Jumat, 22 November 2024

Jabatan ASN Bisa Diisi TNI/Polri

- Advertisement -

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Perubahan besar bakal terjadi dalam tubuh aparatur sipil negara (ASN). Mulai bulan depan, berbagai fleksibilitas terkait manajemen ASN bakal diberlakukan. Hal ini menyusul Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang membahas manajemen ASN yang telah mendekati hasil akhir.

Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas, aspek-aspek substansi dalam aturan tersebut sudah 100 persen terpenuhi. Ditargetkan pada akhir April 2024 aturan sudah bisa diimplementasikan.

- Advertisement -

Anas berharap, RPP ini bisa implementatif dan bisa merangkul talenta terbaik bangsa untuk menjadi bagian dari reformasi birokrasi dan pelaksanaan pembangunan nasional. ”Setelah 100 persen aspek terpenuhi, targetnya 30 April 2024 sudah ditetapkan,” ujar Anas, dalam keterangan resminya, Selasa (12/3).

Total, ada 22 bab yang terdiri dari 305 pasal dalam RPP ini. Substansi yang dibahas diantaranya mengenai pengembangan kompetensi, perencanaan keperluan, pengadaan ASN, digitalisasi, hingga hak dan kewajiban ASN.

Dalam penyusunannya, Kemenpan-RB memastikan telah melibatkan para akademisi untuk memperkaya referensi dan sudut pandang lain dari pakar serta professional. Dengan harapan, PP Manajemen ASN nantinya berkualitas dan implementatif di lapangan. ”Pekan ini, in sya Allah kita akan juga minta masukan dari DPR RI/Komisi II,” jelasnya.

- Advertisement -

Lebih lanjut Anas menyampaikan, ada beberapa transformasi mendasar yang diatur secara detail dalam RPP ini. Di antaranya, soal penataan rekrutmen dan jabatan ASN yang lebih fleksibel. Diakuinya, selama ini proses rekrutmen pegawai baru untuk mengisi posisi kosong yang ditinggal ASN pensiun atau resign harus menunggu dulu “ritual” tahunanya.

Sehingga, terpaksa diisi dulu oleh tenaga non-ASN/honorer yang kemudian jadi masalah di kemudian hari. Karenanya, mulai tahun 2024,  telah ditetapkan bahwa aka nada tiga kali siklus rekrutmen calon ASN (CASN). Penataan rekrutmen dan jabatan ASN ini juga dirancang untuk menjawab organisasi yang harus lincah dan kolaboratif.

Transformasi selanjutnya terkait kemudahan mobilitas talenta nasional. Dalam aturan sebelumnya, mobilitas talenta hanya bisa dilakukan dalam dan antar instansi pemerintah saja. Melalui RPP Manajemen ASN ini, mobilitas talenta bisa dijalankan baik dalam, antarinstansi maupun di luar instansi.

Dengan begitu, pemerataan talenta-talenta ASN yang saat ini masih terpusat di kota-kota besar bisa dilakukan. ”Dengan PP ini pengaturan untuk menutup kesenjangan talenta dalam dilakukan. Kita akan atur insentif khusus bagi mereka yang bekerja di 3T, termasuk kecepatan kenaikan pangkat,” jelasnya.

Tak hanya itu, pola pengembangan kompetensi ASN yang sudah jadul seperti penataran akan dihapuskan melalui RPP Manajemen ASN ini. Pola pengembangan kompetensi ASN bakal dilakukan dengan mengutamakan experiential learning seperti magang hingga on the job training. Nantinya, implementasinya bisa dikolaborasikan dengan perusahaan-perusahaan swasta besar yang ada di Indonesia. ”Sejalan dengan itu, maka nanti sistem pembelajarannya akan dibuat terintegrasi (integrated learning),” ungkap mantan Kepala LKPP tersebut.

Baca Juga:  Soliditas TNI-Polri Jadikan Riau Lebih Baik

Aturan ini, lanjut dia, juga membahas kesempatan prajurit TNI dan personel Polri masuk dalam tubuh ASN. Personel dari kedua instansi ini bisa mengisi jabatan kosong di ASN. Ketentuan ini pun bisa berlaku sebaliknya, ASN bisa mengisi jabatan yang ada di TNI dan Polri.

Dalam pengisian jabatan ini nantinya dilaksanakan dengan seleksi ketat sesuai mekanisme manajemen talenta. ”Tentu aturan ini bersifat resiprokal serta disesuaikan dengan kebutuhan instansi yang bersangkutan. Kita akan mendapatkan talenta terbaik dari TNI/Polri dan mereka pun dapatkan ASN terbaik,” paparnya.

Sementara itu, mengenai digitalisasi manajemen ASN, Anas mengaku bahwa, pemerintah tengah mempercepat pembangunan platform digital manajemen ASN. Platform Digital Manajemen ASN diselenggarakan dengan mengacu pada arsitektur Platform Digital Manajemen ASN dengan memuat seluruh data Manajemen ASN.

Sebagai informasi, Platform Digital Manajemen ASN merupakan platform kolaborasi berbasis digital bagi ASN untuk memperoleh layanan digital yang mendukung manajemen ASN. Ini adalah bagian dari ekosistem digital yang terintegrasi secara nasional. ”Semua instansi pemerintah wajib menggunakan Platform Digital Manajemen ASN,” tegasnya.

Anas juga membahas mengenai kinerja ASN. Menurutnya, yang jadi permasalahan saat ini adalah kinerja pegawai yang belum sepenuhnya mencerminkan kinerja organisasi. Oleh karena itu, ke depan pengelolaan kinerja dilaksanakan untuk memastikan pencapaian tujuan organisasi. Saat ini pihaknya tengah mendesain keselarasan antar keduanya sehingga bisa berjalan keduanya.

Menurut Pemerhati Isu-Isu Militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi, secara normatif dwifungsi sudah dihapus seiring dengan reformasi dan lahirnya Undang-Undang (UU) TNI. Namun demikian, dia tidak menampik pelibatan TNI di ranah sipil. ”Ada sejumlah urusan pemerintahan yang ternyata masih memerlukan kehadiran prajurit aktif, dengan berbagai urgensi,” ungkap dia.

Keterangan itu disampaikan oleh Fahmi sejalan dengan RPP ASN yang bakal segera rampung. Dalam aturan itu, prajurit TNI dan personel Polri bisa ditugaskan mengisi jabatan ASN. Pun sebaliknya. Dia menyebut, dalam UU TNI, pelibatan prajurit aktif untuk mengisi jabatan sipil sudah diatur dalam Pasal 47. Pasal itu secara tegas memberi batasan berkenaan dengan penempatan TNI pada jabatan sipil.

Fahmi menyatakan bahwa dalam Ayat (1) Pasal 47 UU TNI disebutkan bahwa prajurit aktif tidak boleh memegang jabatan sipil kecuali mengundurkan diri atau pensiun. Kemudian Ayat (2) pasal yang sama memberikan afirmasi. ”Ada sejumlah kementerian dan lembaga yang dibolehkan untuk diisi prajurit aktif. Terutama karena urusan dan atau kewenangannya dinilai berkaitan, beririsan, atau membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif,”  bebernya.

Baca Juga:  Lagi, PKL di Jalan HR Soebrantas Ditertibkan

Ayat itu, lanjut Fahmi, merinci secara jelas kementerian dan lembaga yang boleh diisi prajurit TNI. ”Sayangnya alih-alih dibatasi, terutama dalam satu dekade terakhir, sejumlah prajurit diketahui telah menduduki berbagai jabatan yang ternyata tidak atau belum diatur dalam UU 34 tahun 2004 tentang TNI,” sesalnya.

Bahkan ada prajurit aktif yang mengisi jabatan sipil padahal jabatan itu tidak beririsan atau berkaitan dengan tugas dan fungsi TNI. Dalam praktik tersebut, Fahmi melihat sebagian besar permintaan prajurit aktif untuk mengisi jabatan sipil berasal dari menteri dan pimpinan lembaga. Permintaan itu kemudian disetujui oleh pimpinan TNI.

Beberapa permintaan datang dengan alasan memadai. Namun banyak juga yang datang dengan alasan yang kurang relevan dan tidak memiliki urgensi. ”Hal itulah yang menurut saya kemudian melatar belakangi hadirnya Pasal 19 Ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN,” uajrnya.

Pasal tersebut menegaskan bahwa pengisian jabatan ASN yang berasal dari prajurit TNI dan personel Polri dilaksanakan sebagaimana aturan UU TNI dan UU Polri. ”Jadi terkait prajurit TNI, kehadiran UU nomor 20 tahun 2023 justru seharusnya dimaknai sebagai upaya meminimalisir dan menepis potensi kembalinya dwifungsi TNI,” uajrnya.

Sepanjang belum ada perubahan, ketentuan Pasal 47 Ayat (1) dan Ayat (2) pada UU TNI wajib menjadi acuan. Karena itu, Fahmi menyatakan bahwa aturan pelaksanaan dari UU ASN, termasuk penyusunan RPP ASN, mestinya harus mengacu pada aturan dalam Pasal 47 UU TNI. ”Bukan justru mengatur hal-hal yang tidak selaras dengan semangat UU tersebut atau bahkan memayungi praktik-praktik yang selama ini berada di luar ketentuan UU,” kata dia.

Khusus untuk Polri, Fahmi menilai penempatan personel Polri dalam jabatan sipil harus dievaluasi. Fahmi tidak menyangkal, sesuai UU Polri sudah dinyatakan sebagai perangkat sipil negara dan tunduk pada hukum sipil. Namun, mereka punya tugas dan fungsi yang sudah jelas dalam rangka melindungi masyarakat, memelihara keamanan, dan ketertiban umum serta menegakkan hukum.

”Jangan sampai kita sibuk mengantisipasi kekhawatiran kembalinya dwifungsi TNI, tapi malah menghadirkan multifungsi Polri yang justru lebih mengkhawatirkan,” ujarnya.(mia/syn/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Perubahan besar bakal terjadi dalam tubuh aparatur sipil negara (ASN). Mulai bulan depan, berbagai fleksibilitas terkait manajemen ASN bakal diberlakukan. Hal ini menyusul Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang membahas manajemen ASN yang telah mendekati hasil akhir.

Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas, aspek-aspek substansi dalam aturan tersebut sudah 100 persen terpenuhi. Ditargetkan pada akhir April 2024 aturan sudah bisa diimplementasikan.

- Advertisement -

Anas berharap, RPP ini bisa implementatif dan bisa merangkul talenta terbaik bangsa untuk menjadi bagian dari reformasi birokrasi dan pelaksanaan pembangunan nasional. ”Setelah 100 persen aspek terpenuhi, targetnya 30 April 2024 sudah ditetapkan,” ujar Anas, dalam keterangan resminya, Selasa (12/3).

Total, ada 22 bab yang terdiri dari 305 pasal dalam RPP ini. Substansi yang dibahas diantaranya mengenai pengembangan kompetensi, perencanaan keperluan, pengadaan ASN, digitalisasi, hingga hak dan kewajiban ASN.

- Advertisement -

Dalam penyusunannya, Kemenpan-RB memastikan telah melibatkan para akademisi untuk memperkaya referensi dan sudut pandang lain dari pakar serta professional. Dengan harapan, PP Manajemen ASN nantinya berkualitas dan implementatif di lapangan. ”Pekan ini, in sya Allah kita akan juga minta masukan dari DPR RI/Komisi II,” jelasnya.

Lebih lanjut Anas menyampaikan, ada beberapa transformasi mendasar yang diatur secara detail dalam RPP ini. Di antaranya, soal penataan rekrutmen dan jabatan ASN yang lebih fleksibel. Diakuinya, selama ini proses rekrutmen pegawai baru untuk mengisi posisi kosong yang ditinggal ASN pensiun atau resign harus menunggu dulu “ritual” tahunanya.

Sehingga, terpaksa diisi dulu oleh tenaga non-ASN/honorer yang kemudian jadi masalah di kemudian hari. Karenanya, mulai tahun 2024,  telah ditetapkan bahwa aka nada tiga kali siklus rekrutmen calon ASN (CASN). Penataan rekrutmen dan jabatan ASN ini juga dirancang untuk menjawab organisasi yang harus lincah dan kolaboratif.

Transformasi selanjutnya terkait kemudahan mobilitas talenta nasional. Dalam aturan sebelumnya, mobilitas talenta hanya bisa dilakukan dalam dan antar instansi pemerintah saja. Melalui RPP Manajemen ASN ini, mobilitas talenta bisa dijalankan baik dalam, antarinstansi maupun di luar instansi.

Dengan begitu, pemerataan talenta-talenta ASN yang saat ini masih terpusat di kota-kota besar bisa dilakukan. ”Dengan PP ini pengaturan untuk menutup kesenjangan talenta dalam dilakukan. Kita akan atur insentif khusus bagi mereka yang bekerja di 3T, termasuk kecepatan kenaikan pangkat,” jelasnya.

Tak hanya itu, pola pengembangan kompetensi ASN yang sudah jadul seperti penataran akan dihapuskan melalui RPP Manajemen ASN ini. Pola pengembangan kompetensi ASN bakal dilakukan dengan mengutamakan experiential learning seperti magang hingga on the job training. Nantinya, implementasinya bisa dikolaborasikan dengan perusahaan-perusahaan swasta besar yang ada di Indonesia. ”Sejalan dengan itu, maka nanti sistem pembelajarannya akan dibuat terintegrasi (integrated learning),” ungkap mantan Kepala LKPP tersebut.

Baca Juga:  Soliditas TNI-Polri Jadikan Riau Lebih Baik

Aturan ini, lanjut dia, juga membahas kesempatan prajurit TNI dan personel Polri masuk dalam tubuh ASN. Personel dari kedua instansi ini bisa mengisi jabatan kosong di ASN. Ketentuan ini pun bisa berlaku sebaliknya, ASN bisa mengisi jabatan yang ada di TNI dan Polri.

Dalam pengisian jabatan ini nantinya dilaksanakan dengan seleksi ketat sesuai mekanisme manajemen talenta. ”Tentu aturan ini bersifat resiprokal serta disesuaikan dengan kebutuhan instansi yang bersangkutan. Kita akan mendapatkan talenta terbaik dari TNI/Polri dan mereka pun dapatkan ASN terbaik,” paparnya.

Sementara itu, mengenai digitalisasi manajemen ASN, Anas mengaku bahwa, pemerintah tengah mempercepat pembangunan platform digital manajemen ASN. Platform Digital Manajemen ASN diselenggarakan dengan mengacu pada arsitektur Platform Digital Manajemen ASN dengan memuat seluruh data Manajemen ASN.

Sebagai informasi, Platform Digital Manajemen ASN merupakan platform kolaborasi berbasis digital bagi ASN untuk memperoleh layanan digital yang mendukung manajemen ASN. Ini adalah bagian dari ekosistem digital yang terintegrasi secara nasional. ”Semua instansi pemerintah wajib menggunakan Platform Digital Manajemen ASN,” tegasnya.

Anas juga membahas mengenai kinerja ASN. Menurutnya, yang jadi permasalahan saat ini adalah kinerja pegawai yang belum sepenuhnya mencerminkan kinerja organisasi. Oleh karena itu, ke depan pengelolaan kinerja dilaksanakan untuk memastikan pencapaian tujuan organisasi. Saat ini pihaknya tengah mendesain keselarasan antar keduanya sehingga bisa berjalan keduanya.

Menurut Pemerhati Isu-Isu Militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi, secara normatif dwifungsi sudah dihapus seiring dengan reformasi dan lahirnya Undang-Undang (UU) TNI. Namun demikian, dia tidak menampik pelibatan TNI di ranah sipil. ”Ada sejumlah urusan pemerintahan yang ternyata masih memerlukan kehadiran prajurit aktif, dengan berbagai urgensi,” ungkap dia.

Keterangan itu disampaikan oleh Fahmi sejalan dengan RPP ASN yang bakal segera rampung. Dalam aturan itu, prajurit TNI dan personel Polri bisa ditugaskan mengisi jabatan ASN. Pun sebaliknya. Dia menyebut, dalam UU TNI, pelibatan prajurit aktif untuk mengisi jabatan sipil sudah diatur dalam Pasal 47. Pasal itu secara tegas memberi batasan berkenaan dengan penempatan TNI pada jabatan sipil.

Fahmi menyatakan bahwa dalam Ayat (1) Pasal 47 UU TNI disebutkan bahwa prajurit aktif tidak boleh memegang jabatan sipil kecuali mengundurkan diri atau pensiun. Kemudian Ayat (2) pasal yang sama memberikan afirmasi. ”Ada sejumlah kementerian dan lembaga yang dibolehkan untuk diisi prajurit aktif. Terutama karena urusan dan atau kewenangannya dinilai berkaitan, beririsan, atau membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif,”  bebernya.

Baca Juga:  Pemko Masih Tunggu Izin Pusat

Ayat itu, lanjut Fahmi, merinci secara jelas kementerian dan lembaga yang boleh diisi prajurit TNI. ”Sayangnya alih-alih dibatasi, terutama dalam satu dekade terakhir, sejumlah prajurit diketahui telah menduduki berbagai jabatan yang ternyata tidak atau belum diatur dalam UU 34 tahun 2004 tentang TNI,” sesalnya.

Bahkan ada prajurit aktif yang mengisi jabatan sipil padahal jabatan itu tidak beririsan atau berkaitan dengan tugas dan fungsi TNI. Dalam praktik tersebut, Fahmi melihat sebagian besar permintaan prajurit aktif untuk mengisi jabatan sipil berasal dari menteri dan pimpinan lembaga. Permintaan itu kemudian disetujui oleh pimpinan TNI.

Beberapa permintaan datang dengan alasan memadai. Namun banyak juga yang datang dengan alasan yang kurang relevan dan tidak memiliki urgensi. ”Hal itulah yang menurut saya kemudian melatar belakangi hadirnya Pasal 19 Ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN,” uajrnya.

Pasal tersebut menegaskan bahwa pengisian jabatan ASN yang berasal dari prajurit TNI dan personel Polri dilaksanakan sebagaimana aturan UU TNI dan UU Polri. ”Jadi terkait prajurit TNI, kehadiran UU nomor 20 tahun 2023 justru seharusnya dimaknai sebagai upaya meminimalisir dan menepis potensi kembalinya dwifungsi TNI,” uajrnya.

Sepanjang belum ada perubahan, ketentuan Pasal 47 Ayat (1) dan Ayat (2) pada UU TNI wajib menjadi acuan. Karena itu, Fahmi menyatakan bahwa aturan pelaksanaan dari UU ASN, termasuk penyusunan RPP ASN, mestinya harus mengacu pada aturan dalam Pasal 47 UU TNI. ”Bukan justru mengatur hal-hal yang tidak selaras dengan semangat UU tersebut atau bahkan memayungi praktik-praktik yang selama ini berada di luar ketentuan UU,” kata dia.

Khusus untuk Polri, Fahmi menilai penempatan personel Polri dalam jabatan sipil harus dievaluasi. Fahmi tidak menyangkal, sesuai UU Polri sudah dinyatakan sebagai perangkat sipil negara dan tunduk pada hukum sipil. Namun, mereka punya tugas dan fungsi yang sudah jelas dalam rangka melindungi masyarakat, memelihara keamanan, dan ketertiban umum serta menegakkan hukum.

”Jangan sampai kita sibuk mengantisipasi kekhawatiran kembalinya dwifungsi TNI, tapi malah menghadirkan multifungsi Polri yang justru lebih mengkhawatirkan,” ujarnya.(mia/syn/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari