PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Vaksin Covid-19 diharapkan bisa menekan penyebaran Covid-19 di Tanah Air. Tetapi sebelum vaksin ini dipakai, pemerintah harus menjamin keamanannya berdasarkan uji klinis. Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Prof Dr Sri Rezeki S Hadinegoro menjelaskan, untuk pemberian vaksin Covid-19 perlu standar keamanan dan efikasi vaksin berdasarkan uji klinis vaksin.
"Tujuan pemberian vaksin Covid-19 untuk menurunkan kesakitan dan kematian akibat Covid-19. Juga bertujuan mempercepat mencapainya herd immunity, melindungi dan memperkuat sistem kesehatan. Serta menjaga produktivitas dan meminimalkan dampak sosial dan ekonomi," jelas Sri Rezeki saat sosialisasi Vaksin untuk Negeri, Sabtu (31/10).
Sri Rezeki berharap, media memberitakan edukasi pada masyarakat mengenai imunisasi dengan benar untuk menghilang kekhawatiran dalam menerima imunisasi vaksin Covid-19. "Kita berharap media menyosialisasikan untuk vaksin Covid-19 ini," harapnya.
Sementara itu, Prof Dr Kusnandi Rusmil, Ketua Tim Riset Uji Klinik Vaksin Covid-19 Unpad menerangkan, pihaknya sudah melakukan 1.620 suntikan pertama, kemudian 1.590 suntikan kedua, sampai sekarang itu tidak ada (efek) yang mengkhawatirkan.
Hasil uji klinik fase III yang diselenggarakan di Unpad ini nantinya akan digabungkan dengan data dari hasil uji klinik fase III di negara lain. Gabungan data hasil uji klinik fase III dari berbagai tempat di belahan dunia (multicenter) inilah yang nantinya akan menjadi acuan regulator untuk melanjutkan ke fase berikutnya.
Kemudian hingga sejauh ini, hasil uji klinik fase III di Unpad cukup bagus. "Ini termasuk uji klinik yang aman sejauh ini, dibandingkan dengan hasil uji klinik vaksin tetanus dan difteri, ini lebih aman," tambah Kusnandi Rusmil.
Selain itu, prosedur penyiapan uji klinik fase III vaksin Covid-19 ini sudah terencana dengan baik dan sesuai jadwal, mulai dari persiapan protokol hingga penyuntikan relawan. Kusnandi Rusmil memperkirakan, laporan hasil uji klinik fase III ini akan dilaporkan pada regulator pada Januari dan selesai Maret 2021.
Keraguan lain seperti kejadian ikutan paska-imunisasi (KIPI) setelah melakukan vaksin, juga tidak perlu dikhawatirkan masyarakat. "Kemungkinan terjadi reaksi yang berat. Umpamanya pingsan setelah diimunisasi itu 0,1 dari 1 juta," terang Kusnandi Rusmil saat acara Dialog Produktif bertema Menjawab Berbagai Keraguan Soal Vaksin yang diselenggarakan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Selasa (3/11)
Begitu juga dengan fenomena Antibody Dependent Enhancment (ADE) yang sempat muncul mengiringi pemberitaan vaksin Covid-19 yang tengah diuji coba. Fenomena ADE yang diketahui hingga saat ini hanya timbul pada vaksin demam berdarah, karena memiliki empat anti gen di dalamnya.
Ini tidak terjadi pada Covid-19 yang memiliki satu antigen. Penelitian mengenai kemungkinan timbulnya ADE pada vaksin Covid-19 ini, sebelumnya sudah dilakukan pada uji klinik Fase I dan II, dan terbukti tidak timbul fenomena ADE tersebut.
"Hal terpenting yang perlu dilakukan masyarakat sebelum vaksin Covid-19 ini nantinya beredar di masyarakat adalah tetap disiplin menerapkan protokol 3M yakni, menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan dengan sabun, serta menghindari kerumunan. Cara ini merupakan langkah pencegahan terpenting agar tidak tertular Covid-19," jelas Prof Kusnandi Rusmil.(das)
Laporan: KAMARUNDDIN (Pekanbaru)