Sabtu, 23 November 2024
spot_img

“Menahan Rindu Sampai ke Empedu“

Selama 100 tahun lebih, pacu jalur tak pernah  absen. Kali ini, tersebab Pandemi Covid-19, pesta rakyat Kuansing itu harus terhenti dua tahun. Tahun depan? Tak ada jaminan.
 
Laporan MARDIAS CAN, Telukkuantan
 
RINDUKAH masyarakat Kuansing? Tidak usah ditanya. Sudah pasti. Bahkan, rasa rindu itu tidak lagi di dalam hati, melainkan sudah sampai ke empedu. 
 
Buktinya, hampir setiap hari halaman media sosial di berbagai grup masyarakat Kuansing membahas pacu jalur. Menimal, memposting jalur masing-masing.
 
Baru-baru ini, meski masih dihantui Pandemi Covid-19 beberapa desa di Kecamatan Pangean sempat mencoba menurunkan beberapa jalur dengan alasan ujicoba. 
 
"Iya. Kami lumayan terhibur. Meski hanya beberapa jalur," kata salah seorang penonton bernama Weni saat itu.
 
Kini, baliho besar, dengan foto bupati Kuansing, Andi Putra SH MH masih kokoh di setiap persimpangan. Baliho besar itu di atasnya bertuliskan, pakai masker. Sedangkan tulisan besar di bagian tengah baliho itu tertulis, "Kita Rindu Sorak Sorai".
 
Dari tulisan baliho itu, jelas, seorang Andi Putra yang waktu itu menjabat sebagai bupati Kuansing juga begitu rindu dengan pacu jalur.
 
Kata-kata yang dituliskan itu sebenarnya mengajak masyarakat supaya menggunakan masker. Hal itu tentu berkaitan dengan program pemerintah dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
 
Ternyata, dengan tulisan itu, sangat berpengaruh. Terutama bagi masyarakat yang memang sedang menunggu momen sorak sorai di Tepian Narosa.
 
Kesimpulan tulisan yang disampaikan bupati Andi Putra kala itu adalah, jika masyarakat Kuansing ingin melihat pacu jalur, ingin bebas bersorak sorai saat pacu jalur tahun depan, pakai masker. Sehingga kasus Covid-19 di Kuansing bisa hilang.
 
Jika kasus Covid-19 Kabupaten Kuansing nihil, berkemungkinan besar, rakyat Kuansing bisa melaksanakan pacu jalur.
 
Seperti diketahui, setiap tahun, masyarakat selalu tumpah ruah. Baik di ajang ujicoba, Kecamatan hingga nasional di Tepian Narosa Telukkuantan. Sebab, di Tepian Narosa, tidak kurang dari 180 jalur setiap tahunnya.
 
Dalam satu jalur yang berukuran panjang 20 hingga 30 meter itu, biasanya berisikan 45 hingga 60 orang. Jumlah itu sudah termasuk tukang tari bagian depan, tukang timbo ruang bagian tengah dan tukang onjai bagian belakang jalur.
 
Jalur-jalur tersebut berasal dari Kuansing dan Kabupaten Indragiri Hulu. Ada juga beberapa jalur yang mengatasnamakan Kabupaten Indragiri Hilir, Pekanbaru dan Siak.
 
Puncak pacu jalur adalah di Tepian Narosa Telukkuantan. Biasanya digelar pekan terakhir bulan Agustus setiap tahunnya. Jadwalnya, dimulai hari Rabu sampai dengan hari Sabtu.
 
Dalam catatan, setiap tahun, sebanyak 260 ribu orang tumpah ruah di arena pacu jalur Tepian Narosa Telukkuantan menyaksikan pacu jalur. Mulai dari masyarakat setempat, hingga pengunjung dari luar kabupaten dan luar Provinsi Riau.
 
Pacu jalur bagi masyarakat Kuansing adalah budaya yang tak kan pernah hilang. Dalam pacu jalur, rasa kebersmaan dan nilai gotongroyong antara masyarakat tinggi. Mulai dari rapat mupakat pencarian kayu jalur hingga kekompakan dalam mendayung.
 
Awalnya, masyarakat desa melakukan rapat jalur. Biasanya ditempat-tempat umum seperti balai desa lapangan hingga masjid dan surau. Dalam rapat tersebut, agenda pertama adalah menentukan tempat pengambilan kayu.
 
Setelah disepakati di daerah mana kayu akan diambil, masuk tahap kedua dengan menentukan jenis kayu. Di Kaunsing, ada beberapa jenis kayu yang kerap dijadikan jalur, antara lain, Meranti, Banio, Marsawah dan kayu Kruwing.
 
Setelah sepakat dengan jenis kayunya, baru masyarakat menentukan penebangan. Penebangan biasanya mengajak masyarakat banyak dengan membawa bekal nasi dari rumah.
 
Masyarakat banyak ini diperlukan untuk gotong royong menarik jalur dari hutan sampai kayu jalur tiba di kampung. Ini bisa menghabiskan waktu satu bulan.
 
Sesampai kayu jalur di kampung, tukang jalur melakukan pengerjaan dalam membentuk jalur. Lama pengerjaan ini biasanya dua pekan. Setelah itu langsung di layur (dipanaskan).
 
Tujuan jalur dilayur adalah untuk membentuk jalur. Sebab, kayu jalur yang sudah dilayur, akan lebih mudah untuk dibentuk sesuai keinginan sewaktu kayu masih panas.
 
Maka, setelah proses pelayuran, jalur sudah bisa dipacukan. Tinggal melakukan servis dan pengecatan. Selanjutnya diberi nama. Sebab, setiap jalur mempunyai nama. Setiap nama mempunyai arti.
 
Di gelanggang, jalur manapun bisa jadi lawan. Sebab, pencarian lawan ditentukan dengan pencabutan undian.  Maka mungkin saja lawan yang akan dihadapi jalur yang bertetanggaan desa.
 
Sebagian masyarakat banyak yang percaya untuk mencari lawan yang lemah, ditentukan kehebatan orang tua jalur dan si pencabut undian. Bahkan, pengurus rela mancari orang tua jalur ke luar daerah.
 
Menurut salah seorang orang tua jalur asal Kecamatan Hulu Kuantan bernama Bahtiar mengatakan bahwa, kehadiran orang tua jalur tidak bisa membuat kecepatan jalur bertambah. Tugas pokoknya adalah menjaga anak pacu dari perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan kebatinan.
 
"Kami sebagai orang tua yang dipercaya oleh masyarakat hanya bisa mencari jam atau hari baik untuk sebuah perlombaan. Kalau untuk membuat kecepatan jalur bertambah laju, tentu tidak bisa," kata Bahtiar.
 
Terkait mantra, lanjut Bahtiar, ia hanya memita doa kepada Yang Maha Kuasa supaya seluruh anak pacu bisa selamat hingga usai perpacuan.
 
"Makanya, kita berdoa sama-sama supaya hal yang buruk tidak menimpa puluhan anak pacu," beber Bahtiar.
 
Saat ini, keberadaan budaya pacu jalur, membuat Kabupaten Kuansing masuk dalam 100 kalender pariwisata nasional. 
 
Pemerintah Kabupaten Kuansing terus setiap tahun menyisihkan anggaran untuk pelaksanaan pacu jalur. Kedepan, pacu jalur harus dikelola dengan baik, sehingga memberi keuntungan bagi Pemerintah Daerah dan mayarakatnya.
 
Seperti yang disampaikan Plt Bupati Kuansing, Drs H Suhardiman Amby AK MM. Menurut bupati, budaya rakyat Kuansing ini harus menjadi pariwisata terbesar di Indonesia.
 
"Kita menginginkan, pengunjung tidak saja berasal dari dalam negeri saja, tapi juga dari manca negara. Nah, ini yang akan kita tarik. Tentu saja kita harus menyiapkan fasilitas yang memadai, seperti hotel dan fasilitas pendukung lainya," kata bupati.
 
Dengan demikian, ekonomi pemerintah kabupaten dan masyarakat Kuansing bisa semakin tinggi karena akan ada pendapatan asli daerah dan pendapatan masyarakat dengan cara berjualan.
 
"Kalau pengunjung datang dari luar, otomatis mereka akan membawa oleh-oleh ketika pulang. Ini yang kita manfaatkan. Bisa saja kita menjual makanan dan kerajinan daerah," kata bupati. 
 
Pemerintah Kabupaten Kuansing berharap, tahun depan pelaksanaan pacu jalur bisa terlaksana. Sehingga kerinduan rakyat Kuansing selama dua tahun bisa terobati.
 
