Belajar dengan sistem dalam jaringan (daring) yang diterapkan sejak pandemi Covid-19 dinilai tak efektif. Terutama buat peserta didik yang tidak memiliki alat telokomukasi pendukung belajar daring.
Laporan: PRAPTI DWI LESTARI (Pekanbaru)
SHERLY merupakan pelajar di SMP Negeri 25 Pekanbaru. Ia tinggal di Panti Asuhan Putri Asisyiyah, Jalan Soekarno Hatta.
Sudah hampir setahun, ia dan teman-teman sekolahnya harus belajar di rumah karena pandemi Covid-19. Untuk mengejar pelajaran, sekolah menerapkan sistem belajar daring. Smartphone menjadi fasilitas penunjang daring.
Dan Sherly merasakan kesulitan selama belajar daring. Bukan hanya karena fasilitas alat telekomunikasi yang terbatas, ia pun kesulitan menerima materi pelajaran. Hingga ia kangen untuk kembali bisa ke sekolah.
Memang, tak semua peserta didik memiliki alat telekomunikasi untuk dapat mengikuti sekolah daring yang diselenggarakan setiap sekolah. Bahkan tak jarang peserta didik terpaksa harus bergantian menggunakan smartphone hanya untuk mengetahui tugas-tugas yang diberikan oleh para guru.
Sherly mengaku harus bergantian dengan belasan saudaranya di pati asuhan untuk dapat belajar daring. Di panti, ada dua laptop dan satu smartphone yang bisa dipakai anak-anak untuk belajar secara bergantian.
"Sulit kalau harus berbagi media belajar itu. Walaupun ada saudara yang juga memiliki kelas yang sama tetapi karena sekolah yang berbeda, ya terpaksa kami bergantian belajarnya," kata Sherly, Ahad (24/1).
Bahkan saat ujian semester berlangsung, ketiadaan gadget membuat mereka harus bekerja kelompok sembari menunggu jadwal penggunaan gadget beralih kepada mereka secara merata.
"Selama belajar jarak jauh ini nggak banyak yang kami mengerti dari mata pelajaran Matematika, IPA, Fisika. Karena itu pelajaran yang memerlukan pemahaman yang lebih," katanya.
Lanjut Sherly, suasana belajar di rumah tidak seindah dan seseru saat di sekolah. Ia pun sampai hampir meneteskan air mata karena rindu suasana sekolah yang telah setahun ini tak lagi dapat ia rasakan.
"Kangen sekolah lagi. Kangen guru dan teman-teman. Kami mau belajar di sekolah lagi. Walaupun harus menggunakan masker, tak apa. Krena kami tidak mendapatkan informasi yang jelas dengan sekolah jarak jauh ini," katanya.
Sementara itu, pengurus Panti Asuhan Putri Aisyiyah, Elfi mengatakan, keterbatasan pihaknya memberikan fasilitas belajar daring selama setahun ini karena keterbatasan ekonomi.
Bahkan demi memenuhi keperluan belajar para anak panti asuhan. Seluruh pengasuh dan pengurus turun tangan meminjamkan anak asuh mereka menggunakan gadget pribadinya.
"Pernah di awal-awal anak itu ada yang jam pelajarannya serempak. Ya mau nggak mau semua hp milik pengasuh dan pengurus kami berikan kepada anak. Sembari membantu mereka belajar dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh sekolah," katanya.
Dijelaskan Elfi, saat ini, di panti ada 18 anak asuh. Yang duduk di bangku SMA sebanyak 8 orang, SMP 6 orang, dan SD 3 orang. "Sedangkan satu anak lagi belum bisa masuk karena tidak ada NIK dan baru tahun depan masuk sekolah," ujarnya.
Ia berharap sekolah tatap muka dapat segera berlangsung karena banyak anak yang sudah mulai bosan belajar di rumah secara daring.
"Kami maunya biarlah mereka sekolah tatap muka lagi. Walaupun harus menandatangani surat persetujuan pun kami tetap mau. Karena anak sudah bosan. Dan ini akan berpengaruh pada mental dan psikologi mereka," harapnya.***