JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pemerintah batal menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 di seluruh wilayah Indonesia saat libur Natal dan tahun baru 2022 (Nataru). Kebijakan tersebut diganti dengan sejumlah pengetatan aktivitas.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan keputusan tersebut diambil karena Indonesia sudah lebih siap menghadapi musim libur akhir tahun.
Luhut menyebut jumlah tes dan telusur juga lebih tinggi dari tahun lalu. Vaksinasi Covid-19 dosis pertama di Jawa-Bali sudah mencapai 76 persen. Sementera vaksinasi dosis kedua telah mendekatai 56 persen.
"Pemerintah memutuskan untuk tidak akan menerapkan PPKM level3 pada periode Nataru pada semua wilayah. Penerapan level PPKM selama Nataru akan tetap mengikuti asesmen situasi pandemi sesuai yang berlaku saat ini, tetapi dengan beberapa pengetatan," kata Luhut, Selasa (7/12/2021).
Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan pembatalan PPKM Level 3 di seluruh Indonesia saat Nataru merupakan implementasi kebijakan "gas dan rem" Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Moeldoko menggambarkan sektor kesehatan dan ekonomi sebagai gas dan rem. Ketika penularan tinggi, maka rem diinjak untuk menekan kasus. Kemudian, ketika kasus telah menurun, maka ekonomi yang didorong untuk berputar kembali.
"Di sisi lain, ada hal-hal yang harus dipikirkan. Pada sektor yang lain, ekonomi harus juga bisa bergerak," katanya saat berada di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Selasa (7/12). .
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut Jokowoi ingin tak ada penyekatan selama Nataru. Sebagai gantinya, kata Tito, pemerintah sepakat menggantinya dengan pembatasan khusus Nataru.
"Presiden menyampaikan tidak perlu ada penyekatan-penyekatan tapi diperkuat di tempat ruang-ruang publik itu menggunakan PeduliLlindungi," kata Tito kepada wartawan di kompleks parlemen, Selasa (7/12).
Sementara itu, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra menilai langkah pemerintah kali ini merupakan sebuah kemunduran. Ia lantas mengingatkan jumlah kasus kematian Covid-19 yang saat ini relatif rendah dapat kembali melonjak apabila PPKM sepekan saat Nataru tidak diperketat.
Hermawan kemudian mewanti-wanti pemerintah untuk tetap menerapkan kebijakan berbasis saintifik dan juga pendekatan epidemiologis. Ia menilai, pemerintah sampai saat ini masih mempertimbangkan banyak aspek sosial-ekonomi.
Ia juga menilai bahwa PPKM levelling yang berlaku saat ini di masyarakat terkait mobilitasnya sudah menyerupai kondisi normal sebelum pandemi. Apalagi masyarakat saat ini sudah banyak yang abai terhadap penerapan protokol kesehatan 3M. Dengan kondisi itu, Hermawan khawatir kasus Covid-19 di Indonesia kembali melonjak pasca-Nataru.
"Kebijakan ini kan hanya seminggu ya, ini saya nilai bentuk kemunduran dan disayangkan. Ketika negara lain seperti di Eropa dan Jepang yang menutup pintu masuk ke negara mereka karena Omicron, eh kita malah menurunkan upaya kita yang sebelumnya sudah cukup bagus untuk mengantisipasi ini," ujar Hermawan.
Di sisi lain, Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, menilai, kebijakan pembatalan PPKM Level 3 itu menunjukkan pemerintah gamang menghadapi momen Nataru.
Menurut Trubus, pemerintah tidak memiliki data pasti sebelum mengambil kebijakan ini. Ia menilai, keputusan pemerintah sebelumnya hanya berdasarkan pengalaman tahun lalu dan juga lebih condong ke arah pemulihan ekonomi ketimbang kesehatan masyarakat.
"Jadi memang kalau satu daerah misalnya level 2, yang satu level 3, itu aja tidak akan efektif, karena masing-masing daerah membiarkan orang masuk. Kalau dulu semua level 3 kan, semua daerah terkendali, tapi risiko ekonominya berat bagi pemerintah," kata Trubus.
Sumber: JPG/News/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun