Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Nia Ramadhani Minta Maaf Sambil Terisak

(RIAUPOS.CO) – PASANGAN Nia Ramadhani alias Ramadhania Ardiansyah Bakrie dan Anindra Ardiansyah Bakrie alias Ardi Bakrie menyedot perhatian publik sejak Rabu (7/7). Itu setelah Satresnarkoba Polres Metro Jakarta Pusat mengamankan keduanya atas kepemilikan sabu-sabu (SS). Sabtu (10/7), untuk kali pertama, keduanya muncul di hadapan media.

"Saya Nia Ramadhani Bakrie mengakui bahwa apa yang saya lakukan tidak menjadi sebuah contoh yang terpuji,’’ ucap Nia dalam press conference yang digelar Polres Metro Jakarta Pusat (Jakpus). Sambil memegang selembar kertas putih dengan tangan kirinya, perempuan 31 tahun itu terbata-bata mengungkapkan pernyataan resminya.

Sebagaimana disampaikan Lalu Mara Satriawangsa, jubir Keluarga Bakrie, pada Jumat malam (9/7), Nia pun minta maaf kepada keluarga besar. Kemarin, secara langsung, dia minta maaf juga kepada sahabat, teman-teman, dan orang-orang yang telah menaruh kepercayaan kepadanya. Dalam paparan lisan selama sekitar empat menit itu, Nia beberapa kali terisak. Suaranya tercekat. Ardi yang berdiri di sebelah kanan sang istri berkali-kali merangkul dan mengelus lengan Nia.  

"Saya berharap bisa dibukakan pintu maaf sebesar-besarnya,’’ ungkap Nia sambil menahan tangis. "Terutama anak-anak saya,’’ lanjut ibu tiga anak tersebut. Di ujung pernyataannya, Nia yang menutupi kepalanya dengan bucket hat berjanji untuk kooperatif dalam menjalani proses hukumnya. Kemarin, selain Nia dan Ardi, polisi menghadirkan sopir pribadi yang disebut-sebut sebagai pembeli sabu-sabu. Ketiganya memakai baju bertulisan tahanan pada bagian punggung.

Kapolres Metro Jakpus Kombes Pol Hengki Hariyadi menegaskan, dengan menghadirkan tiga tersangka dalam press conference, polisi meluruskan rumor yang menyebutkan adanya perlakuan istimewa kepada Nia, Ardi, dan sopir berinisial ZN. "Saat rilis yang pertama itu tersangka sedang dibawa ke labkesda untuk pemeriksaan rambut dan darah,’’ tegasnya di hadapan wartawan kemarin.  

Begitu diamankan pada Rabu lalu, Nia bersama Ardi dan ZN lantas ditetapkan tersangka. Polisi menyita barang bukti berupa SS seberat 0,78 gram dan bong. Atas temuan itu, polisi menjerat ketiganya dengan pasal 127 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman hukumannya empat tahun penjara.

Baca Juga:  APBN Bisa Defisit 2,5 Persen

Sehari sebelumnya, Lalu menyampaikan kepada awak media bahwa Nia maupun Ardi sangat menyesal. Mereka juga menyampaikan permohonan maaf kepada keluar besar. "Kami dari keluarga mendukung penuh proses pengembangan (kasus narkotika, Red) yang dilakukan aparat penegak hukum,’’ katanya. Dia berharap, Nia-Ardi mendapatkan layanan kesehatan sesuai aturan yang berlaku.

Melalui Lalu pula, Aburizal Bakrie menyatakan, yang menimpa anak dan menantunya tersebut adalah cobaan. Karena itu, sebagai ayah, dia berpesan agar Nia-Ardi menjalani cobaan dengan tabah dan sabar. Aburizal pun, kata Lalu, mendukung penuh proses hukum sampai tuntas. "Beliau (Aburizal, Red) mengambil hikmah dari peristiwa ini,’’ paparnya.

Kuasa hukum Nia-Ardi, Wa Ode Nur Zainab, mengaku telah mempersiapkan berkas permohonan rehabilitasi untuk kliennya. Nantinya, kepolisianlah yang menilai pengajuan tersebut. "In sya Allah. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini asesmen (pengajuan rehabilitasi, red) bisa dilakukan,’’ harapnya.

Terkait permohonan rehabilitasi itu, Hengki menegaskan, pihaknya akan mengikuti prosedur. "Saya tekankan lagi. Seandainya ada keputusan rehabilitasi sebagaimana diwajibkan dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 pun tidak berarti berkas tidak dilanjutkan. Tetap kami lanjutkan ke pengadilan untuk mendapatkan vonis hakim,’’ terangnya, kemarin.

Rehabilitasi, menurut Hengki, tidak dilaksanakan oleh penyidik. "Pihak keluarga kami fasilitasi untuk melaksanakan asesmen terpadu dengan tim BNN yang isinya ada Polri, kejaksaan, dokter, dan sebagainya,’’ tuturnya.

Siapkan Mental, Jaga Perasaan, Sampaikan Fakta

Keluarga ibarat kapal yang tengah berlayar. Saat kepala keluarga atau sang nakhoda tertimpa musibah, kapal sangat mungkin oleng. Bahkan, karam. Karena itu, support system sangat penting. Musibah bisa berupa apa saja. Berurusan dengan hukum karena kasus narkoba seperti yang Nia-Ardi hadapi sekarang, misalnya.

Dalam kasus seperti itu, psikolog anak dan keluarga Samantha Ananta mengungkapkan bahwa anak jelas terdampak. Sebagai pihak yang paling rentan, anak sangat butuh perlindungan. Terutama, dari sisi psikologis. "Dilindungi dari efek orang tua yang bermasalah dan tekanan lingkungan yang mungkin muncul,’’ ungkap Samantha kepada Jawa Pos (JPG) pada Jumat (9/8).

Dia mengakui, kasus hukum sering menghadapkan orang tua pada posisi yang serbasalah. Keabsenannya dari rumah jelas akan memantik sejuta tanya dalam benak anak-anak. Di sisi lain, menjelaskan kejadian sesungguhnya kepada anak-anak pada saat ini juga bukan pilihan yang bijaksana. "Perlu diperhatikan apakah kondisi di rumah kondusif atau tidak. Lihat kesiapan anak juga,’’ tutur Samantha.

Baca Juga:  Ledakan Kasus Covid-19 Harus Dihadapi dengan Langkah Luar Biasa

Bagaimana kita mengetahui anak siap atau tidak mendengar fakta? "Bisa dideteksi dari pertanyaan-pernyataan yang anak ajukan,’’ lanjut Samantha. Semakin kritis anak, pertanyaannya semakin banyak, dan semakin siap pula si anak menerima penjelasan.

Misalnya, anak bertanya "ibu ke mana kok enggak pulang-pulang? Ibu sakit?" Saat dua pertanyaan itu dijawab, lahir pertanyaan baru. Seperti, "ibu di mana? Kok enggak nelepon?" Bisa juga, anak langsung menembak dengan pertanyaan yang tajam semacam "ibu dibawa ke mana sama pak polisi?"

"Makin terlihat kan kalau pertanyaannya mengerucut,’’ ungkap Samantha. Karena orang tua tidak ada di rumah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, maka support system yang ada di rumah harus peka. Entah itu kakek, nenek, atau paman dan bibi harus fokus pada perasaan anak.

Pertanyaan-pertanyaan pancingan bisa menjadi modus untuk menjajaki kesiapan anak. Pernyataan seperti "adik khawatir ya?" atau "kangen ayah ibu ya?" bisa menjadi pintu masuk untuk menggali perasaan anak.

Samantha berpesan agar penyampaian fakta juga jangan sampai membuat anak terjebak pada rasa takut, kecewa, tertolak, dan khawatir. Dengan demikian, hubungan anak dan support system yang ada di rumah tetap terjalin baik. Anak merasa nyaman mengungkapkan isi hatinya kepada mereka yang memang dipercaya menjaganya sampai kasus orang tuanya usai.

Ketika kasus selesai dan orang tua kembali berkumpul bersama anak, menurut Samantha, keluarga itu perlu menjalani terapi. Dengan bantuan profesional, hubungan orang tua dan anak akan dipulihkan. Tujuannya adalah menghilangkan trauma pada anak. Khususnya, transgenerational trauma. Jika trauma itu tidak dihapuskan, ada potensi masalah akan muncul lagi di masa mendatang. Bahkan, bukan tidak mungkin, anak mengulang kesalahan yang dilakukan orangtuanya.(mia/c13/hep/shf/tyo/c13/hep)

 

(RIAUPOS.CO) – PASANGAN Nia Ramadhani alias Ramadhania Ardiansyah Bakrie dan Anindra Ardiansyah Bakrie alias Ardi Bakrie menyedot perhatian publik sejak Rabu (7/7). Itu setelah Satresnarkoba Polres Metro Jakarta Pusat mengamankan keduanya atas kepemilikan sabu-sabu (SS). Sabtu (10/7), untuk kali pertama, keduanya muncul di hadapan media.

