WASHINGTON (RIAUPOS.CO) — Para peneliti dari sejumlah negara berlomba untuk membuat vaksin yang bertujuan mengendalikan penyebaran virus corona jenis baru atau COVID-19. Salah satunya peneliti dari Cina dan Amerika Serikat. Para peneliti dari kedua negara itu sudah sama-sama menguji coba vaksin temuan mereka.
Dilansir dari New York Post, Kamis (19/3), peneliti Cina telah memulai percobaan klinis vaksin Coronavirus yang dikembangkan oleh para peneliti yang dipimpin oleh seorang ahli biowarfare dari nol pandemi. Tes untuk vaksin COVID-19 pertama di Cina yang dibuat oleh Akademi Ilmu Kedokteran Militer di Wuhan.
"Kami adalah komunitas yang menyelamatkan masa depan bersama bagi umat manusia, dan vaksin adalah salah satu senjata ilmiah dan teknologi paling kuat untuk mengakhiri epidemi virus corona jenis baru," kata peneliti dan penemu serta pakar biowarfare militer terkemuka yang juga memimpin tim, Chen Wei.
Sejak tiba pada 26 Januari di Wuhan, para peneliti telah berlomba untuk menemukan vaksin untuk melindungi orang dari virus yang berpotensi mematikan itu. Chen mengatakan bahwa dia dan timnya telah bersiap untuk produksi vaksin berskala besar.
"Sesuai dengan standar internasional dan hukum dan peraturan domestik, kami telah membuat persiapan awal untuk keamanan, efektivitas, kualitas yang terkendali, dan produksi massal," kata Chen.
Virus corona telah menyebar ke seluruh dunia dan menginfeksi lebih dari 200 ribu orang, menyebabkan lebih dari 8 ribu kematian, menurut angka terbaru dari Universitas Johns Hopkins. Italia serta Iran menjadi yang terparah di luar Cina.
Sementara di negara lain, Amerika Serikat, uji coba pertama vaksin virus corona jenis baru mulai dilakukan. Bukan lagi pada hewan tetapi pada manusia.
Ada empat pasien yang menerima suntikan di fasilitas penelitian Kaiser Permanente di Seattle, Washington, seperti laporan kantor berita Associated Press. Vaksin itu mengandung kode genetik yang tidak berbahaya yang disalin dari virus yang menyebabkan penyakit.
Dilansir dari BBC, para ahli mengatakan masih perlu waktu berbulan-bulan untuk mengetahui apakah vaksin tersebut bereaksi pada pasien dalam penelitian.
Orang pertama yang mendapat suntikan pada Senin (16/3) adalah seorang ibu dua anak berusia 43 tahun dari Seattle. Para ilmuwan di seluruh dunia berlomba melakukan penelitian dan pelacakan tercepat. Dan, uji coba manusia pertama yang didanai oleh National Institutes of Health, menghindari pemeriksaan yang biasanya dilakukan pada hewan untuk memastikan vaksin serta melihat respons kekebalan pada hewan.
Para sukarelawan diberi dosis berbeda dari vaksin eksperimental. Mereka masing-masing akan diberikan dua vaksin, 28 hari terpisah, ke bagian otot lengan atas. Namun, jika tes keselamatan awal ini berjalan dengan baik, tetap saja masih bisa memakan waktu hingga 18 bulan untuk setiap vaksin diberikan bagi masyarakat umum. Entah siapa yang lebih dulu dan berhasil menyelamatkan penduduk dunia, apakah peneliti Amerika Serikat atau Cina.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal