MANILA (RIAUPOS.CO) – Pada 2019, Imelda Marcos menyebut bahwa putranya, Ferdinand Marcos Jr, sudah ditakdirkan bakal menjadi presiden. Itu bukan nujum sebenarnya, tapi lebih berupa sebuah harapan. Bahkan, kini menjadi kenyataan.
Dilansir dari kantor berita AFP, Selasa (10/5), dengan penghitungan awal yang hampir selesai, Ferdinand "Bongbong" Marcos Jr telah memperoleh lebih dari 50 persen suara, dan lebih dari dua kali lipat jumlah suara saingan terdekatnya, Leni Robredo yang liberal.
Kemenangan Marcos merupakan pukulan telak bagi jutaan warga Filipina liberal yang mengharapkan perubahan setelah enam tahun pemerintahan yang semakin otoriter oleh Presiden Rodrigo Duterte. Putri Duterte, Sara memenangkan kursi wakil presiden dengan telak, yang dipilih secara terpisah.
Namun, dengan menjadi presiden, keluarga besar Marcos bakal bisa lepas dari bayang-bayang kasus hukum karena penggarongan harta negara. Seperti dilansir Bloomberg, keluarga mantan diktator Ferdinand Marcos itu –beserta kroni-kroninya– mencoleng (mencuri) tak kurang 5 miliar–10 miliar dolar Amerika Serikat (kurs sekarang Rp72 triliun–Rp144 triliun) uang negara.
Dan, sampai akhir 2020, menurut Presidential Commission on Good Government, baru 3,4 juta dolar AS yang berhasil dikembalikan ke kas negara. Guinness World Record pun menjuluki rezim Marcos sebagai "perampokan terbesar dalam sebuah pemerintahan".
Di usianya yang sudah 92 tahun sekarang ini, Imelda tetap figur penting di struktur keluarga besar yang berakar di Provinsi Ilocos Norte di bagian utara Filipina tersebut. Bongbong, sapaan akrab Marcos Jr, menyebut dirinya rutin berkonsultasi dengan sang ibu, si pemilik 3 ribu pasang sepatu yang kini tersimpan di sebuah museum di Manila itu, termasuk untuk urusan pencalonan.
"Tapi, belakangan dia (Imelda) menjauhi kehidupan publik," kata Dindo Manhit, CEO Stratbase ADR, lembaga think thank politik di Filipina, kepada jurnalis senior David A Andelman yang menuliskannya di sebuah kolom di CNN.
Faktor kesehatan mungkin jadi penyebab. Namun, dari mana pun dia berdiri, bahkan di masa sang suami berkuasa (1965–1986) pun, pengaruh Imelda demikian besar. Pada 1976, tulis Andelman, saat akan dihelat pertemuan tahunan Bank Dunia/IMF, Imelda sebagai Wali Kota Metro Manila melenyapkan kampung kumuh Tondo demi membangun 14 hotel bertaraf internasional baru dengan 700 kamar.
Hotel-hotel itu dimiliki lingkungan dekat Marcos. Padahal, Filipina baru saja mendapat pinjaman dari Bank Dunia untuk proyek revitalisasi kampung kumuh itu. Tapi, dana tersebut lenyap.
Toh semua itu seperti lepas dari memori kolektif banyak warga Filipina. Bisa jadi karena separuh dari populasi negeri bekas jajahan Amerika Serikat (AS) tersebut baru berusia di bawah 8 tahun saat People’s Power menjatuhkan Marcos pada 1986.
Keluarga Marcos tetap dipuja, terutama di Ilocos Norte. Di usia 20-an tahun, Bongbong sudah jadi gubernur di sana. Setahun setelah keluarganya balik dari pengasingan di AS pada 1991, pria yang kini berusia 64 tahun itu sudah langsung mendapatkan kursi kongres dan kemudian jadi gubernur lagi.
Ada sebuah kampung di sana yang diberi nama Ferdinand yang berada di wilayah pemerintahan kota bernama Marcos. Nama kota ini berasal dari Mariano Marcos, bapak dari Ferdinand Marcos. Dan, empat barangay (kampung/distrik, satuan pemerintahan terkecil di sistem pemerintahan Filipina, red) di sana diberi nama sesuai nama keempat anak Mariano: Ferdinand Marcos, Pacifico Marcos, Elizabeth Marcos-Keon, dan Fortuna Marcos-Baba.
Jadi, bisa dibayangkan betapa kuatnya pengaruh Marcos di sana. Bongbong pun dalam sebuah wawancara dengan CNN Filipina menyebut sang ayah sebagai genius. Dan, otomatis bisa ditebak pula ketika dihujani pertanyaan soal masa lalu sang ayah, ibu, dan keluarga besarnya, dia mengelak, "Saya tak mau lagi membahas isu yang sudah lewat 35 tahun lalu."
Betapa Imelda dan keluarga besar Marcos bisa tidur dengan tenang sekarang setelah Bongbong menjadi presiden. (c17/ttg)