"Ini budaya yang tak boleh hilang. Budaya pacu jalur melibatkan orang banyak. Jika tidak dilaksanakan, maka ribuan orang akan kecewa," tutup bupati.***
Baca Juga:  Saut Situmorang Bakal Beberkan Medan Perang pada Pimpinan KPK
Selama 100 tahun lebih, pacu jalur tak pernah  absen. Kali ini, tersebab Pandemi Covid-19, pesta rakyat Kuansing itu harus terhenti dua tahun. Tahun depan? Tak ada jaminan.
 
Laporan MARDIAS CAN, Telukkuantan
 
RINDUKAH masyarakat Kuansing? Tidak usah ditanya. Sudah pasti. Bahkan, rasa rindu itu tidak lagi di dalam hati, melainkan sudah sampai ke empedu. 
 
Buktinya, hampir setiap hari halaman media sosial di berbagai grup masyarakat Kuansing membahas pacu jalur. Menimal, memposting jalur masing-masing.
 
Baru-baru ini, meski masih dihantui Pandemi Covid-19 beberapa desa di Kecamatan Pangean sempat mencoba menurunkan beberapa jalur dengan alasan ujicoba. 
 
"Iya. Kami lumayan terhibur. Meski hanya beberapa jalur," kata salah seorang penonton bernama Weni saat itu.
 
Kini, baliho besar, dengan foto bupati Kuansing, Andi Putra SH MH masih kokoh di setiap persimpangan. Baliho besar itu di atasnya bertuliskan, pakai masker. Sedangkan tulisan besar di bagian tengah baliho itu tertulis, "Kita Rindu Sorak Sorai".
 
Dari tulisan baliho itu, jelas, seorang Andi Putra yang waktu itu menjabat sebagai bupati Kuansing juga begitu rindu dengan pacu jalur.
 
Kata-kata yang dituliskan itu sebenarnya mengajak masyarakat supaya menggunakan masker. Hal itu tentu berkaitan dengan program pemerintah dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
 
Ternyata, dengan tulisan itu, sangat berpengaruh. Terutama bagi masyarakat yang memang sedang menunggu momen sorak sorai di Tepian Narosa.
 
Kesimpulan tulisan yang disampaikan bupati Andi Putra kala itu adalah, jika masyarakat Kuansing ingin melihat pacu jalur, ingin bebas bersorak sorai saat pacu jalur tahun depan, pakai masker. Sehingga kasus Covid-19 di Kuansing bisa hilang.
 
Jika kasus Covid-19 Kabupaten Kuansing nihil, berkemungkinan besar, rakyat Kuansing bisa melaksanakan pacu jalur.
 
Seperti diketahui, setiap tahun, masyarakat selalu tumpah ruah. Baik di ajang ujicoba, Kecamatan hingga nasional di Tepian Narosa Telukkuantan. Sebab, di Tepian Narosa, tidak kurang dari 180 jalur setiap tahunnya.
 
Dalam satu jalur yang berukuran panjang 20 hingga 30 meter itu, biasanya berisikan 45 hingga 60 orang. Jumlah itu sudah termasuk tukang tari bagian depan, tukang timbo ruang bagian tengah dan tukang onjai bagian belakang jalur.
 
Jalur-jalur tersebut berasal dari Kuansing dan Kabupaten Indragiri Hulu. Ada juga beberapa jalur yang mengatasnamakan Kabupaten Indragiri Hilir, Pekanbaru dan Siak.
 
Puncak pacu jalur adalah di Tepian Narosa Telukkuantan. Biasanya digelar pekan terakhir bulan Agustus setiap tahunnya. Jadwalnya, dimulai hari Rabu sampai dengan hari Sabtu.
 
Dalam catatan, setiap tahun, sebanyak 260 ribu orang tumpah ruah di arena pacu jalur Tepian Narosa Telukkuantan menyaksikan pacu jalur. Mulai dari masyarakat setempat, hingga pengunjung dari luar kabupaten dan luar Provinsi Riau.
 
Pacu jalur bagi masyarakat Kuansing adalah budaya yang tak kan pernah hilang. Dalam pacu jalur, rasa kebersmaan dan nilai gotongroyong antara masyarakat tinggi. Mulai dari rapat mupakat pencarian kayu jalur hingga kekompakan dalam mendayung.
 
Awalnya, masyarakat desa melakukan rapat jalur. Biasanya ditempat-tempat umum seperti balai desa lapangan hingga masjid dan surau. Dalam rapat tersebut, agenda pertama adalah menentukan tempat pengambilan kayu.
 
Setelah disepakati di daerah mana kayu akan diambil, masuk tahap kedua dengan menentukan jenis kayu. Di Kaunsing, ada beberapa jenis kayu yang kerap dijadikan jalur, antara lain, Meranti, Banio, Marsawah dan kayu Kruwing.
 
Setelah sepakat dengan jenis kayunya, baru masyarakat menentukan penebangan. Penebangan biasanya mengajak masyarakat banyak dengan membawa bekal nasi dari rumah.
 
Masyarakat banyak ini diperlukan untuk gotong royong menarik jalur dari hutan sampai kayu jalur tiba di kampung. Ini bisa menghabiskan waktu satu bulan.
 
Sesampai kayu jalur di kampung, tukang jalur melakukan pengerjaan dalam membentuk jalur. Lama pengerjaan ini biasanya dua pekan. Setelah itu langsung di layur (dipanaskan).
 
Tujuan jalur dilayur adalah untuk membentuk jalur. Sebab, kayu jalur yang sudah dilayur, akan lebih mudah untuk dibentuk sesuai keinginan sewaktu kayu masih panas.
 
Maka, setelah proses pelayuran, jalur sudah bisa dipacukan. Tinggal melakukan servis dan pengecatan. Selanjutnya diberi nama. Sebab, setiap jalur mempunyai nama. Setiap nama mempunyai arti.
 
Di gelanggang, jalur manapun bisa jadi lawan. Sebab, pencarian lawan ditentukan dengan pencabutan undian.  Maka mungkin saja lawan yang akan dihadapi jalur yang bertetanggaan desa.
 
Sebagian masyarakat banyak yang percaya untuk mencari lawan yang lemah, ditentukan kehebatan orang tua jalur dan si pencabut undian. Bahkan, pengurus rela mancari orang tua jalur ke luar daerah.
 
Menurut salah seorang orang tua jalur asal Kecamatan Hulu Kuantan bernama Bahtiar mengatakan bahwa, kehadiran orang tua jalur tidak bisa membuat kecepatan jalur bertambah. Tugas pokoknya adalah menjaga anak pacu dari perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan kebatinan.
 
"Kami sebagai orang tua yang dipercaya oleh masyarakat hanya bisa mencari jam atau hari baik untuk sebuah perlombaan. Kalau untuk membuat kecepatan jalur bertambah laju, tentu tidak bisa," kata Bahtiar.
 
Terkait mantra, lanjut Bahtiar, ia hanya memita doa kepada Yang Maha Kuasa supaya seluruh anak pacu bisa selamat hingga usai perpacuan.
 
"Makanya, kita berdoa sama-sama supaya hal yang buruk tidak menimpa puluhan anak pacu," beber Bahtiar.
 
Saat ini, keberadaan budaya pacu jalur, membuat Kabupaten Kuansing masuk dalam 100 kalender pariwisata nasional. 
 
Pemerintah Kabupaten Kuansing terus setiap tahun menyisihkan anggaran untuk pelaksanaan pacu jalur. Kedepan, pacu jalur harus dikelola dengan baik, sehingga memberi keuntungan bagi Pemerintah Daerah dan mayarakatnya.
 
Seperti yang disampaikan Plt Bupati Kuansing, Drs H Suhardiman Amby AK MM. Menurut bupati, budaya rakyat Kuansing ini harus menjadi pariwisata terbesar di Indonesia.
 
"Kita menginginkan, pengunjung tidak saja berasal dari dalam negeri saja, tapi juga dari manca negara. Nah, ini yang akan kita tarik. Tentu saja kita harus menyiapkan fasilitas yang memadai, seperti hotel dan fasilitas pendukung lainya," kata bupati.
 
Dengan demikian, ekonomi pemerintah kabupaten dan masyarakat Kuansing bisa semakin tinggi karena akan ada pendapatan asli daerah dan pendapatan masyarakat dengan cara berjualan.
 
"Kalau pengunjung datang dari luar, otomatis mereka akan membawa oleh-oleh ketika pulang. Ini yang kita manfaatkan. Bisa saja kita menjual makanan dan kerajinan daerah," kata bupati. 
 
Pemerintah Kabupaten Kuansing berharap, tahun depan pelaksanaan pacu jalur bisa terlaksana. Sehingga kerinduan rakyat Kuansing selama dua tahun bisa terobati.
 
"Ini budaya yang tak boleh hilang. Budaya pacu jalur melibatkan orang banyak. Jika tidak dilaksanakan, maka ribuan orang akan kecewa," tutup bupati.***
Baca Juga:  Annas Maamun Dapat Tuntutan Ringan
Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari