JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly angkat bicara terkait permasalah partai Demokrat. Dia meminta Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk tidak menuding pemerintah terkait konflik tersebut.
"Jangan tuding pemerintah begini. Jangan main serang-serang yang tidak ada dasarnya," terang Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Politikus PDIP itu memastikan, kementeriannya akan objektif melihat permasalahan kepemimpinan Partai Demokrat. "Kami akan objektif menilainya. Tunggu saja hasilnya," tegas Yasonna.
Dia menyatakan bahwa dirinya sudah mendapat laporan dari Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham atas laporan yang disampaikan AHY terkait KLB Partai Demokrat di Deliserdang, Sumatera Utara. Menurutnya, persoalan itu merupakan masalah internal Demokrat. Mantan anggota DPR RI itu mengatakan, Ditjen AHU Kemenkumham akan bersikap objekif dalam menilai berkas dualisme pengurus Partai Demokrat. Menurut dia, baik pengurus kubu Moeldoko maupun AHY akan dinilai secara objektif. Dia menegaskan, pihaknya akan menilai masalah tersebut sesuai AD dan ART Partai Demokrat, serta berdasarkan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
"Itu yang penting," ujarnya.
Sementara itu, AHY kemarin bersilaturahmi dengan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Ashiddique. Kedatangannya terkait meminta masukan dan pandangan di tengah kemelut yang melanda Partai Demokrat. Keduanya memperbincangkan tentang kemunduran demokrasi dalam peristiwa pecahnya Demokrat menjadi dua kubu ini.
"Tentu secara khusus tadi juga memotret situasi yang sedang kami hadapi di keluarga besar Demokrat," jelasnya.
AHY menyebutkan ada banyak masukan dari Jimly, namun secara umum dia berharap agar konflik Demokrat ini bisa segera menemukan penyelesaian.
Bakal Gugat Kepengurusan AHY
DPP Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Deliserdang akhirnya buka-bukaan terkait penyelenggaraan kongres tersebut, Selasa (9/3). Mereka menegaskan bahwa kongres ini dilaksanakan bukan abal-abal, melainkan telah mengikuti anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang sah.
Namun, AD/ART yang digunakan adalah hasil Kongres Luar Biasa 2005. Sebab kelompok ini tidak mengakui hasil kongres 15 Maret 2020 karena diduga dihasilkan secara sepihak. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Komunikasi Publik Partai Demokrat versi KLB Deliserdang Razman Nasution beserta para pengurus yang hadir di kawasan Kuningan, kemarin.
Dia menuturkan bahwa AD/ART yang dihasilkan dari kongres itu patut dicurigai hasil kecurangan karena terbit pada 15 Maret 2020. Padahal menurut pengakuannya, di tanggal itu kongres masih berlangsung sehingga aneh apabila sudah ada AD/ART yang disebarkan. Dalam AD/ART itu, mereka mempermasalahkan bahwa keputusan tertinggi untuk berbagai kebijakan strategis ada di Majelis Tinggi Partai. Padahal seharusnya itu merupakan kewenangan ketua umum.
"Patut diduga telah terjadi persekongkolan atau pemufakatan jahat untuk menerbitkan AD/ART yang dibuat di luar kongres dan diajukan ke Kemenkumham," tegasnya.
Razman menegaskan, pihaknya akan menggugat AD/ART tersebut khususnya kepengurusan Agus Harimurti Yudhoyono ke pengadilan dan disampaikan ke Mabes Polri. Rencana pelaporan pun disebutkan pada hari ini. Razman menyatakan peserta KLB telah dibagi ke dalam beberapa tim, salah satunya tim hukum yang akan menangani pelaporan tersebut.
"Untuk lapor melaporkan itu, mestinya sore ini (kemarin). Atau paling lama satu dua hari ini," lanjutnya.
Salah seorang tokoh yang juga hadir adalah pendiri Partai Demokrat Darmizal. Politisi senior itu menyatakan dengan tegas bahwa KLB diselenggarakan semata untuk memperbaiki Partai Demokrat. Sebab dalam pemilu beberapa periode terakhir, perolehan suara Partai Demokrat terus menurun. Penurunan ini ditengarai salah satunya karena konflik internal di mana banyak kader yang tidak setuju dengan kepemimpinan dinasti. Darmizal menyatakan, keterpilihan AHY dalam Kongres 2020 itu dipaksakan aklamasi. Dia juga mengklaim bahwa SBY tidak termasuk dalam salah satu pendiri menurut Akta Notaris Pesetra AD/ART Partai Demokrat yang ditandatangani pada 2001.
Karena itu, dia mengaku heran bagaimana kemudian kepengurusan dipegang oleh keluarga Cikeas. Majelis Tinggi Partai diketuai oleh SBY, kemudian Ketua Umum DPP AHY, dan Waketum sekaligus Ketua Fraksi DPR Edhie Baskoro Yudhoyono. Menurut Darmizal, inilah alasan utama mengapa banyak kader yang kemudian menginginkan adanya KLB demi penegakan demokrasi dalam partai. Di tengah penjelasannya, Darmizal sempat mengungkapkan penyesalan hingga menangis menyayangkan terjadinya politik dinasti dalam tubuh partai berlambang bintang Mercy itu.
"Saya minta maaf. Saya nggak tahu kalau akan lahir rezim diktator ini. Malu saya," ungkapnya.
Selanjutnya, Darmizal menjelaskan terkait alasan peserta KLB memilih Moeldoko sebagai ketua umum. Mereka menilai bahwa Moeldoko merupakan sosok yang berpengalaman dan memiliki jaringan luas yang diyakini akan berdampak baik bagi elektabilitas Demokrat. Damrizal membantah keras anggapan dari kubu AHY bahwa ada campur tangan pemerintah di sini dengan dipilihnya Moeldoko.
Hasil KLB itu sendiri diklaim kubu Moeldoko telah diserahkan pada Selasa siang. Panitia KLB Deliserdang Ilal Ferhat yang turut hadir menyatakan bahwa hasil KLB dibawa oleh beberapa tim hukum ke Kemenkumham sekitar pukul 12.00. Namun, dari pantauan Jawa Pos (JPG) di lokasi, antara pukul 11.00 hingga 15.00 tidak ada tanda-tanda kedatangan perwakilan tersebut. Pihak Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham pun belum memberikan keterangan hingga berita ini ditulis.(deb/lum/jpg)