Sabtu, 9 November 2024

OTT KPK Bisa Tinggal Kenangan

- Advertisement -

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Undang-Undang 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi yang disahkan Rapat Paripurna DPR pada 17 September lalu resmi berlaku hari ini Kamis (17/10), meski tak ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi). UU hasil revisi otomatis berlaku 30 hari sejak disahkan sesuai aturan di UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Pemberlakukan UU KPK hasil revisi ini mendapat kecaman publik karena dikhawatirkan bisa ‘membunuh’ KPK. Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai, pemerintah dan DPR berupaya membonsai kewenangan KPK lewat revisi UU agar tak lagi memiliki power seperti sedia kala.

- Advertisement -

“Sejatinya episentrum korupsi ada di eksekutif dan legislatif. Keduanya bersekutu dan bersekongkol merevisi (UU KPK) untuk melemahkan dan membunuh KPK. Oleh karena itu, KPK-nya kan mesti dipegang,” kata Ujang saat dikonfirmasi, Kamis (17/10).

KPK sebelumnya menyebut terdapat 26 poin UU KPK baru yang melemahkan, bahkan melumpuhkan lembaga antirasuah. Poin yang disoroti tentang pemangkasan kewenangan penyadapan yang selama ini menjadi ‘senjata’ KPK untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT).

Wewenang penyadapan KPK diatur dalam UU baru di Pasal 12B. Yang ganjil tertulis di ayat (2), penyadapan baru bisa dilakukan setelah dilakukan gelar perkara. Padahal, gelar perkara sudah masuk tahap penyidikan. Artinya, sama saja melarang KPK melakukan penyadapan dalam kasus yang masih tahap penyelidikan.

- Advertisement -
Baca Juga:  Curi Mesin Diesel, Satu Pelaku Diamankan Polisi, Tiga DPO

Jika begitu, ujung-ujungnya bisa tidak ada lagi OTT KPK. Pasalnya, tidak pernah ada aktivitas OTT setelah dilakukan proses gelar perkara. Operasi senyap itu dilakukan di tahap penyelidikan. Ujang juga menyoroti dalam UU baru penyadapan dilakukan atas izin tertulis dari Dewan Pengawas KPK, yang beranggotakan lima orang dan semuanya dipilih pemerintah atau Presiden dengan periode selama empat tahun.

Menurut Ujang, tidak menutup OTT kian hilang karena ada kemungkinan unsur kebocoran sebelum KPK melakukan penyadapan. Alasannya, Dewan Pengawas memegang kewenangan pro justicia untuk memberi izin penyadapan, penggeledahan dan penyitaan. Sebaliknya, posisi pimpinan KPK bukan lagi penyidik dan penuntut.

“Dewan Pengawas itu kan pegangannya presiden, pegangannya istana. Artinya bisa saja itu nanti tidak akan ada OTT. Tidak akan ada pejabat-pejabat kelas kakap yang kena lagi. Karena memang KPK-nya sudah dipegang,” ujar dosen politik Universitas Al-Azhar Indonesia itu.

Padahal KPK mencetak hatrick OTT dalam tiga hari terakhir. Sebelum menangkap Wali Kota Medan Dzulmi Eldin, pada Rabu (16/10) dinihari, KPK menangkap Bupati Indramayu, Supendi pada Senin (15/10) hingga Selasa (16/10) dinihari.

Baca Juga:  Wabup Bengkalis Mangkir dari Panggilan Polda Riau

Pada Selasa (16/10) KPK juga menangkap Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Wilayah XII, Refly Ruddy Tangkere dan tujuh orang lainnya dalam OTT di Jakarta, Bontang dan Samarinda.

Tak tanggung-tanggung, dalam dua bulan terakhir KPK berhasil menangkap lima kepala daerah yang diduga terlibat kasus korupsi. Mereka yakni, Bupati Bengkayang Suryadman Gidot; Bupati Muara Enim Ahmad Yani; Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara; Bupati Indramayu Supendi dan teranyar Wali Kota Medan Dzulmi Eldin.

Lebih jauh, Ujang mengakui saat ini yang bisa menyelamatkan KPK hanya Presiden Joko Widodo (Jokowi). Untuk itu, dia meminta Presiden Jokowi untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) menyangkut UU KPK yang baru. Namun, lagi-lagi semua tergantung Presiden Jokowi dan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi.

“Ini kan gigitan teakhir KPK jika Perppu itu tidak keluar. Oleh karena itu jika presiden sayang terhadap bangsa ini, sayang terhadap rakyat seharusnya Perppu dikeluarkan. Jangan sampai hanya “melindungi orang-orang tertentu”, orang-orang yang korupsi sehingga bebas berkeliaran dengan tidak keluarnya Perppu,” pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Undang-Undang 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi yang disahkan Rapat Paripurna DPR pada 17 September lalu resmi berlaku hari ini Kamis (17/10), meski tak ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi). UU hasil revisi otomatis berlaku 30 hari sejak disahkan sesuai aturan di UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Pemberlakukan UU KPK hasil revisi ini mendapat kecaman publik karena dikhawatirkan bisa ‘membunuh’ KPK. Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai, pemerintah dan DPR berupaya membonsai kewenangan KPK lewat revisi UU agar tak lagi memiliki power seperti sedia kala.

“Sejatinya episentrum korupsi ada di eksekutif dan legislatif. Keduanya bersekutu dan bersekongkol merevisi (UU KPK) untuk melemahkan dan membunuh KPK. Oleh karena itu, KPK-nya kan mesti dipegang,” kata Ujang saat dikonfirmasi, Kamis (17/10).

- Advertisement -

KPK sebelumnya menyebut terdapat 26 poin UU KPK baru yang melemahkan, bahkan melumpuhkan lembaga antirasuah. Poin yang disoroti tentang pemangkasan kewenangan penyadapan yang selama ini menjadi ‘senjata’ KPK untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT).

Wewenang penyadapan KPK diatur dalam UU baru di Pasal 12B. Yang ganjil tertulis di ayat (2), penyadapan baru bisa dilakukan setelah dilakukan gelar perkara. Padahal, gelar perkara sudah masuk tahap penyidikan. Artinya, sama saja melarang KPK melakukan penyadapan dalam kasus yang masih tahap penyelidikan.

Baca Juga:  Curi Mesin Diesel, Satu Pelaku Diamankan Polisi, Tiga DPO

Jika begitu, ujung-ujungnya bisa tidak ada lagi OTT KPK. Pasalnya, tidak pernah ada aktivitas OTT setelah dilakukan proses gelar perkara. Operasi senyap itu dilakukan di tahap penyelidikan. Ujang juga menyoroti dalam UU baru penyadapan dilakukan atas izin tertulis dari Dewan Pengawas KPK, yang beranggotakan lima orang dan semuanya dipilih pemerintah atau Presiden dengan periode selama empat tahun.

Menurut Ujang, tidak menutup OTT kian hilang karena ada kemungkinan unsur kebocoran sebelum KPK melakukan penyadapan. Alasannya, Dewan Pengawas memegang kewenangan pro justicia untuk memberi izin penyadapan, penggeledahan dan penyitaan. Sebaliknya, posisi pimpinan KPK bukan lagi penyidik dan penuntut.

“Dewan Pengawas itu kan pegangannya presiden, pegangannya istana. Artinya bisa saja itu nanti tidak akan ada OTT. Tidak akan ada pejabat-pejabat kelas kakap yang kena lagi. Karena memang KPK-nya sudah dipegang,” ujar dosen politik Universitas Al-Azhar Indonesia itu.

Padahal KPK mencetak hatrick OTT dalam tiga hari terakhir. Sebelum menangkap Wali Kota Medan Dzulmi Eldin, pada Rabu (16/10) dinihari, KPK menangkap Bupati Indramayu, Supendi pada Senin (15/10) hingga Selasa (16/10) dinihari.

Baca Juga:  Jalur Riau-Sumbar Masih Padat Merayap

Pada Selasa (16/10) KPK juga menangkap Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Wilayah XII, Refly Ruddy Tangkere dan tujuh orang lainnya dalam OTT di Jakarta, Bontang dan Samarinda.

Tak tanggung-tanggung, dalam dua bulan terakhir KPK berhasil menangkap lima kepala daerah yang diduga terlibat kasus korupsi. Mereka yakni, Bupati Bengkayang Suryadman Gidot; Bupati Muara Enim Ahmad Yani; Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara; Bupati Indramayu Supendi dan teranyar Wali Kota Medan Dzulmi Eldin.

Lebih jauh, Ujang mengakui saat ini yang bisa menyelamatkan KPK hanya Presiden Joko Widodo (Jokowi). Untuk itu, dia meminta Presiden Jokowi untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) menyangkut UU KPK yang baru. Namun, lagi-lagi semua tergantung Presiden Jokowi dan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi.

“Ini kan gigitan teakhir KPK jika Perppu itu tidak keluar. Oleh karena itu jika presiden sayang terhadap bangsa ini, sayang terhadap rakyat seharusnya Perppu dikeluarkan. Jangan sampai hanya “melindungi orang-orang tertentu”, orang-orang yang korupsi sehingga bebas berkeliaran dengan tidak keluarnya Perppu,” pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari