PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif ditandai dengan kesulitan mempertahankan rentang perhatian yang disertai dengan hiperaktivitas dan impulsivitas, yang tidak sesuai dengan perkembangan usia anak dan berdampak negatif secara langsung pada aktivitas sosial dan akademik. Untuk dapat menegakkan diagnosa GPPH, gejala telah terlihat menetap selama minimal enam bulan.
Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif memiliki tanda dan gejala sebagai berikut untuk aspek inatensi yaitu anak tidak teliti dalam mengerjakan tugas sekolah atau kegiatan lain. Ia sering kali kesulitan fokus saat pelajaran, percakapan atau membaca dalam waktu yang lama. Selain itu anak sering seakan tidak mendengar ketika diajak bicara, cepat kehilangan fokus dan mudah terdistraksi. Seringkali sulit mengatur tugas secara berurutan. Sering menghindari, tidak suka atau malas melaksanakan tugas yang memerlukan usaha mental yang lama. Misalnya tugas sekolah atau pekerjaan rumah. Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimulus dari luar. Seringkali lupa pada aktivitas sehari-hari.
Aspek hiperaktifitas dan impulsifitas yaitu sering kaki dan tangan tidak bisa diam, berdiri atau berjalan di dalam kelas atau pada situasi lain yang diharapkan untuk diam dan duduk. Sering berlari-lari atau memanjat dalam situasi yang tidak tepat. Sering mengalami kesulitan dalam aktivitas bermain atau mengisi waktu luang dengan santai. Anak seakan selalu bergerak dan terlalu banyak bicara. Sering melontarkan jawaban sebelum pertanyaan selesai. Seringkali sulit menunggu giliran. Sering kali menginterupsi, menyela dan mengganggu orang lain. Misalnya memotong percakapan, mengganggu permainan atau aktivitas.
Gejala inatensi dan hiperaktivitas –impulsif tersebut terjadi sebelum usia 12 tahun, namun pada banyak kasus, gejalanya sudah dapat terlihat sejak anak berusia 3 tahun dan muncul pada 2 atau lebih keadaan/situasi contohnya sekolah, rumah dengan teman atau kerabat dan aktivitas lainnya. Selain itu gejala tersebut mempengaruhi atau mengurangi kualitas dari fungsi sosial, akademik atau okupasional. GPPH yang terjadi pada anak-anak dapat terbawa hingga dewasa.
Berat ringannya gangguan sangat bervariasi. Dampak jika anak tidak ditangani akan menjadi anak yang diberi label “bandel dan nakal”. Ia dapat mengalami konflik dengan lingkungan. Misalnya pada masa remaja akan sering terlibat perkelahian dan tawuran, penggunaan narkoba dan seks bebas, bolos sekolah, terlibat dengan geng-geng anak nakal. Dapat menetap sampai usia remaja maupun usia dewasa saat sedang berkarir sehingga sulit konsentrasi dalam bekerja dan kinerja tidak tuntas.
Penyebab GPPH belum diketahui secara pasti. Namun, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko anak terkena GPPH. Faktor risiko ini meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan dapat menguatkan kecenderungan yang ada seperti polusi udara dan suara, pola asuh dan paparan penggunaan gadget pada anak.
Dalam masyarakat banyak beredar mitos seperti anak GPPH disebabkan oleh pola pengasuhan yang buruk, sehingga semua anak harus dilatih untuk disiplin dan anak dengan GPPH anak yang malas dan bodoh. Faktanya, anak yang pandaipun ada yang menyandang GPPH. Anak dengan GPPH ini tidak disebabkan dengan pola pengasuhan yang buruk, tetapi teknik pengasuhan yang diterapkan dapat membuat suatu symptom perilaku menjadi lebih buruk atau lebih baik. Sehingga dalam penanganan anak dengan GPPH ini mestilah terpadu. Artinya orangtua juga turut di berikan psikoedukasi terkait penanganan di rumah untuk anak GPPH.
Penanganan terhadap anak penyandang GPPH dapat berupa pemberian obat-obatan dan psikoterapi. Psikoterapi berupa modifikasi dan manajemen perilaku, latihan konsentrasi dan peningkatan keterampilan sosial. Penanganan GPPH secara terpadu dan menyeluruh dapat memperbaiki kondisi anak GPPH sehingga anak mampu berprestasi dan mencapai cita-cita serta dapat berkarir dengan baik di masa depannya nanti.***