YANGOON (RIAUPOS.CO) – Setidaknya 50 tentara junta militer dilaporkan tewas dalam dua gempuran pasukan perlawanan rakyat Myanmar sepanjang akhir pekan lalu.
Media lokal Myanmar, The Irrawaddy, melaporkan bahwa kedua gempuran itu terjadi di Negara Bagian Chin dan Kawasan Magwe.
Awalnya, sekitar 200 anggota Pasukan Pertahanan Chin-Thantlang (CDF-T) dan Asosiasi Nasional Chin (CNA) mulai menyerang pos militer di Desa Lungler di dekat perbatasan dengan India pada Jumat (10/9/2021).
Namun, pasukan perlawanan rakyat itu harus mundur pada malam itu karena jet-jet junta terus menggempur mereka dari udara.
Sehari kemudian, Sabtu (11/9), sekitar 400 anggota CDF dilaporkan berhasil menduduki pos militer junta di Thantlang dan mengambil persenjataan dan amunisi di dalamnya. Mereka kemudian membakar pos tersebut.
Dalam baku tembak itu, sekitar 12 tentara junta tewas, sementara 8 anggota CDF terluka.
Terpisah, pasukan perlawanan rakyat bernama Pasukan Pertahanan Yaw (YDF) dan pasukan Pertahanan Chin-Mindat (CDF-M) menyerbu pos polisi di Gangaw, Kawasan Magwe, pada Ahad (12/9) dini hari.
Sekitar pukul 02.00, baku tembak pecah dan lima petugas kepolisian tewas, sementara tiga anggota pasukan perlawanan rakyat terluka.
Seorang pemimpin CDF-M mengatakan mereka menyerang pos polisi itu karena banyak warga sipil di sekitar daerah tersebut ditekan oleh pasukan junta.
Berdasarkan keterangan terpisah dari YDF, 30 petugas kepolisian lainnya yang dikirim ketika baku tembak terjadi juga tewas.
Meski demikian, The Irrawady, yang dilansir Reuters, tak bisa mengonfirmasi secara independen jumlah korban dari pihak kepolisian dan militer ini.
Sepanjang 2021, politik Myanmar terus bergejolak, terutama setelah militer mengudeta pemerintahan sipil pada 1 Februari lalu.
Setelah itu, muncul berbagai gerakan rakyat untuk menolak kekuasaan junta. Junta terus berupaya meredam, tapi rakyat juga semakin kuat membentuk pasukan-pasukan perlawanan.
Berdasarkan data Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), setidaknya 1.080 orang tewas di tangan junta sejak Februari lalu. Selain itu, nyaris 8.050 orang lainnya, termasuk pemimpin pemerintahan sipil yang dikudeta, juga ditahan oleh junta.
Saat ini Myanmar di ambang perang besar antara junta militer melawan perlawanan rakyat yang tersebar di berbagai daerah dengan organisasi masing-masing dan banyak dari mereka yang tidak saling terkait atau berhubungan.
Sumber: Reuters/The Irrawady/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun