Menyelamatkan Jiwa

Ramadhan dan Idulfitri tahun ini di masa pandemi,bahkan makin mengganas,jumlah penderita dan yang meninggal karena virus ini pun semakin bertambah. Kondisi ini yang memaksa sebagian daerah untuk melaksanakan Salat Idulfitri di rumah,namun sebagian kabupaten kota lainnya tetap membolehkan melaksanakan Salat Id di masjid dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat.

Kebijakan pemerintah ini bukan untuk pemerintah,tetapi untuk rakyatnya. Dalam konsep Islam menyelamatkan jiwa itu adalah di maqosidusyariah,yakni maksud diturunkannya syariat Islam salah satunya hifzunafas (menjaga jiwa). Bahwa syariat Islam itu adalah untuk menyelamatkan jiwa. Artinya keselamatan jiwa itu menjadi perhatian penting.

- Advertisement -

Selain hifzun nafs,syariat Islam diturunkan untuk menyelamatkan keturunan atau hifzunnasab. Nah upaya pemerintah dan ulama saat ini adalah untuk menyelamatkan jiwa dan keturunan manusia dari ancaman virus corona. Keselamatan jiwa menjadi perhatian utama,apapun komentar publik,apakah ada yang tidak suka atau merasa dizalimi,tapi itu adalah upaya untuk menyelamatkan jiwa. Biarlah tidak populer,tetapi ini mendesak dan penting bagi umat.

Semua orang merindukan kumpul bersama di hari raya,tetapi jika kondisi tidak memungkinkan,beda kabupaten/kota,beda provinsi atau dari daerah zona merah,maka urungkan dulu untuk berkumpul,pulang kampung,bertemu keluarga. Rasanya tidak indah lebaran kalau tidak kumpul bersama keluarga di kampung.Namun tradisi mudik ini tahun ini terpaksa kita tunda atau hanya melalui handphone,demi kesehatan jiwa kita semua.

- Advertisement -

Interaksi antar-individu di saat pulang kampung tidak mungkin dihindarkan,makanya tim Covid-19 (pemerintah) melarang mudik tahun ini. Demikian juga ajaran Islam,dalam maqosidusyariah salah satu poinnya adalah hifzun nafs,yakni menyelamatkan jiwa. 

Idulfitri tidak harus bermewahan,tidak perlu semua ada,tidak harus serba baru,di masa pandemi saat ini banyak warga di-PHK dari tempat mereka kerja,banyak yang gulung tikar usahanya,dan ekonomi rakyat pun semakin melemah,maka jika ada kelebihan rezeki alangkah baiknya bayar zakat fitrah,zakat mal,sedekah,infak dan berbagi dalam bentuk lainnya kepada orang miskin sekitar kita. Minimal kita tidak berwewah-mewah di tengah masyarakat yang serba kekurangan.

Idulfitri dimaknai kembali kepada fitrah kita,kembali suci,setelah melaksanakan puasa sebulan penuh dengan sungguh-sungguh. Jadi kemenangan bagi orang yang bertakwa tidak harus ditunjukkan dengan serba baru atau dengan menu kue-kue yang lengkap,tetapi hati yang bersih.

Implementasi puasa Ramadan di bulan Syawal adalah berperilaku qonaah (merasa cukup tanpa harus bermewah-mewahan),tawadu’,sederhana,amalannya semakin meningkat,rajin sedekah,berinfak dan membantu sesama umat Islam dan perilaku baik lainnya.

Islam adalah rahmatan lilalamin,rahmat bagi sekalian alam,makanya kita tunjukkan perilaku kita sebagai orang Islam,yakni menjadi rahmat bagi umat sekitarnya. Ramadan yang mengajarkan untuk merasakan rasa lapar orang miskin,maka setelah Ramadan kita tunjukkan kita peduli pada kaum duafa,bukan malah sebaliknya,kita tunjukkan baju baru,cat rumah baru,mobil baru dan serba baru lainnya.

Sukses tidaknya seseorang saat Ramadan terlihat pasca-Ramadan,apakah seseorang itu semakin rajin bersedekah,berinfak,berbagi pada orang miskin,dan amal soleh lainnya. Bukan sebaliknya,semakin ego,semakin pelit,makin jarang sedekah,dan jarang pula ke masjid. Mari kita jadikan Idulfitri nanti menjadi bukti bahwa kita menjadi hamba yang qonaah,tawadu’,rendah hati,dan semakin pedulu. Jarak yang jauh dengan keluarga tidak menjadikan kita tidak membantu mereka,tetap jalin hubungan silarahmi,semoga badai pandemi Covid-19 berlaku. Semoga kita semua selamat dari ancaman Covid-19 yang sedang melanda negeri ini. Aamin.***

Ramadhan dan Idulfitri tahun ini di masa pandemi,bahkan makin mengganas,jumlah penderita dan yang meninggal karena virus ini pun semakin bertambah. Kondisi ini yang memaksa sebagian daerah untuk melaksanakan Salat Idulfitri di rumah,namun sebagian kabupaten kota lainnya tetap membolehkan melaksanakan Salat Id di masjid dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat.

Kebijakan pemerintah ini bukan untuk pemerintah,tetapi untuk rakyatnya. Dalam konsep Islam menyelamatkan jiwa itu adalah di maqosidusyariah,yakni maksud diturunkannya syariat Islam salah satunya hifzunafas (menjaga jiwa). Bahwa syariat Islam itu adalah untuk menyelamatkan jiwa. Artinya keselamatan jiwa itu menjadi perhatian penting.

Selain hifzun nafs,syariat Islam diturunkan untuk menyelamatkan keturunan atau hifzunnasab. Nah upaya pemerintah dan ulama saat ini adalah untuk menyelamatkan jiwa dan keturunan manusia dari ancaman virus corona. Keselamatan jiwa menjadi perhatian utama,apapun komentar publik,apakah ada yang tidak suka atau merasa dizalimi,tapi itu adalah upaya untuk menyelamatkan jiwa. Biarlah tidak populer,tetapi ini mendesak dan penting bagi umat.

Semua orang merindukan kumpul bersama di hari raya,tetapi jika kondisi tidak memungkinkan,beda kabupaten/kota,beda provinsi atau dari daerah zona merah,maka urungkan dulu untuk berkumpul,pulang kampung,bertemu keluarga. Rasanya tidak indah lebaran kalau tidak kumpul bersama keluarga di kampung.Namun tradisi mudik ini tahun ini terpaksa kita tunda atau hanya melalui handphone,demi kesehatan jiwa kita semua.

Interaksi antar-individu di saat pulang kampung tidak mungkin dihindarkan,makanya tim Covid-19 (pemerintah) melarang mudik tahun ini. Demikian juga ajaran Islam,dalam maqosidusyariah salah satu poinnya adalah hifzun nafs,yakni menyelamatkan jiwa. 

Idulfitri tidak harus bermewahan,tidak perlu semua ada,tidak harus serba baru,di masa pandemi saat ini banyak warga di-PHK dari tempat mereka kerja,banyak yang gulung tikar usahanya,dan ekonomi rakyat pun semakin melemah,maka jika ada kelebihan rezeki alangkah baiknya bayar zakat fitrah,zakat mal,sedekah,infak dan berbagi dalam bentuk lainnya kepada orang miskin sekitar kita. Minimal kita tidak berwewah-mewah di tengah masyarakat yang serba kekurangan.

Idulfitri dimaknai kembali kepada fitrah kita,kembali suci,setelah melaksanakan puasa sebulan penuh dengan sungguh-sungguh. Jadi kemenangan bagi orang yang bertakwa tidak harus ditunjukkan dengan serba baru atau dengan menu kue-kue yang lengkap,tetapi hati yang bersih.

Implementasi puasa Ramadan di bulan Syawal adalah berperilaku qonaah (merasa cukup tanpa harus bermewah-mewahan),tawadu’,sederhana,amalannya semakin meningkat,rajin sedekah,berinfak dan membantu sesama umat Islam dan perilaku baik lainnya.

Islam adalah rahmatan lilalamin,rahmat bagi sekalian alam,makanya kita tunjukkan perilaku kita sebagai orang Islam,yakni menjadi rahmat bagi umat sekitarnya. Ramadan yang mengajarkan untuk merasakan rasa lapar orang miskin,maka setelah Ramadan kita tunjukkan kita peduli pada kaum duafa,bukan malah sebaliknya,kita tunjukkan baju baru,cat rumah baru,mobil baru dan serba baru lainnya.

Sukses tidaknya seseorang saat Ramadan terlihat pasca-Ramadan,apakah seseorang itu semakin rajin bersedekah,berinfak,berbagi pada orang miskin,dan amal soleh lainnya. Bukan sebaliknya,semakin ego,semakin pelit,makin jarang sedekah,dan jarang pula ke masjid. Mari kita jadikan Idulfitri nanti menjadi bukti bahwa kita menjadi hamba yang qonaah,tawadu’,rendah hati,dan semakin pedulu. Jarak yang jauh dengan keluarga tidak menjadikan kita tidak membantu mereka,tetap jalin hubungan silarahmi,semoga badai pandemi Covid-19 berlaku. Semoga kita semua selamat dari ancaman Covid-19 yang sedang melanda negeri ini. Aamin.***

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya