Fitur Night Mode Tak Lebih Baik untuk Kualitas Tidur

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai penelitian telah menemukan bahwa cahaya biru atau Blue Light yang dipancarkan oleh layar perangkat smartphone tidak baik untuk kualitas tidur, juga kesehatan mata. Oleh karenanya, selama beberapa tahun ini banyak pembuat smartphone dan aplikasi pendukungnya mengembangkan fitur Night Mode atau mode malam untuk tampilan layar yang diklaim lebih baik.

Hanya saja, penelitian terbaru mengungkap bahwa mode malam pada layar smartphone tak lebih baik dalam memberikan efek kepada penggunanya. Utamanya dalam menjamin kualitas tidur pengguna saat menggunakan perangkat malam hari atau dalam kondisi cahaya gelap.

- Advertisement -

Studi ini mengklaim bahwa mode malam juga mengganggu pola tidur manusia yang berarti saat tidur tidak akan benar-benar tenang. Hal yang sama yang menjadi masalah sebelum mode malam hadir.

Sebagaimana dikutip JawaPos.com dari The Guardian, Jumat (20/12), menurut sebuah penelitian oleh para peneliti di University of Manchester, Inggris, mereka menemukan bahwa warna kuning pada layar ponsel cerdas saat menggunakan mode malam yang merupakan hasil dari peningkatan suhu warna mungkin sama buruknya dengan tanpa mode malam.

- Advertisement -

Peneliti utama Dr Tim Brown mengatakan bahwa seluruh masalah dengan cahaya biru berasal dari penemuan 20 tahun lalu bahwa melanopsin, protein yang ditemukan di mata, adalah kunci dalam mengatur jam tubuh. Karena protein itu ditemukan lebih baik dalam mendeteksi foton gelombang pendek, diperkirakan cahaya biru akan memiliki efek yang lebih besar dibandingkan dengan warna lain.

Namun, studi baru ini dilakukan pada tikus, menunjukkan bahwa cahaya kuning sama buruknya. Bahkan, cahaya biru mungkin sebenarnya lebih baik karena ketika diredupkan, cahaya biru lebih santai daripada kuning yang cenderung terang.

"Sistem melanopsin secara fundamental ada untuk mendeteksi kecerahan. Karena melanopsin lebih baik dalam mendeteksi foton gelombang pendek yang dianggap bias yang mendukung cahaya biru. Faktanya, sel-sel kerucut retina yang menentukan warna. Sistem kerucut juga memainkan peran, dan mereka melakukan kebalikan dari apa yang dipikirkan kebanyakan orang," sambung Brown.

Menurut penelitian, tingkat kecerahan lebih penting daripada warna ketika datang untuk merangsang apa yang disebut sebagai jam tubuh. Namun, ketika cahaya sama redupnya, seperti sudah disinggung di atas, biru lebih santai daripada kuning.

Meski baru dilakukan pada tikus, hal ini tampak masuk akal. Secara mendasar, siang hari berwarna kuning, senja biru, dan matahari terbit dan terbenam adalah cara yang cukup andal untuk memberi tahu jam tubuh Anda jam berapa.

Tentu saja, pada titik ini, manusia hanya tahu itu berfungsi pada tikus dan tentunya tidak memiliki smartphone. "Kami pikir ada alasan bagus untuk percaya itu juga berlaku pada manusia," akhir Brown.

Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai penelitian telah menemukan bahwa cahaya biru atau Blue Light yang dipancarkan oleh layar perangkat smartphone tidak baik untuk kualitas tidur, juga kesehatan mata. Oleh karenanya, selama beberapa tahun ini banyak pembuat smartphone dan aplikasi pendukungnya mengembangkan fitur Night Mode atau mode malam untuk tampilan layar yang diklaim lebih baik.

Hanya saja, penelitian terbaru mengungkap bahwa mode malam pada layar smartphone tak lebih baik dalam memberikan efek kepada penggunanya. Utamanya dalam menjamin kualitas tidur pengguna saat menggunakan perangkat malam hari atau dalam kondisi cahaya gelap.

Studi ini mengklaim bahwa mode malam juga mengganggu pola tidur manusia yang berarti saat tidur tidak akan benar-benar tenang. Hal yang sama yang menjadi masalah sebelum mode malam hadir.

Sebagaimana dikutip JawaPos.com dari The Guardian, Jumat (20/12), menurut sebuah penelitian oleh para peneliti di University of Manchester, Inggris, mereka menemukan bahwa warna kuning pada layar ponsel cerdas saat menggunakan mode malam yang merupakan hasil dari peningkatan suhu warna mungkin sama buruknya dengan tanpa mode malam.

Peneliti utama Dr Tim Brown mengatakan bahwa seluruh masalah dengan cahaya biru berasal dari penemuan 20 tahun lalu bahwa melanopsin, protein yang ditemukan di mata, adalah kunci dalam mengatur jam tubuh. Karena protein itu ditemukan lebih baik dalam mendeteksi foton gelombang pendek, diperkirakan cahaya biru akan memiliki efek yang lebih besar dibandingkan dengan warna lain.

Namun, studi baru ini dilakukan pada tikus, menunjukkan bahwa cahaya kuning sama buruknya. Bahkan, cahaya biru mungkin sebenarnya lebih baik karena ketika diredupkan, cahaya biru lebih santai daripada kuning yang cenderung terang.

"Sistem melanopsin secara fundamental ada untuk mendeteksi kecerahan. Karena melanopsin lebih baik dalam mendeteksi foton gelombang pendek yang dianggap bias yang mendukung cahaya biru. Faktanya, sel-sel kerucut retina yang menentukan warna. Sistem kerucut juga memainkan peran, dan mereka melakukan kebalikan dari apa yang dipikirkan kebanyakan orang," sambung Brown.

Menurut penelitian, tingkat kecerahan lebih penting daripada warna ketika datang untuk merangsang apa yang disebut sebagai jam tubuh. Namun, ketika cahaya sama redupnya, seperti sudah disinggung di atas, biru lebih santai daripada kuning.

Meski baru dilakukan pada tikus, hal ini tampak masuk akal. Secara mendasar, siang hari berwarna kuning, senja biru, dan matahari terbit dan terbenam adalah cara yang cukup andal untuk memberi tahu jam tubuh Anda jam berapa.

Tentu saja, pada titik ini, manusia hanya tahu itu berfungsi pada tikus dan tentunya tidak memiliki smartphone. "Kami pikir ada alasan bagus untuk percaya itu juga berlaku pada manusia," akhir Brown.

Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya