JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Baiq Nuril‎ ‎mendatangi gedung DPR RI. Dia meminta dukungan dari anggota dewan mengenai kasusnya tersebut.
Nuril mengaku, tak bisa menahan rasa sedihnya terkait kasus pelecehan seksual yang berujung pada masalah hukum ini. ’’Sebenarnya saya tak ingin jadi konsumsi publik, karena bagaimanapun anak-anak saya pasti menonton, dan saya tidak ingin mereka lihat ibunya menangis,’’ ujar Nuril di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Nuril berharap, tidak ada lagi perempuan yang menjadi korban seperti dirinya di masa mendatang. Inilah salah satu alasannya berjuang atas kasus ini. Ia mengaku, perjuangannya ini memang sangat berat. Apalagi harus meninggalkan anak-anaknya di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Namun, sekali lagi, Nuril berkeyakinan bahwa cara inilah yang harus ia tempuh. ’’Saya tidak ingin ada lagi yang seperti saya. Saya yakin perjuangan ini akan berakhir dengan baik,’’ ungkapnya.
Terpisah kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi, mengatakan mereka kedatangan ke DPR adalah untuk meminta dukungan dari anggota dewan. Saat ini, kliennya, yakni Nuril akan mengajukan permohonan amnesti kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
’’Mudah-mudahan kami bisa mendapatkan angin segar dari Komisi III DPR,’’ ungkap Joko.
Sementara anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil yang menerima Baiq Nuril menyakini semua fraksi yang ada di DPR mendukung Presiden Jokowi memberikan amnesti kepada mantan guru honorer SMAN 7 Mataram itu. ’’Saya yakin seluruh fraksi akan memberikan dukungan ke Ibu Nuril ini,’’ kata Nasir.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, memang Baiq Nuril mesti memperjuangkan kasus hukum yang membelitnya tersebut. Hal itu dilakukan supaya tidak ada lagi perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual.
’’Ini merupakan momentum untuk mengedepankan hukum yang lebih berkeadilan di Indonesia,’’ katanya. Sekadar informasi, MA menolak permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan Baiq Nuril. Alhasil, mantan guru honorer SMAN 7 Mataram itu tetap menjalani hukuman enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.
’’Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan PK Pemohon Baiq Nuril yang mengajukan PK ke MA dengan Nomor 83 PK/Pid.Sus/2019,’’ demikian bunyi putusan MA, Jumat (5/7/2019).