"Saya Nia Ramadhani Bakrie mengakui bahwa apa yang saya lakukan tidak menjadi sebuah contoh yang terpuji,’’ ucap Nia dalam press conference yang digelar Polres Metro Jakarta Pusat (Jakpus). Sambil memegang selembar kertas putih dengan tangan kirinya, perempuan 31 tahun itu terbata-bata mengungkapkan pernyataan resminya.

- Advertisement -

Sebagaimana disampaikan Lalu Mara Satriawangsa, jubir Keluarga Bakrie, pada Jumat malam (9/7), Nia pun minta maaf kepada keluarga besar. Kemarin, secara langsung, dia minta maaf juga kepada sahabat, teman-teman, dan orang-orang yang telah menaruh kepercayaan kepadanya. Dalam paparan lisan selama sekitar empat menit itu, Nia beberapa kali terisak. Suaranya tercekat. Ardi yang berdiri di sebelah kanan sang istri berkali-kali merangkul dan mengelus lengan Nia.  

"Saya berharap bisa dibukakan pintu maaf sebesar-besarnya,’’ ungkap Nia sambil menahan tangis. "Terutama anak-anak saya,’’ lanjut ibu tiga anak tersebut. Di ujung pernyataannya, Nia yang menutupi kepalanya dengan bucket hat berjanji untuk kooperatif dalam menjalani proses hukumnya. Kemarin, selain Nia dan Ardi, polisi menghadirkan sopir pribadi yang disebut-sebut sebagai pembeli sabu-sabu. Ketiganya memakai baju bertulisan tahanan pada bagian punggung.

- Advertisement -

Kapolres Metro Jakpus Kombes Pol Hengki Hariyadi menegaskan, dengan menghadirkan tiga tersangka dalam press conference, polisi meluruskan rumor yang menyebutkan adanya perlakuan istimewa kepada Nia, Ardi, dan sopir berinisial ZN. "Saat rilis yang pertama itu tersangka sedang dibawa ke labkesda untuk pemeriksaan rambut dan darah,’’ tegasnya di hadapan wartawan kemarin.  

Begitu diamankan pada Rabu lalu, Nia bersama Ardi dan ZN lantas ditetapkan tersangka. Polisi menyita barang bukti berupa SS seberat 0,78 gram dan bong. Atas temuan itu, polisi menjerat ketiganya dengan pasal 127 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman hukumannya empat tahun penjara.

Baca Juga:  Pilkada, Golkar-Gerindra Bidik Kader Internal

Sehari sebelumnya, Lalu menyampaikan kepada awak media bahwa Nia maupun Ardi sangat menyesal. Mereka juga menyampaikan permohonan maaf kepada keluar besar. "Kami dari keluarga mendukung penuh proses pengembangan (kasus narkotika, Red) yang dilakukan aparat penegak hukum,’’ katanya. Dia berharap, Nia-Ardi mendapatkan layanan kesehatan sesuai aturan yang berlaku.

Melalui Lalu pula, Aburizal Bakrie menyatakan, yang menimpa anak dan menantunya tersebut adalah cobaan. Karena itu, sebagai ayah, dia berpesan agar Nia-Ardi menjalani cobaan dengan tabah dan sabar. Aburizal pun, kata Lalu, mendukung penuh proses hukum sampai tuntas. "Beliau (Aburizal, Red) mengambil hikmah dari peristiwa ini,’’ paparnya.

Kuasa hukum Nia-Ardi, Wa Ode Nur Zainab, mengaku telah mempersiapkan berkas permohonan rehabilitasi untuk kliennya. Nantinya, kepolisianlah yang menilai pengajuan tersebut. "In sya Allah. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini asesmen (pengajuan rehabilitasi, red) bisa dilakukan,’’ harapnya.

Terkait permohonan rehabilitasi itu, Hengki menegaskan, pihaknya akan mengikuti prosedur. "Saya tekankan lagi. Seandainya ada keputusan rehabilitasi sebagaimana diwajibkan dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 pun tidak berarti berkas tidak dilanjutkan. Tetap kami lanjutkan ke pengadilan untuk mendapatkan vonis hakim,’’ terangnya, kemarin.

Rehabilitasi, menurut Hengki, tidak dilaksanakan oleh penyidik. "Pihak keluarga kami fasilitasi untuk melaksanakan asesmen terpadu dengan tim BNN yang isinya ada Polri, kejaksaan, dokter, dan sebagainya,’’ tuturnya.

Siapkan Mental, Jaga Perasaan, Sampaikan Fakta

Keluarga ibarat kapal yang tengah berlayar. Saat kepala keluarga atau sang nakhoda tertimpa musibah, kapal sangat mungkin oleng. Bahkan, karam. Karena itu, support system sangat penting. Musibah bisa berupa apa saja. Berurusan dengan hukum karena kasus narkoba seperti yang Nia-Ardi hadapi sekarang, misalnya.

Dalam kasus seperti itu, psikolog anak dan keluarga Samantha Ananta mengungkapkan bahwa anak jelas terdampak. Sebagai pihak yang paling rentan, anak sangat butuh perlindungan. Terutama, dari sisi psikologis. "Dilindungi dari efek orang tua yang bermasalah dan tekanan lingkungan yang mungkin muncul,’’ ungkap Samantha kepada Jawa Pos (JPG) pada Jumat (9/8).

Dia mengakui, kasus hukum sering menghadapkan orang tua pada posisi yang serbasalah. Keabsenannya dari rumah jelas akan memantik sejuta tanya dalam benak anak-anak. Di sisi lain, menjelaskan kejadian sesungguhnya kepada anak-anak pada saat ini juga bukan pilihan yang bijaksana. "Perlu diperhatikan apakah kondisi di rumah kondusif atau tidak. Lihat kesiapan anak juga,’’ tutur Samantha.

Baca Juga:  Seharusnya Guru Honorer Jadi PNS Tanpa Tes

Bagaimana kita mengetahui anak siap atau tidak mendengar fakta? "Bisa dideteksi dari pertanyaan-pernyataan yang anak ajukan,’’ lanjut Samantha. Semakin kritis anak, pertanyaannya semakin banyak, dan semakin siap pula si anak menerima penjelasan.

Misalnya, anak bertanya "ibu ke mana kok enggak pulang-pulang? Ibu sakit?" Saat dua pertanyaan itu dijawab, lahir pertanyaan baru. Seperti, "ibu di mana? Kok enggak nelepon?" Bisa juga, anak langsung menembak dengan pertanyaan yang tajam semacam "ibu dibawa ke mana sama pak polisi?"

"Makin terlihat kan kalau pertanyaannya mengerucut,’’ ungkap Samantha. Karena orang tua tidak ada di rumah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, maka support system yang ada di rumah harus peka. Entah itu kakek, nenek, atau paman dan bibi harus fokus pada perasaan anak.

Pertanyaan-pertanyaan pancingan bisa menjadi modus untuk menjajaki kesiapan anak. Pernyataan seperti "adik khawatir ya?" atau "kangen ayah ibu ya?" bisa menjadi pintu masuk untuk menggali perasaan anak.

Samantha berpesan agar penyampaian fakta juga jangan sampai membuat anak terjebak pada rasa takut, kecewa, tertolak, dan khawatir. Dengan demikian, hubungan anak dan support system yang ada di rumah tetap terjalin baik. Anak merasa nyaman mengungkapkan isi hatinya kepada mereka yang memang dipercaya menjaganya sampai kasus orang tuanya usai.

Ketika kasus selesai dan orang tua kembali berkumpul bersama anak, menurut Samantha, keluarga itu perlu menjalani terapi. Dengan bantuan profesional, hubungan orang tua dan anak akan dipulihkan. Tujuannya adalah menghilangkan trauma pada anak. Khususnya, transgenerational trauma. Jika trauma itu tidak dihapuskan, ada potensi masalah akan muncul lagi di masa mendatang. Bahkan, bukan tidak mungkin, anak mengulang kesalahan yang dilakukan orangtuanya.(mia/c13/hep/shf/tyo/c13/hep)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari