JAKARTA (RIAUPOS.CO) — NAMA Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto memang tidak terucap dari mulut Saeful, tersangka dugaan suap anggota KPU. Pihak yang disebut sebagai swasta oleh KPK itu hanya mengiyakan ketika nama Hasto muncul.
"Iya, iya," ungkap Saeful singkat saat ditanya sumber dana suapnya berasal dari sekjen partai tersebut.
Saeful digiring ke mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih pada Jumat dini hari (10/1). Melalui penyidikan awal, KPK menyebut Saeful telah menjadi perantara uang suap dari Caleg Dapil Sumatera Selatan I Harun Masiku kepada Komisioner KPK Wahyu Setiawan dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina.
Namun, peran Saeful di partai banteng itu pun masih didalami. Dia juga menjadi pihak yang dalam hasil sidik awal KPK meminta bantuan Agustiani menjadikan Harun sebagai pengganti antar waktu (PAW) di DPR RI. Sementara Saeful menjadi tersangka, Doni yang merupakan advokat dan ikut ditangkap dalam OTT tidak berstatus tersangka.
Padahal, Doni juga berperan sebagai perantara pemberian uang tersebut dari pihak swasta yang masih diselidiki KPK sejauh ini. Harun menyerahkan uang Rp850 juta pada Saeful, di mana Rp150 juta di antaranya diterima Doni. Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menolak menyatakan bahwa Doni “lolos” dari status tersangka. Masih ada kemungkinan Doni tetap terjerat pasal apabila penyidik menemukan fakta-fakta baru.
"Ini kalau dari penyelidikan ke penyidikan belum tentu orangnya cuma itu, bisa berkembang. Belum tentu dikatakan lolos, atau jangan-jangan nanti bisa bertambah (jumlah tersangkanya)," papar Lili.
KPK juga gelagapan ketika menjelaskan tentang relasi antara Doni dan Saeful yang santer dikabarkan merupakan staf Hasto Kristiyanto. “Nggak tergambar (relasi keduanya, red). Tapi soal sudah ada BB (barang bukti, red) kemudian tinggal mau menyerahkan tapi dia (Saeful, red) tahan dulu duit itu iya, karena dia tidak bawa tas (ketika ditangkap, red),” lanjutnya.
Sejak Rabu siang hingga malam (8/1), KPK bergerak menangkap sejumlah pihak yang terkait kasus suap ini di sekitar Jakarta. Cukup banyak pengejaran, salah satunya disebut-sebut terjadi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Lili menjelaskan memang ada petugas yang datang ke PTIK pada Rabu malam dan tertahan di sana sampai Kamis pagi (9/1).
Tapi, dia meluruskan bahwa hal tersebut bukan bagian dari pengejaran salah satu tokoh partai, yakni Hasto. Sekjen PDIP itu sempat dikabarkan “kabur” ke PTIK Rabu (8/1) malam, namun membantah dugaan tersebut saat ditemui di sela kegiatannya pada Kamis. “Di PTIK itu ternyata tidak diketahui teman-teman (kepolisian) bahwa ini adalah petugas KPK. Kami kebetulan juga ada acara di sana,” jelasnya.
Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri menambahkan, memang ada pemeriksaan mendetail yang dilakukan petugas KPK selama di sana. "Pada saat itu petugas kami sedang di sana untuk melaksanakan salat. Kemudian ada pengamanan dan sterilisasi. Oleh petugas sana sempat dicegah dan diminta identitasnya. Dan betul, sampai diproses di situ, ditanya-tanya dan seterusnya. Seolah-olah seperti orang yang ingin berbuat (sesuatu)," paparnya.
Terkait pemeriksaan terhadap penyidik KPK yang berada di STIK/PTIK, Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Argo Yuwono menuturkan bahwa sudah menjadi standar operasional prosedur (SOP) untuk menjaga keamanan dan membatasi jangan sampai ada orang tidak bertanggungjawab masuk. ”Masuk ke STIK/PTIK,” tuturnya.
Sementara itu, kemarin KPU membeberkan proses pengajuan PAW yang dilakukan oleh PDIP. Semua berawal dari meninggalnya Nazarudin Kiemas pada 26 Maret 2019. Sesuai aturan, caleg yang meninggal jelang pemungutan suara akan diumumkan di TPS di dapilnya. ’’Bila mendapat suara, suara tersebut dinyatakan sah dan menjadi suara sah parpol,’’ terang Komisioner KPU Evi Novida Ginting kemarin.
Sementara Hasto Kristiyanto mengatakan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus suap PAW DPR kepada KPK. “Kami serahkan sepenuhnya tanpa intervensi,” terang dia saat ditemui di sela-sela acara Rakernas dan HUT ke-47 PDIP di Jakarta International Expo (Jiexpo) Kemayoran, kemarin.
Menurut dia, banyak kepentingan yang bermain dalam kasus OTT yang menyeret komisioner KPU. Ada pihak yang membuat framing. Misalnya, ada yang mem-framing bahwa Doni yang ditangkap KPK adalah stafnya, padahal bukan. Doni yang ditangkap KPK adalah pengacara. Kemarin, Hasto pun mengajak stafnya yang bernama Doni. "Ini yang namanya Doni, " ucap dia.
Selain framing bahwa orang yang ditangkap KPK adalah stafnya, ada juga yang mem-framing bahwa dia menerima dana. Dia juga diisukan berlindung ke PITK saat KPK hendak melakukan OTT, padahal dirinya sibuk menyiapkan acara rakernas dan perayaan HUT partai.
"Rakernas dan HUT partai perlu konsentrasi dan harus dipersiapkan matang, sehingga hari-hari terakhir energi dan pikiran saya fokus di penyelenggaraan rakernas. Dan teman-teman bisa lihat," tutur dia.
Hasto mengatakan, sebagai parpol yang menang pemilu dua kali berturut-turut, partainya selalu mengalami ujian sejarah. (deb/idr/byu/lum/ted)
Laporan JPG, Jakarta