Setiap goresan tinta yang dihasilkan oleh kartunis melabelkan ciri khasnya sendiri. Proses pembuatan kartun tak sekadar soal kepiawaian menggambar, olah rasa, tapi juga tentang pesan yang disampaikan. Komunitas kartun yang dulunya bertujuan menjadi sebatas laman bermain para kartunis untuk meluahkan ekspresi, kini tak lagi satu tujuan itu. Industri kreatif kini menjadi azam. Klinikartun menjadi salah satu bagian dari proses mewujudkannya.
(RIAUPOS.CO) — Suasana lantai dasar anjungan Kampar di Kompleks Bandar Serai pagi jelang siang itu terlihat lebih ramai. Beberapa anak muda tampak berdepan-depan dengan sebuah laptop yang dioperasikan oleh seseorang di belakang meja. Wajah Aulia dan Ega -dua mahasiswi jurusan arsitek- dan beberapa anak muda itu nampak fokus terpaku ke sebuah layar laptop di depan mereka. Di depan mereka tampak Maezar, pemateri dari Sindikat Kartunis Riau (Sikari) dengan rinci dan detil memberikan penjelasan langkah demi langkah proses menggambar kartun. Mulai dari teknik menggambar anatomi yang benar, sketsa, penintaan, hingga pewarnaan digital. Dengan sabar ia menjawab pertanyaan satu demi peserta klinikartun. Bahkan di akhir sesi pertama klinikartun, ia menawarkan kepada peserta beberapa contoh file teknik pewarnaan digital.
“Sebenarnya kalian bisa juga belajar dari internet. Banyak tutorialnya yang beredar. Tapi bertemu langsung dengan pelakunya itu beda. Ada teknik-teknik yang hanya didapat dari pengalaman,” kata Maezar yang sudah lama malang melintang di dunia kartun dan ilustrasi di Riau tersebut.
Furqon Elwe menjadi pemateri pada sesi kedua klinikartun yang dilanjutkan setelah istirahat, Salat Zuhur dan makan siang bersama. Elwe, nama pena kartunis opini ini, lebih banyak berbagi pengalaman proses kreatifnya membuat kartun opini. Terutama pencarian ide. “Tak ada yang tahu kapan ide datang, termasuk kartunisnya. Tetapi ada trik agar ‘sang ide’ terpicu untuk muncul. Salah satunya harus update dengan informasi terkini. Makanya di ponsel saya ternotifikasi dengan beberapa situs berita, lokal dan nasional. Setelah itu, baru kita membiasakan diri untuk selalu kritis. Kalau perlu skeptis dengan segala hal. Itu membat kita mempunyai sudut pandang yang berbeda. Dengan begitu, ide biasanya lebih mudah muncul,” papar Elwe. “Jika ada pepatah cinta itu datang dari mata turun ke hati, maka ide datang dari data-fakta turun ke jari,” kata Elwe lagi sembari tertawa.
Riau Pos juga mewawancara Eko Faizin, Ketua Sindikat Kartunis Riau di sela-sela acara. Pria berkacamata yang akrab disapa Eko ini menjelaskan bahwa berdirinya komunitas yang berasas kreativitas ini didasari atas keinginan bersama untuk memajukan industri ekonomi kreatif di Bumi Lancang Kuning. “Klinikartun yang ditaja untuk anggota adalah bagian dari proses mewujudkan azam tersebut,” katanya.
Dalam klinik kartun tersebut, setiap anggota dikenalkan proses membuat kartun. Mulai dari pencarian ide hingga proses mengeksekusinya menjadi gambar.
Seperti klinikartun di Anjungan Kampar Kompleks Bandar Serai Pekanbaru pada Ahad 19 Januari 2020 itu, senior sekaligus pendiri Sikari Furqon Elwe dan kartunis senior Maezar Davis didapuk sebagai pemateri. “Agendanya berisi tentang cara pembuatan kartun, karikatur, komik dan animasi,” kata Eko Faizin. Ini merupakan salah satu program rutin Sikari yang sudah berjalan selama tiga tahun.
Eko menambahkan bahwa Sikari sendiri merupakan wadah yang didirikan sejak lama. Berdiri pada tahun 1998 d isebuah kedai kopi sebelah gedung Riau Pos di kawasan Panam.
Pengurus awal Furqon Elwe sebagai ketua dan Dantje S Moeis, seorang perupa Riau, sebagai sekretaris. Beberapa kartunis Riau lainnya menjadi pengurus inti. Sikari pernah berkiprah dengan berpameran kartun di Taman Ismail Marzuki, Jakarta tahun 2001.
Lalu, pada tahun 2002 hingga 2010, Sikari mengalami kondisi vakum dari kegiatan komunitasnya karena sibuk dengan aktivitas masing-masing pengurus. Sikari aktif kembali di tahun 2011 hingga sekarang, dengan kepengurusan yang baru.