula (diabetes). Berat badan sang isteri juga menurun derastis dari hari ke hari, penyakit yang diderita ini menggerogoti badan sang isteri tersebut.

Calon penerima bantuan sosial (bansos) Pemerintah Kota Pekanbaru ini pun belum kunjung menerimanya lantaran lambannya distribusi yang sampai ke tingkat kelurahan. Baharudin dan keluarga kecilnya itu merupakan salah satu potret keluarga miskin yang menanti bantuan pemerintah untuk meringankan beban hidup.

Kakek 5 anak dan 11 cucu yang hidup di rumah semi permanen berdinding papan itu sama sekali tak pernah mendapat sentuhan dan perhatian dari pemerintah. Padahal, namanya sudah diusulkan oleh ketua RT hingga RW setempat, namun realisasi dari pemangku kebijakan di level atas itu nihil.

Semenjak sang isteri mengalami sakit gula kering sekitar 4 bulan lalu dan sering dirawat inap, kondisi ekonomi keluarga kecil ini semakin terpuruk lantaran tidak adanya biaya dan jaminan yang dapat menopang kehidupan pasangan lanjut usia ini. "Udah 3 kali dirawat inap," ujarnya.

Dulu untuk biaya berobat, keluarga ini hanya mengandalkan biaya asuransi pemerintah. Sejak BPJS, untuk membayar iuran yang semakin tinggi keluarga ini pun tak sanggup.

"Bayar BPJS kami sekarang sudah ngak sanggup, untuk makan sehari-hari aja kalang kabut," ujarnya, sambil menitihkan air mata.

Keluarga lansia ini juga sesekali mendapat belas kasih dari warga sekitar. Namun itu tak bisa diharap lebih lanjut untuk menopang dan menghadapi kehidupan yang keras ini.

Mantan tukang bangunan yang sudah 60 tahun hidup di Kota Metropolis Pekanbaru ini punya keahlian mengurut. Kakek kelahiran tahun 1930 ini sesekali juga mendapat job dari keahliannya tersebut. Namun belakang ini sejak virus corona melanda, tak ada sama sekali warga yang datang kerumah untuk urut dengannya. "Sejak corona ini ngak ada lagi (pasien urut, red)," katanya.

Dari aktivitas mengurut tersebut, Baharudin tak pernah mematok harga. Semua yang dilakukannya atas dasar ikhlas. "Kalau dikasi kita bersyukur," tuturnya.

Dari hasil mengurut tersebut, biasanya kakek 90 tahun ini hanya diganjar sekitar Rp5 ribu hingga Rp10 ribu, bahkan lebih, tergantung kondisi pasien tersebut.

"Kita harus memahami juga, mungkin ekonomi mereka lebih susah dari kita. Kita gak pernah mematokan harga, semuanya iklas, kalau dikasi kita syukuri," ujarnya.(*1/ksm)

Hidup di bawah garis kemiskinan, membuat kakek 90 tahun bersama isterinya yang berusia 78 tahun ini hidup menderita. Sejak sepuluh tahun terakhir keluarga kecil ini tak berpenghasilan dan sakit-sakitan. Namun perhatian dari pemerintah tak kunjung tiba.

Laporan: MUSLIM NURDIN (Pekanbaru)

SEPULUH tahun sudah, Baharudin kakek 90 tahun bersama Istrinya, Nuripas 78 tahun ini tak berpenghasilan. Pasangan suami-isteri yang tinggal di Kelurahan Sidomulyo Barat, Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru ini hidup susah di bawah garis kemiskinan. Hari demi hari dilalui mereka dengan duka lara yang mendalam.

Selepas sang suami mengalami sakit-sakitan dan tak sanggup bekerja lagi, kemudian ditambah isteri juga demikian, pasangan yang menetap di RT 03 RW 11 ini meringkuk pilu. Kisah sedih itu dialami mereka di sudut perumahan menengah yang berada di kawasan pasar induk, Jalan Soekarno-Hatta Pekanbaru.

"Sudah 10 tahun gak kerja, gak sanggup lagi udah tua. Mau makan aja sekarang susah, tambah ibuk sakit-sakitan juga," kata Baharudin (90), kepada Riau Pos, Ahad (26/4).

Sambil menitihkan air mata, kakek 90 tahun ini mengaku pasrah dengan hidup yang dijalaninya bersama sang istri yang menderita sakit gula (diabetes). Berat badan sang isteri juga menurun derastis dari hari ke hari, penyakit yang diderita ini menggerogoti badan sang isteri tersebut.

Calon penerima bantuan sosial (bansos) Pemerintah Kota Pekanbaru ini pun belum kunjung menerimanya lantaran lambannya distribusi yang sampai ke tingkat kelurahan. Baharudin dan keluarga kecilnya itu merupakan salah satu potret keluarga miskin yang menanti bantuan pemerintah untuk meringankan beban hidup.

Kakek 5 anak dan 11 cucu yang hidup di rumah semi permanen berdinding papan itu sama sekali tak pernah mendapat sentuhan dan perhatian dari pemerintah. Padahal, namanya sudah diusulkan oleh ketua RT hingga RW setempat, namun realisasi dari pemangku kebijakan di level atas itu nihil.

Semenjak sang isteri mengalami sakit gula kering sekitar 4 bulan lalu dan sering dirawat inap, kondisi ekonomi keluarga kecil ini semakin terpuruk lantaran tidak adanya biaya dan jaminan yang dapat menopang kehidupan pasangan lanjut usia ini. "Udah 3 kali dirawat inap," ujarnya.

Dulu untuk biaya berobat, keluarga ini hanya mengandalkan biaya asuransi pemerintah. Sejak BPJS, untuk membayar iuran yang semakin tinggi keluarga ini pun tak sanggup.

"Bayar BPJS kami sekarang sudah ngak sanggup, untuk makan sehari-hari aja kalang kabut," ujarnya, sambil menitihkan air mata.

Keluarga lansia ini juga sesekali mendapat belas kasih dari warga sekitar. Namun itu tak bisa diharap lebih lanjut untuk menopang dan menghadapi kehidupan yang keras ini.

Mantan tukang bangunan yang sudah 60 tahun hidup di Kota Metropolis Pekanbaru ini punya keahlian mengurut. Kakek kelahiran tahun 1930 ini sesekali juga mendapat job dari keahliannya tersebut. Namun belakang ini sejak virus corona melanda, tak ada sama sekali warga yang datang kerumah untuk urut dengannya. "Sejak corona ini ngak ada lagi (pasien urut, red)," katanya.

Dari aktivitas mengurut tersebut, Baharudin tak pernah mematok harga. Semua yang dilakukannya atas dasar ikhlas. "Kalau dikasi kita bersyukur," tuturnya.

Dari hasil mengurut tersebut, biasanya kakek 90 tahun ini hanya diganjar sekitar Rp5 ribu hingga Rp10 ribu, bahkan lebih, tergantung kondisi pasien tersebut.

"Kita harus memahami juga, mungkin ekonomi mereka lebih susah dari kita. Kita gak pernah mematokan harga, semuanya iklas, kalau dikasi kita syukuri," ujarnya.(*1/ksm)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya