JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku pihak termohon dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019 menegaskan, alat bukti berupa link berita yang diajukan oleh pemohon tim hukum Prabowo-Sandi tidak berdasar. Alat bukti tersebut bertentangan dengan Pasal 36 PMK Nomor 4/2018.
Karena, menurut kata Ketua Tim Hukum KPU, Ali Nurdin, dalam tata beracara di sidang PHPU Pilpres, yang disebut alat bukti meliputi surat atau tulisan, keterangan saksi, ahli, keterangan para pihak, petunjuk hakim dan alat bukti lain yang diucapkan. Dikirimkan, diterima dan disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
Ali menegaskan, permintaan pemohon terhadap majelis hakim MK yang meminta tautan berita menjadi pertimbangan persidangan tidak sesuai dengan PMK Nomor 4 Tahun 2018. Bahkan, hal ini pernah terbantahkan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
’’Bawaslu telah membuat pertimbangan dalam perkara nomor 01, yang pada pokoknya menyatakan laporan pemohon karena alat bukti yang diajukan pemohon tidak memenuhi syarat alat bukti, yaitu hanya print out berita online,’’ ucap Ali.
’’Print out berita online bukanlah dokumen resmi yang dapat menjadi rujukan dalam pembuktian suatu perkara,’’ sambungnya dalam sidang PHPU Pilpres 2019 di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2019).
Atas dasar tersebut, KPU melalui tim kuasa hukumnya menegaskan, bahwa alat bukti berupa print out berita yang diajukan pihak pemohon yakni tim hukum Prabowo-Sandi tidak berdasar. ’’Dengan demikian alat bukti yang diajukan pemohon tidak memenuhi syarat,’’ tegas Ali.
Tak hanya itu, KPU juga menegaskan, terkait daftar pemilih tetap (DPT) yang kerap kali dipersoalkan kubu Prabowo-Sandi. Hal ini pun telah dilakukan koordinasi antara para pihak penyelenggara Pemilu.
’’Dalam catatan termohon tercatat ada tujuh kali koordinasi antara termohon dengan pemohon,’’ ucap Ali.