JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pembangunan bangsa dan negara Indonesia dilandasi atas empat konsesus kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika), yang disepakati para pendiri bangsa. Oleh karena itu, idak ada tempat sedikit pun bagi rasisme tumbuh di Indonesia.
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat. Dia menjelaskan, beberapa masalah di Indonesia banyak yang dikaitkan dengan rasisme, padahal sebenarnya tidak. Salah satunya dia menyinggung masalah Papua.
"Saya tidak sependapat bila masalah-masalah yang terjadi di Papua dikaitkan dengan rasisme. Saya menilai pendapat itu tidak proporsional," kata Lestari yang akrab disapa Rerie dalam keterangannya pada Ahad (7/6/2020).
Pernyataan Rerie ini menyikapi sejumlah pernyataan di media sosial, yang menyamakan isu rasisme di Amerika Serikat (AS), yang dipicu kematian George Floyd oleh pihak kepolisian, dengan masalah yang dialami sejumlah warga Papua di Indonesia.
Menurut Rerie, kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak pernah sedikit pun dipandang dari sisi ras, suku dan agama. Rerie memahami dan tidak mengingkari saat ini masih terjadi berbagai permasalahan di Papua.
Namun, menurutnya, hal itu lebih karena belum terlaksananya tata kelola secara baik di berbagai sektor, termasuk dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Bila masih terjadi perbedaan pandangan di antara anak bangsa terkait pembangunan Papua, menurut Rerie, harus dicarikan solusi lewat dialog konstruktif, dalam kerangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam pengelolaan pembangunan sebagai satu negara, menurut legislator Partai NasDem itu, Papua, provinsi paling timur Indonesia itu bahkan mendapat keistimewaan seperti penerapan otonomi khusus, berdasarkan UU No 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Dengan status otonomi khusus, jelas Rerie, Provinsi Papua setiap tahun mendapat alokasi dana khusus yang terus meningkat Rp12,3 triliun (2018), Rp12,66 triliun (2019) dan Rp13,54 (2020).
Hal yang sama juga dinikmati warga Aceh, provinsi paling barat di Indonesia, yang juga diberi otonomi khusus oleh pemerintah pusat.
Belum lagi, tambahnya, berdasarkan UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, putra-putri Papua berhak atas kesempatan seluas-luasnya dalam menuntut ilmu, lewat sejumlah program beasiswa.
Mengacu pada UU 20 Tahun 2003 itu, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) misalnya membuka program beasiswa bagi putra-putri asli dari Indonesia Timur, yang berasal dari Provinsi Maluku, Provinsi Maluku Utara, Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, serta Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, jelas Rerie, Papua bahkan mendapat tambahan pembangunan infrastruktur berupa jalan tol dan pemberlakuan bahan bakar minyak (BBM) satu harga. Harga BBM di Papua sama dengan harga BBM di Jawa, Sumatera dan bagian Indonesia lainnya.
"Jadi tidak ada ruang bagi rasisme untuk menjadi dasar munculnya sebuah kebijakan di tanah air Pancasila sebagai ideologi negara, UUD 1945 sebagai konstitusi negara, NKRI adalah sebagai nilai yang harus dipertahankan, dan Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan negara, jelas Rerie, mengamanatkan kepada kita untuk bersatu demi kepentingan bangsa, tanpa memandang perbedaan suku, agama apalagi ras," pungkasnya.
Sumber: JPNN
Editor: Hary B Koriun