Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Defisit APBN 2,2 Persen, Setop Dulu Bikin Program Baru

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kembali defisit. Tahun ini angkanya bisa berada pada level 2,2 persen. Prediksi itu lebih tinggi dari target awal yang berkisar 1,84 persen dari PDB. Agar defisit tidak berlanjut sampai tahun depan, pemerintah mengimbau seluruh kementerian mengencangkan ikat pinggang alias berhemat.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara berharap kementerian/lembaga (K/L) tidak membuat anggaran baru menjelang pergantian tahun ini. Tujuannya tentu saja agar defisit tidak melebar. "Kementerian dan lembaga jangan mengeluarkan biaya yang tidak perlu," tegasnya dalam dialog APBN untuk Indonesia Maju di gedung Kemenkeu, kemarin (10/12).

Staf K/L, menurut Suahasil, biasanya tidak pernah kekurangan ide brilian untuk merancang program baru. "Bikin ini, bikin itu," sindirnya. Kemenkeu, menurut dia, akan benar-benar mempertimbangkan penganggaran pada akhir tahun ini. Semuanya bakal disusun berdasar prioritas. Artinya, Kemenkeu dan seluruh K/L yang lain berpartisipasi dalam menciptakan APBN yang sehat dan menjaga pertumbuhan ekonomi. 

Baca Juga:  Putra Sulung Presiden Lirik Pilkada Solo

Di sisi lain, dengan bersikap selektif, K/L ikut menjalankan fungsi alokasi APBN. Lewat fungsi itu, APBN menjadi instrumen efektivitas perekonomian. Selain alokasi, APBN punya fungsi distribusi. Maka, segala jenis anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

APBN, imbuh Suahasil, juga merupakan penyeimbang perekonomian. Terutama saat lemah seperti sekarang. "Kalau pesta terus, piring kotor tambah banyak, cuci makin susah," ujarnya.

Selain itu, APBN harus bisa beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat. Belakangan, publik semakin akrab dengan perekonomian digital. Aktivitas jual beli dan transaksi terjadi di dunia maya secara digital. Maka, pemerintah perlu menyusun regulasi yang bisa menggenjot penerimaan pajak berbasis teknologi seperti e-commerce.

Baca Juga:  Verifikasi Kemenkes Lamban, Penyaluran Insentif Nakes Daerah Terhambat

Kemenkeu mencatat bahwa realisasi belanja pemerintah mencapai Rp 1.634 triliun atau 68,6 persen dari target APBN 2019 per Oktober lalu. Besaran belanja sepuluh K/L mencapai 84,8 persen dari pagu anggaran. Realisasi belanja paling tinggi terjadi pada Kementerian Sosial sebesar 89,1 persen. Itu sejalan dengan tingginya bantuan sosial (bansos).(dee/c6/hep/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kembali defisit. Tahun ini angkanya bisa berada pada level 2,2 persen. Prediksi itu lebih tinggi dari target awal yang berkisar 1,84 persen dari PDB. Agar defisit tidak berlanjut sampai tahun depan, pemerintah mengimbau seluruh kementerian mengencangkan ikat pinggang alias berhemat.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara berharap kementerian/lembaga (K/L) tidak membuat anggaran baru menjelang pergantian tahun ini. Tujuannya tentu saja agar defisit tidak melebar. "Kementerian dan lembaga jangan mengeluarkan biaya yang tidak perlu," tegasnya dalam dialog APBN untuk Indonesia Maju di gedung Kemenkeu, kemarin (10/12).

- Advertisement -

Staf K/L, menurut Suahasil, biasanya tidak pernah kekurangan ide brilian untuk merancang program baru. "Bikin ini, bikin itu," sindirnya. Kemenkeu, menurut dia, akan benar-benar mempertimbangkan penganggaran pada akhir tahun ini. Semuanya bakal disusun berdasar prioritas. Artinya, Kemenkeu dan seluruh K/L yang lain berpartisipasi dalam menciptakan APBN yang sehat dan menjaga pertumbuhan ekonomi. 

Baca Juga:  Putra Sulung Presiden Lirik Pilkada Solo

Di sisi lain, dengan bersikap selektif, K/L ikut menjalankan fungsi alokasi APBN. Lewat fungsi itu, APBN menjadi instrumen efektivitas perekonomian. Selain alokasi, APBN punya fungsi distribusi. Maka, segala jenis anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

- Advertisement -

APBN, imbuh Suahasil, juga merupakan penyeimbang perekonomian. Terutama saat lemah seperti sekarang. "Kalau pesta terus, piring kotor tambah banyak, cuci makin susah," ujarnya.

Selain itu, APBN harus bisa beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat. Belakangan, publik semakin akrab dengan perekonomian digital. Aktivitas jual beli dan transaksi terjadi di dunia maya secara digital. Maka, pemerintah perlu menyusun regulasi yang bisa menggenjot penerimaan pajak berbasis teknologi seperti e-commerce.

Baca Juga:  Verifikasi Kemenkes Lamban, Penyaluran Insentif Nakes Daerah Terhambat

Kemenkeu mencatat bahwa realisasi belanja pemerintah mencapai Rp 1.634 triliun atau 68,6 persen dari target APBN 2019 per Oktober lalu. Besaran belanja sepuluh K/L mencapai 84,8 persen dari pagu anggaran. Realisasi belanja paling tinggi terjadi pada Kementerian Sosial sebesar 89,1 persen. Itu sejalan dengan tingginya bantuan sosial (bansos).(dee/c6/hep/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari