Sabtu, 9 November 2024

Pemerintah Bisa Memenuhi Kekurangan Pembayaran PBI

- Advertisement -

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah menerbitkan tiga peraturan menteri keuangan (PMK) sekaligus tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Dia menjelaskan, tiga peraturan teknis tersebut membahas sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang terbit dan berlaku pada 24 Oktober lalu.

 ‘’(Isinya) untuk membayar yang ASN (aparatur sipil negara), untuk yang PBI (penerima bantuan iuran) dan yang untuk daerah,’’ ujarnya ditemui di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, kemarin (11/11).

- Advertisement -

Usai terbitnya PMK tersebut, Ani menyebut bahwa pemerintah akan menghitung besaran anggaran. ‘’Itu akan kami hitung, jumlahnya nanti tergantung pada  masing-masing dihitungnya,’’ imbuhnya.

Tiap PMK memiliki perubahan yang berbeda-beda. Tiga PMK yang dikeluarkan adalah PMK Nomor 158 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Iuran Jaminan Kesehatan Penerima Penghasilan dari Pemerintah; PMK Nomor 159 Tahun 2019 tentang Pergeseran Anggaran Pada Bagian Anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08); dan PMK Nomor 160 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Iuran Jaminan Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Baca Juga:  Pemkab Rohul Ikuti Kompetensi AMH Kemenkominfo RI

Dalam PMK Nomor 160/2019, memungkinkan pemerintah memenuhi kekurangan pembayaran PBI akibat perubahan jumlah peserta atau besaran iuran dapat menggunakan APBN Tahun Berjalan. Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 3.

- Advertisement -

Pada regulasi sebelumnya yakni PMK 10/2018, pemerintah hanya dapat memenuhi kekurangan pembayaran PBI melalui APBN Perubahan (APBN-P) atau APBN tahun anggaran berikutnya. Artinya, kini pemerintah memiliki tiga opsi untuk menutupi kekurangan pembayaran PBI.

Ani menjelaskan, pihaknya akan melakukan perhitungan untuk masing-masing kelompok berdasarkan tiga PMK tersebut. Tapi, ia belum dapat menyebutkan finalisasi perhitungan dan memastikan waktu pencairan dana talangan BPJS. ‘’Segera saja,’’ katanya.

Sementara itu, mengenai pembenahan sistem Data Terpadu Kesejahteraan Sosial, Menteri Sosial Juliari P Batubara mengatakan, masih proses memadankan dengan data yang ada di Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri. Sebab, orang yang terdata harus memiliki identitas yang jelas. Memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK). Tercatat, ada sekitar 98,7 juta masyarakat Indonesia prasejahtera.

Baca Juga:  Jaksa KPK Tuntut Bupati Bengkalis Nonaktif 6 Tahun Penjara

"Ada yang sudah dipadankan ada yang belum. Tapi sebagian besar sudah. Data sekitar 68 juta orang yang sudah dipadankan dengan NIK di Dukcapil," terang Juliari saat ditemui di Hotel Harris Vertu, Senin (11/11). Masih ada sekitar 30 jutaan data yang belum.

Politis PDI Perjuangan itu menyatakan, proses update masih terus dilakukan. Termasuk membenahi data masyarakat yang dinilai sudah mentas dari garis kemiskinan. Juliari mengaku, membenahi data memang tidak mudah. Selain banyak orang yang harus diurus, banyak juga masyarakat miskin yang tidak memiliki kartu identitas penduduk (KTP) yang di dalamnya tercantum NIK.

"Saya kira tidak ada hambatan. Tapi perlu waktu. Target akhir tahun ini beres. Sehingga awal tahun depan sudah dengan data yang lebih berkualitas. Data terpadu kesejahteraan sosial dengan ada NIK," jelasnya. Dengan harapan, bantuan sosial, kesehatan, hingga pendidikan yang diberikan oleh negara tepat sasaran.(dee/han/jpg)

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah menerbitkan tiga peraturan menteri keuangan (PMK) sekaligus tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Dia menjelaskan, tiga peraturan teknis tersebut membahas sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang terbit dan berlaku pada 24 Oktober lalu.

 ‘’(Isinya) untuk membayar yang ASN (aparatur sipil negara), untuk yang PBI (penerima bantuan iuran) dan yang untuk daerah,’’ ujarnya ditemui di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, kemarin (11/11).

Usai terbitnya PMK tersebut, Ani menyebut bahwa pemerintah akan menghitung besaran anggaran. ‘’Itu akan kami hitung, jumlahnya nanti tergantung pada  masing-masing dihitungnya,’’ imbuhnya.

- Advertisement -

Tiap PMK memiliki perubahan yang berbeda-beda. Tiga PMK yang dikeluarkan adalah PMK Nomor 158 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Iuran Jaminan Kesehatan Penerima Penghasilan dari Pemerintah; PMK Nomor 159 Tahun 2019 tentang Pergeseran Anggaran Pada Bagian Anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08); dan PMK Nomor 160 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Iuran Jaminan Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Baca Juga:  Pemkab Rohul Ikuti Kompetensi AMH Kemenkominfo RI

Dalam PMK Nomor 160/2019, memungkinkan pemerintah memenuhi kekurangan pembayaran PBI akibat perubahan jumlah peserta atau besaran iuran dapat menggunakan APBN Tahun Berjalan. Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 3.

Pada regulasi sebelumnya yakni PMK 10/2018, pemerintah hanya dapat memenuhi kekurangan pembayaran PBI melalui APBN Perubahan (APBN-P) atau APBN tahun anggaran berikutnya. Artinya, kini pemerintah memiliki tiga opsi untuk menutupi kekurangan pembayaran PBI.

Ani menjelaskan, pihaknya akan melakukan perhitungan untuk masing-masing kelompok berdasarkan tiga PMK tersebut. Tapi, ia belum dapat menyebutkan finalisasi perhitungan dan memastikan waktu pencairan dana talangan BPJS. ‘’Segera saja,’’ katanya.

Sementara itu, mengenai pembenahan sistem Data Terpadu Kesejahteraan Sosial, Menteri Sosial Juliari P Batubara mengatakan, masih proses memadankan dengan data yang ada di Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri. Sebab, orang yang terdata harus memiliki identitas yang jelas. Memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK). Tercatat, ada sekitar 98,7 juta masyarakat Indonesia prasejahtera.

Baca Juga:  Mulai Besok Malam, Penghentian Total Siaran TV Analog Tahap I

"Ada yang sudah dipadankan ada yang belum. Tapi sebagian besar sudah. Data sekitar 68 juta orang yang sudah dipadankan dengan NIK di Dukcapil," terang Juliari saat ditemui di Hotel Harris Vertu, Senin (11/11). Masih ada sekitar 30 jutaan data yang belum.

Politis PDI Perjuangan itu menyatakan, proses update masih terus dilakukan. Termasuk membenahi data masyarakat yang dinilai sudah mentas dari garis kemiskinan. Juliari mengaku, membenahi data memang tidak mudah. Selain banyak orang yang harus diurus, banyak juga masyarakat miskin yang tidak memiliki kartu identitas penduduk (KTP) yang di dalamnya tercantum NIK.

"Saya kira tidak ada hambatan. Tapi perlu waktu. Target akhir tahun ini beres. Sehingga awal tahun depan sudah dengan data yang lebih berkualitas. Data terpadu kesejahteraan sosial dengan ada NIK," jelasnya. Dengan harapan, bantuan sosial, kesehatan, hingga pendidikan yang diberikan oleh negara tepat sasaran.(dee/han/jpg)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari